Korban Tewas Palestina Mendekati 21 Ribu, Holocaust?

Unjuk rasa menentang agresi Israel di Gaza (pic: independent.co.uk)


Mungkinkah IDF hanya tentara boneka yang dipaksakan bergerak demi pemimpin yang terlampau tinggi harga diri, ambisiius dan kehilangan hati nurani?


Akibat kesibukan membuat saya lama tidak menulis. Seminggu, dua minggu, tiga minggu, bahkan mungkin telah sebulan lebih. Bisa ditebak betapa kakunya jari-jemari ini saat mengetik tuts-tuts keyboard di layar ipad.

Menulis adalah suatu hal yang sangat menyenangkan. Namun apabila kesenangan itu terjeda agak lama akibat rutinitas kesibukan yang tiada hentinya menghampiri. Maka detik demi detik terasa sangat berharga demi mencari celah waktu menyalurkan kesenangan itu.

Bahkan saat berhenti sejenak dari rutinitas, justru tubuh memerlukan perhatian lebih, maka tergantikan untuk break. Sebab tak mungkin saat tubuh memerlukan istirahat namun dipaksakan untuk bekerja, tubuh menuntut istirahat. Namun tipe saya yang workaholic kadang mencari celah di antara waktu break, sambil mengunyah makanan, atau menyeruput milk coffe hangat, sementara tangan lainnya mengetik tuts-tuts di layar keyboard ipad.


Latar belakang sebelum 7 Oktober

Candu menulis akan menjadi kembali mencair setelah sempat terhenti ketika menemukan topik menarik dan disukai. Kali ini menulis yang macet kembali mencair saat menonton live streaming di layar kaca. Lagi dan lagi, Hamas vs Israel!

Sebenarnya bukan pertikaian itu yang menarik, namun segala hal yang menjadi alasan terjadinya peristiwa tersebut. Serta latar belakang hingga terjadinya peristiwa 7 Oktober yang dianggap sangat melukai hati dan perasaan rakyat Israel.

Sebagai negara kaya bertekhnologi canggih, dilindungi negara super power, menjadi negara kesayangan Amerika. Jadi wajarlah bila segala macam keluh kesah dan penderitaan Israel wajib dipahami, dimengerti, dan dan mendapat empati dunia. 

Negara-negara Barat dan sekutunya, bahkan seluruh dunia yang mempercayai sepenuhnya Israel. Bahkan tanpa harus dikatakan termakan propagandanya, sudah pasti setuju bahwa serangan Hamas di 7 Oktober sangat brutal dan melukai hati rakyat Israel.

Namun dunia lupa untuk kilas balik ke belakang. Mengapa bisa terjadi peristiwa 7 Oktober, Apa yang melatarbelakangi peristiwa itu sehingga terjadi?

Dan ketika dunia mencari jawabannya. Melihat ke masa silam, sebelum 7 Oktober terjadi. Ternyata ada beragam kejadian lain yang dilakukan Israel terhadap Palestina, yang ternyata, lebih brutal.

Perampasan rumah-rumah warga Palestina demi pemukim baru Yahudi, penangkapan dan penganiayaan warga Palestina secara semena mena, terutama perempuan dan anak anak, serta beragam peristiwa lain yang ditanggapi dunia dengan maklum, dianggap tontonan biasa-biasa saja. Padahal sudah jelas, sangat melukai dan menganiaya hati dan perasaan warga Palestina.

Penjara Israel di Tepi Barat dipenuhi anak anak Palestina yang ingin membela hak-haknya dengan cara bocah, namun terkalahkan oleh tubuh-tubuh tegap tentara Israel saat menyeretnya dari dalam rumah kala tidur lelap.. Dunia juga dipaksa mafhum dengan banyaknya warga Palestina pindah kewarganegaraan menjadi Israel demi tetap dapat menempati wilayah yang telah direbut paksa oleh negara zionis ini.

Beragam luka, beragam penderitaan, beragam kematian, dialami warga Palestina. Setiap detik, hari, minggu, bulan, dan tahun, hingga menjadi sebuah kebiasaan, dan mereka tak merasa sakit lagi karena dipaksa memendam rasa sakit itu. Sementara dunia pun sudah terbiasa, dan dibuat terbiasa dengan pemandangan seperti itu, sehingga bukan hal yang mengejutkan lagi. Dunia lupa bahwa warga Palestina adalah manusia juga, sama seperti mereka.

Hingga terjadinya peristiwa penyerangan Hamas di Oktober, barulah dunia terhenyak, barulah dunia terkejut. Lalu dunia menghakimi dengan ribuan caci maki kepada Palestina, karena dianggap penyebab lahirnya organisasi teroris Hamas. 

