Rekayasa Demografi dan Aneksasi sebagai Instrumen Kekuasaan: Studi Kolonial Kontemporer Israel di Palestina
![]() |
| Ilustrasi kondisi Tepi Barat dan Gaza (Pic: Grok) |
Mereka yang masih memiliki nurani tetap percaya — ingatan, fakta, kemanusiaan tak bisa dibunuh hanya dengan suara senjata dan resolusi
Sejak akhir 2023, konflik bersenjata antara Israel dan entitas Palestina (terutama Hamas) telah digunakan sebagai alat kebijakan untuk memperluas kontrol teritorial terhadap Tepi Barat dan Jalur Gaza — bukan sekadar keamanan atau pertahanan.
Tulisan ini menelaah bagaimana praktik pemukiman baru, deklarasi aneksasi, rencana pemindahan diaspora Yahudi (termasuk komunitas Bnei Menashe dari India), dan garis-kuning gencatan senjata di Gaza berfungsi sebagai mekanisme kolonial modern.
Studi menunjukkan bahwa narasi keamanan dan perang digunakan untuk memuluskan ekspansi teritorial, pendudukan faktual, dan rekayasa demografi — sementara hak sipil, kemanusiaan, dan kedaulatan penduduk Palestina secara sistematis diabaikan.
Ekspansi Pemukiman & Rencana Aneksasi Tepi Barat
Pada 2025, pemerintah Israel mengumumkan pembangunan 22 permukiman Yahudi baru di Tepi Barat.
Laporan 26 Februari 2025 dari otoritas Palestina menunjukkan 44,5% wilayah Tepi Barat kini berada di bawah kontrol Israel akibat perluasan pemukiman dan aneksasi de facto.
Seorang pejabat Israel menyatakan secara terbuka bahwa pemerintah menargetkan kedaulatan atas hingga 82% wilayah Tepi Barat, menyisakan 18% untuk kota/kawasan Palestina — terang-terangan menolak kemungkinan negara Palestina merdeka.
Analisis hukum internasional dan pernyataan resmi PBB menggarisbawahi bahwa aksi pemukiman dan aneksasi melanggar hukum internasional — menegaskan ini bukan sekedar ekspansi, tapi kolonialisasi modern.
Implikasi: Pemukiman dan deklarasi aneksasi bukan proyek sporadis — melainkan kebijakan struktural untuk menghapus kedaulatan Palestina, menjadikan Tepi Barat sebagai bagian permanen dari Israel.
Gaza 2025: “Gencatan Senjata” dan Garis Kuning — Alat Pembagian & Penguasaan Ulang
Setelah kesepakatan gencatan senjata Oktober 2025, Israel menerapkan “yellow line” (garis kuning) sebagai batas garis mundur.
Realitas: garis ini secara de facto mempersempit ruang gerak warga Gaza, memisahkan wilayah, dan memungkinkan kontrol militer permanen.
Analisis satelit dan laporan lapangan menyebut garis kuning itu berisiko menjadi batas permanen — artinya, bukan “solusi sementara,” tapi langkah redefinisi wilayah Gaza.
Sembari gencatan senjata, militer Israel terus menyerang area dekat garis kuning, dengan kebijakan “free-fire” terhadap siapa saja mendekat — termasuk warga sipil.
Banyak korban sipil—termasuk anak-anak—tercatat tewas setelah gencatan. Kondisi kemanusiaan: pengungsian massal, rusaknya rumah, hilangnya akses air/lih, serta blokade bantuan yang terus berlangsung.
Implikasi: Gencatan senjata dan “garis kuning” bukan jalan menuju perdamaian; melainkan skema administratif kekuasaan: menyingkirkan Palestina dari akses tanah dan ruang hidup, menyetop resistensi, sambil memproklamirkan “normalitas.”
Rekayasa Demografi: Rencana Pemindahan Yahudi-India & Konsolidasi Populasi Zionis
Pemerintah Israel menyetujui rencana menerima sekitar 5.800 anggota komunitas Bnei Menashe dari India, untuk dipindahkan dan dipukimkan di Israel, terutama di area strategis di Galilea.
