Terhentinya Bantuan UNRWA, Bom Waktu Genosida Impian Israel

Anak-anak pengungsi Palestina di depan markas UNRWA (pic:betactvnews.ca)

Jika bantuan UNRWA benar-benar dihentikan maka usaha genosida Israel akan berhasil sebab musnahnya warga Palestina akan menyisakan wilayah kosong merupakan cara paling mudah untuk menduduki dan menguasainya


Beragam pelanggaran hukum internasional dilakukan Israel demi memuaskan kebenciannya terhadap Palestina dengan kedok memburu Hamas. Namun dunia seperti tak berkutik, hanya memandang, mengkritik, tapi tak mampu melakukan tindakan apapun untuk mencegahnya. Hal ini yang membuat negara zionis ini kian congkak dan percaya diri melakukan kebrutalan-kebrutalan lainnya.

Setelah beragam tindakannya yang mengarah genosida mendapat kecaman dunia. Kini Israel menempuh jalan lain, yakni melalui cara mempengaruhi negara-negara donatur tetap UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East.)


Keahlian Israel merubah jalan pikiran seseorang

Sebagai sebuah Lembaga Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina, tentu saja keberadaan UNRWA sangat diperlukan demi kelangsungan hidup warga yang terjajah zionis. 

Namun bukan Israel namanya kalau tidak jago propaganda. Salah satu contoh public figure yang termakan hal tersebut adalah Elon Musk. Bagaimana sebelumnya ia sangat getol membela hak dan memahami penderitaan rakyat Palestina, hingga berkeinginan memberi sinyal satelit Starlinknya demi membantu kesulitan rakyat terjajah akibat jaringan internet diputus oleh Israel. 

Tetapi sikap empati tersebut tiba-tiba berbalik sembilan puluh derajat setelah kunjungannya ke Israel. Kunjungan yang hanya sepihak, sebab ia tidak melanjutkannya ke Palestina. Dengan alasan keamanan, atau memang ia sengaja ditakut-takuti agar tidak berani menginjakkan kakinya di wilayah Gaza yang telah porak poranda akibat tindakan brutal IDF.

Sikap yang diambil Elon Musk jelas tidak menyiratkan keadilan, serta menjurus keberpihakan dengan cara kunjungan ke wilayah negara tertentu saja. Memang kehebatan propaganda sangat luar biasa. Entah cerdik atau licik, namun setelah kunjungannya ke negara zionis, tak terdengar lagi pembelaan Elon Musk terhadap warga Palestina.

Di satu sisi, mungkin langkah yang diambil Elon dapat dimaklumi, sebab ia berhadapan dengan dilema sulit. Dalam pemikirannya, untuk apa membela Palestina yang tak ada apa-apanya bila keselamatan diri dan keluarganya harus terancam. Sebab deteksi spionase dan gerakan senyap "hantam kromo"agen intelijen zionis tak diragukan lagi.

Ketika tindakan tak menghasilkan hasil yang maksimal, maka cara propaganda dianggap paing ampuh, karena mampu mempengaruhi jalan pikiran dan pendapat seseorang.

Bukan hanya Elon Musk. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden pun termakan oleh pemberitaan sepihak dari Israel. Bagaimana kala itu ia menunjukkan sikap kemarahan terhadap Hamas, karena diberitakan memutilasi bayi-bayi Israel serta memperkosa para wanitanya. Hingga kemudian Gedung Putih meralatnya sebab tidak ada bukti kuat dan hanya merupakan klaim sepihak Israel.

Tak berbeda jauh dengan yang terjadi beberapa waktu terakhir ini. UNRWA menjadi korban propaganda tersebut karena beberapa stafnya dituduh Israel terlibat dalam peristiwa 7 Oktober.


UNRWA terpengaruh?

Meskipun tuduhan Israel terhadap UNRWA bersifat sepihak, tidak berdasar, dan tanpa bukti yang kuat, Namun anehnya dipercaya dengan cepat oleh negara-negara donaturnya. Sehingga mereka memutuskan untuk menghentikan bantuan kemanusiaan bagi warga yang dirundung nestapa akibat perlakuan negara zionis.

Meskipun beberapa negara donatur masih berpikir rasionil dan memutuskan tetap akan memberikan banuan, tapi toh mereka juga diliputi kebimbangan dengan klaim Israel tersebut. Terbukti setelah Februari, mereka ragu untuk melanjutkan donasinya kembali.