Tapi kemudian masyarakat dunia yang tak bodoh ini berpikir kembali. Setelah Israel yang dianggap pahlawan karena memburu Hamas, ternyata justru membantai nyawa hampir dua puluh satu ribu warga Palestina. Jika ini antara Hamas dengan Israel, lau mengapa warga sipil, termasuk wanita, anak anak, orang lanjut usia, bahkan bayi-bayi prematur yang banyak menjadi korban?


Solusi jitu dua negara tapi Israel emoh

Bila tujuan yang diinginkan Israel dalam memburu Hamas adalah membebaskan warga tercintanya yang disandera, bukankah Hamas telah bersedia melepaskan semua sandera? Namun Israel tidak bersedia karena Hamas menginginkan Israel menghentikan agresinya secara total di Gaza.

Jelas hal tersebut tidak diinginkan oleh Israel, sebab tujuan untama mereka bukan membebaskan sandera, namun menutupi rasa malu karena penyerangan 7 Oktober. Dan untuk uk menutupi rasa malu itu adalah, dengan menumpas Hamas.

Bahkan menimbulkan kesan Israel ibarat peribahasa mendayung dua tiga pulau terlampaui. Dengan alasan memburu Hamas, sekaligus memusnahkan warga Palestina. Sebab tampaknya negara zionis ini tak mau ada dendam berkelanjutan di generasi berikutnya di masa mendatang. Serta tentu saja, memperluas wilayah negara di atas reruntuhan Gaza yang sudah tidak ada lagi warganya.

Jika memang Israel berkehendak baik, tentu saja solusi dua negara, dengan memberi kemerdekaan pada Palestina merupakan jawabannya. Sebab Hamas terlahir karena perampasan dan penindasan hak warga terjajah oleh tentara pendudukan.

Solusi ini yang paling banyak ditentang oleh Israel. Sebab dengan kemerdekaan Palestina, maka negara zionis ini akan kesulitan mencaplok pemukiman lagi apabila imigran Yahudi eksodus kembali ke Israel. Bukankah selama sekian waktu setelah peristiwa Nakba, yang dilakukan Israel demi memperluas wilayahnya adalah dengan cara mencaplok?

Pencaplokan yang pada awalnya berskala kecil, yakni dengan merampas rumah rumah penduduk Palestina, hingga kemudian meluas menjadi wilayah-wilayah pendudukan yang dikuasai secara sepihak oleh Israel. Bukankah sebelum 7 Oktober terjadi, Israel dengan percaya diri membangun proyek pemukiman besar besaran untuk ditempati warganya di atas tanah milik Palestina?

Sehingga kita akhirnya memahami, luka di atas luka yang dialami Palestina itulah yang membangkitkan peristiwa Banjir Al Aqsa di 7 Oktober. Bukankah Juru Bicara Sayap Militer Hamas, Al Qassam, Abu Ubaeda, di masa silam adalah bocah cilik yang ayahnya dibunuh saat rumahnya dirampas paksa oleh tentara Israel?


Benarkah Hamas teroris?

Pernahkah anda membayangkan. Ketika anda dalam kehidupan yang tentram, tenang, namun kemudian tiba-tiba datang orang asing yang menumpang hidup di rumah anda. 

Pada awalnya hanya menumpang di kamar belakang. Tapi kemudian ia tiba-tiba merangsek masuk menguasai semua ruangan, menempati kamar anak anda, memenjarakan anak anda karena berani menolak permintaannya. Kemudian menembak mati anggota keluarga anda yang lain, demi dapat menempati setiap kamar di rumah anda. 

Dengan beraninya menyeret dan menampar istri anda ketika berusaha membela hak keluarga dan anak-anaknya. Bagaimana perasaan anda melihat keluarga anda diperlakukan sedemikian rupa, hingga akhirnya anda sendiri yang diusir dari rumah anda?

Hanya mereka yang "mati rasa" membiarkan semua terjadi. Namun jika anda masih memiliki akal waras, menyadari hak, dan memiliki hati nurani. Sudah pasti anda bangkit untuk melawan dan membela rumah dan keluarga anda.. 

Namun karena orang yang menumpang di rumah anda telah mneguasai seluruh rumah, bahkan tindakannya didukung oleh tetangga-tetangga anda yang mudah dipengaruhi. Maka anda berjuang sendiri, anda tak mempunyai pembela satupun. Hingga akhirnya anda dicap sebagai pengganggu (teroris) dan harus diusir dari rumah anda sendiri, sebab dianggap tidak cakap mengelola rumah serta selalu mengganggu kehidupan si orang numpang. Adilkah itu?

