Siswa Libur Sekolah Guru Libur Juga di Mana Salahnya? (Yang Diinginkan Siswa Dari Guru)

 
Ilustrasi guru dan siswa (pic: dreamstime.com)

Guru bersedia mengorbankan banyak waktunya untuk siswa di saat seharusnya dapat menikmati break selesai mengajar, namun mengapa masih ada yang antipati dan stereotip ketika guru menikmati libur di saat siswa libur juga?

Setiap siswa sudah pasti menginginkan banyak hal dari gurunya, namun terkadang keinginan itu akan berbeda tanggapan dari guru satu dengan lainnya. Akan sangat disayangkan jika guru kurang dapat memahami keinginan siswa, bahkan berujung salah paham, sehingga mengakibatkan kekecewaan yang berujung ketidakpatuhan dan pembangkangan.

Sebetulnya tidak banyak yang diinginkan siswa dari guru. Apalagi mereka adalah jiwa-jiwa tulus yang tidak pernah menuntut berlebihan dari sang pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Mereka tidak pernah menuntut gurunya harus kaya raya, memiliki wajah menarik, atau berbaju mewah, bukan itu yang diinginkan siswa dari gurunya, sebab mereka menerima guru apa adanya.

Lalu timbul pertanyaan, mengapa ada siswa yang tidak demikian? Tentunya semua kembali ke kepribadian masing masing. Meski pun ada juga siswa-siswa yang tidak tulus menerima keadaan guru apa adanya, namun biasanya hal tersebut dipengaruh oleh situasi, kondisi, pola asuh, serta lingkungan siswa dibesarkan. Tetapi rata-rata sebagian besar siswa menerima guru apa adanya.


Yang Diinginkan Siswa Dari Guru

Banyak orang tidak memahami bahwa kasih siswa terhadap gurunya sangat tulus, mungkin hal ini terjadi karena mereka mempercayai serta mengidolakan sosok guru tersebut, sehingga mereka mau menerima guru apa adanya. Apalagi ketika kemudian guru selalu berusaha bersikap sempurna demi membahagiakan hati siswa-siswanya.

Kasih guru tak berbeda jauh dari orangtua pada umumnya. Mereka menginginkan kebahagiaan dan keberhasilan siswa-siswanya. Tak terbersit sedikit pun ada keinginan guru untuk dibalas budinya, dikenang jasanya, apalagi sampai timbul keinginan diberi hadiah mewah oleh siswa, sama sekali tak ada, guru benar-benar tulus.

Guru sedemikian tulus dalam mengasihi siswa-siswanya. Demikian juga siswa mengasihi tanpa tedeng aling-aling, bahkan terkadang kita sering menjumpai siswa yang justru lebih taat terhadap guru daripada orangtuanya, sehingga kadang mereka lebih sering mencium tangan guru ketimbang ayah ibunya

Jadi apa sebetulnya yang diinginkan siswa dari gurunya, sehingga dia sedemikian tulus mengasihi gurunya?

Perhatian

Siswa sangat menginginkan perhatian lebih dari gurunya. Perhatian dan kasih yang diberikan guru sangat berarti bagi siswa, terutama bagi siswa yang kurang memperoleh perhatian dan kasih sayang di tumahnya.

Anak-anak broken home, anak-anak dengan perceraian orangtua, ataupun anak-anak dengan rumahtangga orangtua yang tidak harmonis, sangat menginginkan perhatian dari gurunya. Mereka ingin curhat, berkeluh kesah, atau pun sekedar mendapat sapaan lembut dari guru untuk memulai hari-harinya di sekolah.

Ketika hal tersebut tidak didapatkan dari gurunya, maka timbullah rasa frustasi dan kecewa, sehingga dapat memicu rasa kebencian, permusuhan. Yang berkembang menjadi perlawanan terhadap guru, tawuran, perkelahian antar siswa, sebab mereka telah mengawali harinya dengan tidak ramah. Ketidakramahan yang berawal dari rumah, berlanjut di sekolah tak ada perhatian dari guru. Maka makin kacau balaulah pikiran siswa dalam menghadapi dunianya 

Akan jauh berbeda bila siswa berada dalam sekolah dengan guru-guru yang hangat dan ramah, maka akan melahirkan siswa-siswa yang hangat, serta bersahabat terhadap dunia sekitarnya. 

Sehingga tergelitik pertanyaan, bagaimana kalau siswa menjumpai guru hangat dan ramah di sekolah, namun situasi rumahnya kacau serta sarat konflik? Memang tidak mudah menghadapi keadaan di rumah, namun setidaknya kehangatan dan kekeluargaan di sekolah, dapat menenangkan kondisi psikologis siswa, sebab setidaknya, ia tidak sendiri, ada yang membimbingnya ke arah jalan yang benar.