Rekrutmen diaspora baru ini di tengah konflik dan aneksasi menunjukkan motif demografis dan strategis: memperbanyak populasi Yahudi agar klaim tanah “demografis mayoritas” dapat dipertahankan — bahkan saat wilayah pendudukan meningkat.
Pendatang baru ini berpotensi menjadi “pemukim baru” — bagian dari kebijakan kolonial modern, menggantikan atau menekan populasi asli Palestina, merubah komposisi demografis, dan melemahkan klaim hak Palestina atas tanah.
Implikasi: Pemindahan etnis melalui diaspora bukan semata soal agama atau imigrasi; itu alat politik-demografis untuk permanenkan aneksasi dan hapus hak kolektif penduduk asli.
Mekanisme Ideologi & Kekerasan Sistemik: Dari Parfum “Keamanan” ke Kentut “Penjajahan”
Model ini mengikuti pola kolonial klasik:
Tahap | Narasi yang Dipromosikan | Kenyataan di Lapangan |
Keamanan / Teror | “Kami perlu melindungi warga Israel dari teror Hamas / ekstremis” | Gencatan senjata + militer tetap operasional di Gaza; warga sipil terbunuh, militer tetap kuasai wilayah. |
Rekonstruksi / Stabilitas | “Zona aman” & “pembangunan ulang” | Garis kuning + kontrol militer permanen + rencana pemukiman & transmigrasi Yahudi-India — bukan pemulihan untuk warga Gaza. |
Legitimasi Politik & Demografi | “Hukum & sejarah mendukung hak Israel atas tanah ini” | Fakta aneksasi ilegal, pemukiman ilegal, pelanggaran HAM — tapi tetap dipaksakan melalui kekuatan militer dan politik. |
Intinya: “Parfum keamanan” itu adalah topeng. Di balik itu ada kolonisasi, reposisi demografi, dan perebutan sumber daya — bukan perlindungan.
“Penjajah Menang Lagi” — Tapi Di Mana Keadilan & Kemanusiaan bagi Palestina?
Kekuasaan Israel tahun 2025 menunjukkan model penjajahan modern: bukan kolonialisme langsung, tapi lewat pemukiman, aneksasi legal-administratif, batasan wilayah lewat “garis kuning”, dan rekayasa demografi lewat imigrasi Yahudi diaspora.
Bantahan terhadap hak Palestina tidak hanya lewat senjata, tapi lewat birokrasi, peraturan, pembangunan infrastruktur Zionis.
Setiap upaya perdamaian yang tidak mempertimbangkan aspek keadilan historis — tanah, demografi, hak kembali — hanyalah stiker kosmetik di atas proyek permanen dominasi.
Dunia internasional, hukum internasional, bahkan retorika HAM diperlakukan seperti tisu sekali pakai: dipakai untuk kecaman sesaat, lalu dibuang saat kepentingan hegemonik dipertaruhkan.
Maka penjajah bisa menang tanpa bersih — bau “kentut” penjajahan itu tetap disamarkan parfum diplomasi, disetujui lewat suara mayoritas global, dinormalisasi lewat media.
Tetapi, mereka yang masih memiliki nurani tetap percaya — ingatan, fakta, kemanusiaan tak bisa dibunuh hanya dengan suara senjata dan resolusi.
Referensi
• DW. (2025, May 29). Israel umumkan ekspansi besar pemukiman Yahudi di Tepi Barat. DW Indonesia.
• ANTARA. (2025, May 31). Spanyol kutuk 22 pemukiman baru Israel di Tepi Barat. ANTARA News.
• DW. (2025, August 14). Israel wacanakan perluasan pendudukan di Tepi Barat. DW Indonesia.
• The Guardian. (2025, October 26). Fears Gaza ‘temporary’ ceasefire line could become permanent new border. The Guardian.
• Al Jazeera. (2025, February 1). Palestinian patients on way to Egypt as Rafah crossing opens after 9 months. Al Jazeera.
• Reuters. (2025, December 6). Gaza talks at critical moment, ceasefire not complete, Qatar’s prime minister says. Reuters.

Komentar
Posting Komentar