Postingan

Menampilkan postingan dengan label Seni

Buku 'Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang' Karya Naufal Anggito Yudhistira, Rujukan Mengkaji Kesusastraan Jawa Kuna-Bali

Gambar
  Kontributor :Lasman Simanjuntak JAKARTA- Buku berjudul “Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang” adalah tulisan Naufal Anggito Yudhistira yang diterbitkan oleh Perpusnas Press tahun 2023.  Buku ini adalah salah satu terbitan penelitian filologi yang merupakan bagian dari hibah penerbitan naskah kuno yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI.  Buku ini juga  merupakan bagian dari penelitian tugas akhir (TA) dari Naufal Anggito Yudhistira di Prodi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa Universitas Indonesia dengan beberapa penyesuaian. Selain itu ia juga telah menulis buku berjudul "Serat Panji Pudhak Lelana" (cetakan pertama 2021) dan buku berjudul " "Di Balik Makna 99 Desain Batik". "Buku ini bisa menjadi salah satu rujukan dalam mengkaji kesusastraan Jawa Kuna-Bali. Dari segi penggarapan filologisnya, teks Kakawin Lambang Palambang disajikan dengan metode naskah tunggal dan dalam bentuk suntingan teks berupa edisi kritis," jelas Naufal Anggito ...

AI dan Kreativitas Menantang Batas Seni Manusia: Analisis Kognitif-Estetik atas Klaim Nature Mengenai Potensi Kreatif LLM

Gambar
Ilustrasi seni (Pic: Grok) AI menembus batas produktivitas, menggoyang definisi estetik, dan membuat semua orang bertanya ulang: Apakah kreativitas itu tujuan, proses, atau relasi? Artikel  Nature  22 November 2025 kembali mengguncang diskusi global soal status kreatif AI.  Melalui studi eksperimental lintas laboratorium, riset ini menunjukkan bahwa model bahasa besar (LLM) mampu menghasilkan karya seni, musik, dan rancangan riset ilmiah yang tidak hanya mendekati performa manusia tetapi secara statistik lolos sebagai  real-world creative outputs .  Tulisan ini membahas apakah AI dapat dikategorikan “kreatif”, bagaimana proses kognitifnya berbeda dari manusia, serta implikasi hukum dan etika mengenai hak cipta dan kepemilikan karya. Pendahuluan Setiap era peradaban punya momen ketika definisi manusia perlu digugat kembali. Abad ke-17: mesin uap. Abad ke-20: DNA. Abad ke-21: kecerdasan buatan generatif. Pertanyaan utama yang diajukan  Nature : “Apakah AI ben...

CERPEN: Seandainya Itu Aku

Gambar
 Seandainya Itu Aku (Pic: Grok) Aku menemukan satu hal yang lebih penting dari cinta:  diri yang akhirnya pulang Dulu, aku mencintainya sampai tak tersisa ruang di dadaku untuk hal lain. Dia datang tanpa aba-aba, tanpa janji, tapi entah kenapa seluruh hidupku tiba-tiba merasa punya arah.  Setiap pagi terasa punya alasan, setiap malam jadi perpanjangan dari pikiranku tentang dia.  Aku menulis, tertawa, bernafas — semua dengan bayangannya di antara sela-sela napas. Waktu itu, aku pikir cinta memang begitu: memberi sampai tak bersisa, mencurahkan diri tanpa batas, rela menukar tenang demi kebersamaan yang hangat. Aku mencintainya bukan karena siapa dia, tapi karena diriku terasa lengkap saat bersamanya. Dan mungkin di situlah kesalahannya mulai tumbuh — ketika cinta berubah jadi penghapusan diri. Hari-hari berlalu, dan perlahan warna itu pudar. Bukan karena sesuatu yang besar, tapi karena hal-hal kecil yang tak terucap: diam yang terlalu panjang, kata yang jadi dingin, ...