Demikain juga logika warga Palestina. Siapa pun mereka, entah Islam, entah Kristen, asalkan warga Palestina, itulah yang menjadi sasaran kebencian Israel. Sebab warga Plalestina dianggap sebagai penghalang perluasan wilayah zionis yang diidam-idamkan sejak lama menjadi sebuah peradaban baru.

Mungkin ada benarnya ketika Presiden Ukraina, Vledemir Zolinzky, menyebut apa yang dialami warga Ukraina berbeda dengan warga Palestina. Jelas berbeda, sebab warga Palestina tak bisa merayakan Natal, sedangkan warga Ukraina masih bisa merayakan natal, karena Rusia masih memiliki hati nurani tidak memborbardir habis negara Ukraina.


Jumlah korban tewas mengingatkan korban Holocaust 

Sikap frustasi dan setengah-setengah dalam menjalani tugas perang memang terlihat jelas dari tentara IDF. Bagaimana mereka sering menyerang gedung-gedung kosong, menembaki rekannya sendiri (friendly fire) dan berbagai kondisi sakit jiwa parah setelah pulang dari Gaza. 

Seakan tumbal, mereka tetap dipaksakan berperang oleh Perdana Menterinya, Benyamin Netanyahu. Sehingga bisa dimaklumi bila kelakuan mereka di medan tempur seakan tidak menunjukkan mental prajurit sejati. Seperti membuat rekaman video yang berisi pelecehan terhadap kematian dan kelaparan warga Palestina. Sungguh bukan sikap seorang kesatria sejati!

Sikap putus asa yang ditunjukkan tentara IDF jelas terlihat dari sasaran-sasaran serangan mereka, yang terkadang harus digarisbawahi sebagai "tidak karu-karuan." Akibatnya bisa dibayangkan lebih parah dari peristiwa Holocaust yang dialami nenek moyangnya, kocar kacir mencari tumpangan hidup ke negara lain.

Jika korban tewas peristiwa Holocaust sebagaimana dikutip dari Wikipedia Indonesia, diperkirakan 17 juta jiwa. Maka yang terjadi terhadap warga Palestina saat ini mengingatkan peristiwa tersebut, yakni telah hampir 21 ribu jiwa tewas.

Mereka tewas bukan karena perang one by one melawan Israel. Namun karena diserang dan dibombardir dengan pesawat tempur. Jelas melanggar hukum perang international karena menyerang warga sipil, rumah sakįt, tempat ibadah, dan tempat pengungsian. Tapi toh dengan sikap pongah, Israel tetap melakukan hal tersebut.

Bahkan kabar terakhir yang menyayat hati, adalah ditemukannya jenazah -jenazah warga Palestina dalam kondisi mengenaskan, sebab organ organ dalamnya sudah tak ada lagi, yang kabarnya dijual oleh tentara Israel.

Dan ternyata peristiwa seperti itu bukan hal baru lagi. Sebab telah sejak lama, Israel melakukan hal-hal serupa terhadap pekerja atau pun warga Palestina yang tewas karena pertempuran. Bukan rahasia lagi bila laboratorium medis negara zionis ini memiliki sample pasokan kulit dan organ manusia terbanyak di dunia. Dan kabar terakhir menyebut, organ dalam hilang biasanya ginjal dijual ke perdagangan pasar gelap internasional, yang bila dirupiahkan seharga 2,2 miliar!
Sedemikian buruknya perlakuan Israel terhadap warga Plalestina, namun baru terendus dunia baru baru ini saja. 

Nah jika anda sebagai pemilik rumah yang terusir akibat orang yang menumpang. Untuk kemudian organ dalam anggota keluarga anda diambil demi keserakahan materi, atau demi alasan penelitian kesehatan tanpa seizin anda. Apakah anda rela?

Setelah puluhan ribu warga sipil Palestina tewas dibombardir Israel. Bukan hanya wanita, anak anak, orang lanjut usia, bahkan bayi prematur pun mati perlahan tak berdaya. Lalu kemudian kuburan pun dibuldoser, hingga akhirnya terungkap pencurian organ dalam dari jenazah terbaru. Masih manusiakah yang melakukan itu?


Wait and see. Jangan-jangan IDF hanya tentara boneka yang dipaksakan bergerak demi pemimpin yang terlampau tinggi harga diri, ambisiius dan kehilangan hati nurani?



Comments