Akan sangat kontradiktif dan memprihatinkan, apabila siswa menjumpai suasana tidak menyenangkan di rumahnya, kemudian di sekolah pun menjumpai hal serupa, maka kacau balaulah kondisi psikologis sang siswa. Jiwanya yang masih labil, dapat mendorongnya mencari pelampiasan dengan tawuran dan perkelahian.

Kasih sayang

Siswa yang berangkat dari rumahtangga kacau, akan memiliki hati yang kurang tenang dan gelisah. Sudah selayaknya sang guru bersikap sebagai pahlawan penyelamat jiwa siswanya. Memberikan kasih sayang tulus sebagai wujud pengganti orangtua yang diinginkan seorang anak.

Sekolah dengan guru-guru yang senantiasa mencurahkan kasih sayang tulus pada siswa. Menganggap siswa laksana anak sendiri, akan dapat membuat siswa menjadi pribadi mandiri, meskipun jiwanya terluka karena keadaan rumahtangga orangtua yang kacau balau.

Tempat curhat

Terkadang di sela kesibukannya mengajar, guru dengan tulus menyempatkan waktunya mendengar keluhan dan cerita siswa. Memang menyita waktu, apalagi sambil mengajar, namun justru pemikiran ladang pahala dan masa depan siswa agar lebih baik, maka guru bersedia melakukannya.

Pernahkah anda berpikir bahwa guru-guru luar biasa dengan kasih tulus telah bersedia mengorbankan banyak waktunya untuk siswa? Di saat ia seharusnya dapat menikmati break selesai mengajar, namun justru menyisihkan waktu untuk mendengar keluh kesah siswa, atau pun membahas pelajaran yang kurang dipahami. Meski ia bukan guru konseling atau pun pengajar les privat, namun guru tetap bersedia mengorbankan waktunya.

Sehingga sangat disayangkan, saat siswa menikmati libur sekolah panjang, yang tentu saja diikuti guru juga libur sekolah panjang. Namun justru banyak pihak yang mencibir guru bermalas-malasan, terlalu nyaman kehidupannya dan seharusnya tak mendapat jatah libur juga.


Stereotip dan antipati melihat guru libur kok bisa?

Pihak-pihak yang selalu mencibir dan mencari-cari kesalahan guru, mungkin di masa silam saat masih bersekolah, sering mengalami kekecewaan terhadap sikap guru-gurunya, menginginkan perhatian lebih dari guru namun tak didapatkannya. Mengharap kasih sayang dan dapat berkeluh kesah tapi tak dipedulikan guru, sehingga ketika dewasa menjadi antipati terhadap guru.

Siswa-siswa yang memperoleh banyak perhatian dan kasih tulus dari guru, akan tumbuh dewasa dengan kepercayaan penuh pada guru, sehingga saat dewasa tidak stereotip terhadap guru yang menikmati libur kala siswanya juga libur. Sebab secara realistis, bila guru mengajar siswa, ketika kemudian yang diajar tidak ada, otomatis guru dapat beristirahat, menikmati waktu kesendiriannya, "me time". Sehingga saat siswa kembali masuk sekolah, guru sudah dalam kondisi fresh, ibarat baterai dengan power maksimal, maka kondisi belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan. 

Akan jauh berbeda kondisinya, ketika saat libur sekolah, justru terdapat pihak-pihak yang memaksa agar guru tetap hadir ke sekolah meskipun hanya absen saja. Sebab hal tersebut terlalu mengada-ada, tidak bermanfaat, dan mengandung sentimen negatif terlalu besar terhadap guru.

Sikap antipati dan stereotip ketika melihat guru libur serta tak rela guru menikmati istirahatnya, jelas merupakan pemikiran picik serta sempit. Pemikiran seperti ini timbul karena diakibatkan ketidaktahuan, bahwa guru meskipun siswanya telah pulang sekolah, namun guru tetap belum pulang. Sebab berkutat dengan pekerjaan, seperti mengoreksi hasil pekerjaan siswa, menyiapkan bahan ajar untuk esok harinya, atau pun mendengar keluh kesah siswanya. Setelah semua usai, kesibukan guru berlanjut dengan mengurus kehidupan rumahtangganya.

Pemikiran picik dan sempit lah yang membuat guru kurang nyaman menikmati hidupnya, guru selalu dicurigai malas, kerjanya hanya ngerumpie, keluyuran ke pasar, sehingga mengabaikan siswa-siswanya. Tak dapat dipungkiri, mungkin memang ada ulah oknum guru yang seperti itu, tapi bukan berarti semua guru pasti seperti demikian. Mari berhenti bersikap "gebyah uyah", menganggap semua hujan akan mengakibatkan banjir, bukankah kemarau sangat mengharapkan datangnya hujan?


Ketika siswa memiliki kondisi keluarga yang hangat, ramah dan bersahabat, lalu kemudian berlanjut di sekolah menemui kondisi yang sedemikian rupa juga. Maka tak dapat dipungkiri, akan lahir generasi penerus negeri ini yang bermental tangguh. Dengan generasi tangguh, maka negara ini akan kuat ke depannya.

Comments