Beragam hal dilakukan negara zionis demi pembalasan dendam peristiwa 7 Oktober. Semuanya mengarah pada genosida sebab terindikasi pemusnahan warga Palestina. Karena dianggap telah terendus dunia, sehingga ditempuh cara pemusnahan lain yang lebih ampuh, sebab dapat memusnahkan langsung ke akar-akanya. Yaitu dengan cara menghentikan pasokan hajat hidup bagi warga Palestina, yakni bantuan dari negara-negara donatur UNRWA.

Bisa dibayangkan apabila donasi terhenti. Tentu saja pemusnahan warga Palestina akan berhasil dengan hasil luar basa, sebab mereka akan kelaparan panjang, hingga kemudian mengalami kematian massal karena tak ada pasokan makanan. Kini dapat dipahami bahwa tujuan akhir penghentian bantuan adalah sebuah pemusnahan.

Segala tindakan yang dinilai dunia sebagai genosida, namun tidak demkian dengan Israel. Bagi negara zionis ini, cara yang ditempuh lebih efektif untuk memburu dan menumpas Hamas. Tapi hal tersebut menimbulkan pertanyaan. Apakah wanita, anak-anak, orang lanjut usia, serta bayi-bayi prematur di Gaza yang meregang nyawa akibat tindakan brutal IDF adalah anggota Hamas?

Matinya empati dari prajurit IDF saat memamerkan persediaan logistiknya yang melimpah di saat pengungsi Palestina mrngalami kelaparan, menyiratkan tujuan genosida yang sesungguhnya 
.
Beragam kekejian disuguhkan tentara Israel, yang tentu saja hanya sebagai kepanjangan tangan dari pemerintahnya. Seolah menganggap tindakan yang diambil sah-sah saja sebagai sebuah pembelaan diri terhadap luka hati akibat peristiwa 7 Oktober.

Negara zionis ini berharap pembelaan seluruh dunia atas sikap dan langkah yang ditempuhnya, meski kemudian mendapat kritikan dunia karena kebrutalan serta kebiadabannya.

Beragam peristiwa terbaru yang mengelus dada, diantaranya adalah pengembalian seratus jasad warga Palestina oleh tentara Israel. Kebiadaban mencuri jenasah dan memutilasi demi mendapatkan organ tubuhya, sungguh merupakan kengerian terbesar yang biasanya hanya bisa ditonton di film-film horor seperti Dracula atau Zombie.

Kekejian lainnya adalah saat tentara IDF menyamar menjadi tenaga medis dan pengunjung, saat memasuki sebuah rumah sakit demi bisa membantai tiga pemuda Palestina dengan cara menembak kepalanya Bila memang benar para pemuda tersebut merupakan anggota Hamas, maka tindakan yang dilakukan Israel tetap dikategorikan sebagai pelanggaran hukum perang internasional, karena memasuki rumah sakit dan membantai lawan dalam keadaan tidak berdaya.

Bahkan hal paling mengenaskan yang terjadi, adalah tewasnya kakak beradik Palestina yang ditembak mati oleh penembak jitu tentara Israel, padahal bocah-bocah itu telah menggenggam bendera putih. Apa tujuan penembakan kalau bukan pembersihan etnis? Sebab mustahil bocah-bocah kecil itu anggota Hamas yang bersenjata.

Tampaknya Israel sedang sangat paranoid. Sehingga dalam cara pandang mereka, bahwa seluruh warga Palestina adalah anggota Hamas. Sebuah pemikiran sempit dan picik akibat kebingungan dan kekalutan pola pikir.

Akankah seluruh negara donatur UNRWA akan menelan mentah-mentah propaganda Israel? Jika hal tersebut benar-benar terjadi, maka akan sukseslah sebuah usaha genosida demi pembersihan dan pemusnahan etnis tertentu secara perlahan tapi pasti.

Dengan musnahnya warga Palestina, maka wilayah mereka akan kosong. Jelas merupakan cara paling mudah untuk menduduki dan menguasainya. Sebuah ide briliant terbaru dari produk kebiadaban manusia demi menguasai wilayah manusia lainnya di abad ini. 

Disaat penguasaan dan kekejian itu terjadi, justru manusia lainnya lagi, hanya duduk menonton dan cari aman. Itulah contoh bukti keegoisan dan matinya empati manusia-manusia abad ini. Menganggap penderitaan manusia lain sebagai sebuah obyek menarik, menonton sambil minum kopi dan menggigit sandwich di depan televisi.

Masih adakah nurani dan empati dunia saat tujuan dari semua itu adalah demi memusnahkan sebuah etnis. Sementara, memburu Hamas hanya sebuah kamuflase untuk mencapai semua tujuan itu? Saatnya dunia berpikir. 


 

Comments