Hegemoni Hukum dan Energi: Penyitaan Kapal Tanker Venezuela oleh AS dalam Perspektif Geopolitik, Sanksi Internasional, dan Krisis Legitimasi Global
![]() |
| Ilustrasi penyerbuan kapal (Pic: Grok) |
Pentingnya peninjauan ulang terhadap legitimasi tindakan negara kuat dalam kerangka hukum internasional yang adil dan konsisten
Pada 10–11 Desember 2025, Amerika Serikat mengumumkan penyitaan sebuah kapal tanker minyak besar yang berbendera Venezuela di perairan lepas pantai negara itu, dengan alasan penegakan sanksi ekonomi terhadap Caracas.
Aksi ini menarik reaksi keras dari Venezuela dan aktor global lain, yang mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran hukum maritim dan bentuk praktik hegemonik terhadap negara berdaulat.
Artikel ini mengevaluasi dasar hukum dan justifikasi geopolitik di balik operasi tersebut, menempatkannya dalam konteks struktur sanksi internasional, persaingan energi global, serta kritik terhadap standar ganda dalam penegakan hukum internasional.
Tulisan ini menggunakan metode analisis dokumen otoritatif (pernyataan pemerintah, laporan media internasional, teks sanksi, dan norma hukum maritim), serta teori hubungan internasional realistis dan kritis.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tindakan sepihak AS memperburuk krisis legitimasi hukum global, mempertebal dinamika dominasi energi, dan menimbulkan implikasi serius terhadap preseden tindakan negara kuat terhadap kapal komersial milik negara lemah.
Latar Belakang
Dalam dekade terakhir, sanksi ekonomi dan kontrol atas pergerakan energi menjadi alat kebijakan luar negeri yang dominan bagi kekuatan besar, terutama Amerika Serikat.
Venezuela — sebagai produsen minyak utama — telah lama menjadi target sanksi, terutama sejak pengetatan hubungan AS–Caracas pada awal 2020-an.
Ketegangan ini memuncak pada Desember 2025 ketika kapal tanker minyak Venezuela disita oleh otoritas AS di lepas pantai, di tengah klaim bahwa kapal tersebut berada dalam pelanggaran sanksi.
Permanent sanksi terhadap energi, khususnya sektor minyak, mencerminkan kombinasi strategi ekonomi dan dominasi geopolitik dalam disiplin hubungan internasional.
Aksi penyitaan kapal negara lain oleh aktor kunci menjadi titik perdebatan mengenai batas sah penegakan sanksi, supremasi hukum maritim, dan hak atas kedaulatan sumber daya alam.
Metodologi
Pendekatan penelitian ini adalah analisis kualitatif multi-sumber, mencakup:
• Pernyataan resmi pemerintah AS, Venezuela
• Laporan media internasional (Reuters, Euronews, Politico)
• Teks sanksi dan hukum maritim internasional (UNCLOS, resolusi PBB terkait sanksi)
• Teori hubungan internasional (realism vs critical legal perspectives)
Metode ini memungkinkan evaluasi normatif dan empiris atas motif, justifikasi, dan dampak dari tindakan penyitaan tersebut.
Dasar Hukum dan Justifikasi AS
AS mengklaim tindakan penyitaan sebagai bagian dari penegakan sanksi ekonomi yang telah diberlakukan terhadap Venezuela (termasuk pembatasan ekspor minyak).
AS merujuk pada:
• rezim sanksi unilateral yang diberlakukan melalui Undang-Undang Amerika Serikat
• perintah eksekutif Presiden terkait pembatasan perdagangan energi
Namun, dasar ini tidak otomatis memberi otoritas internasional untuk melakukan penyitaan di perairan lepas pantai tanpa dukungan resolusi PBB atau legalitas maritim yang jelas.
Kritik muncul karena perintah semacam ini dapat berkonflik dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan prinsip kedaulatan laut.
Geopolitik Energi dan Sanksi Internasional
Penyitaan kapal tanker Venezuela harus ditempatkan dalam dinamika lebih luas:
• Dominasi AS dalam pasar energi global
• Persaingan geopolitik dengan negara yang menentang kebijakan luar negeri AS
• Upaya memaksakan rezim perubahan politik melalui tekanan ekonomi
Dalam strategi realis hubungan internasional, penggunaan sanksi dan tindakan sepihak mencerminkan cara negara kuat memaksakan kepentingan terhadap negara yang lebih lemah tanpa mekanisme hukum multilateral yang kuat.
Standar Ganda, Hukum Internasional, dan Legitimasi
Kritik terpenting terhadap penyitaan ini adalah standar ganda hukum internasional:
• Ketika tindakan serupa dilakukan oleh aktor non-barat, sering disebut ilegal atau agresif.
• Ketika dilakukan oleh AS atau negara adikuasa lain, sering distandarkan pada penegakan sanksi atau keamanan nasional.
Ini mencerminkan problem struktural dalam hubungan internasional di mana norma hukum tidak diterapkan secara konsisten.
Dampak dan Implikasi
1.Dampak terhadap Hubungan AS–Venezuela
Penyitaan memperburuk ketegangan diplomatik dan memicu protes internasional, termasuk tuduhan bahwa tindakan tersebut menyerupai pembajakan atau pencurian aset negara lain.
2.Dampak terhadap Sistem Sanksi Internasional
Penyitaan kapal sebagai alat penegakan sanksi bisa membuka preseden berbahaya:
• Kekuasaan hukum oleh negara kuat tanpa konsensus internasional
• Erosi prinsip kedaulatan maritim
3.Dampak terhadap Stabilitas Energi Global
Ketidakpastian hukum atas transportasi energi dapat memicu volatilitas di pasar minyak, memperkuat risiko geopolitik terhadap pasokan dan harga energi dunia.
Penyitaan kapal tanker Venezuela oleh Amerika Serikat pada Desember 2025 bukan sekadar insiden taktis dalam konflik bilateral. Hal itu mengungkap problematika struktural dalam sistem hukum internasional, dominasi energi, dan implementasi sanksi.
Tulisan ini memperlihatkan keterkaitan antara kekuatan negara, hukum maritim, dan dinamika geopolitik energi, serta pentingnya peninjauan ulang terhadap legitimasi tindakan negara kuat dalam kerangka hukum internasional yang adil dan konsisten.
Referensi
Antara News. (2025, December 11). Trump sebut AS telah rampas kapal tanker minyak di laut Venezuela. ANTARA News.
Euronews. (2025, December 11). US seizes oil tanker off Venezuela’s coast, drawing swift condemnation from Caracas.
Politico. (2025, December 10). US seizes Cuba-bound Venezuelan oil tanker, ramping up pressure on Maduro.
Reuters. (2025, December 10). US seizes sanctioned oil tanker off coast of Venezuela, Trump says.
News24. (2025, December 11). US seizes Venezuelan oil tanker, denounced as ‘international piracy’ by Venezuela.

Komentar
Posting Komentar