Tunjangan Profesi Guru Lebih Tepat Ditransfer bersama Gaji Bulanan, Ini Alasannya!
Foto: voaindonesia.com |
Kebijakan sistem single salary berdasar Civil Apparatus Policy Brief Badan Kepegawaian Negara (BKN) 2017 akan memungkinkan guru PNS untuk menerima tunjangan sertifikasi setiap bulan karena akan dicairkan bersamaan dengan gaji guru
Mulai 2025 Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan menerapkan skema gaji tunggal atau single salary terhadap gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk PNS dan PPPK. Sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia (15/05/2024).
Dalam Civil Apparatus Policy Brief Badan Kepegawaian Negara (BKN) bertajuk Kebijakan Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil: Design Gaji dan Tunjangan pada 2017, single salary system adalah sistem gaji PNS yang hanya akan memuat satu jenis penghasilan yang merupakan gabungan berbagai komponen penghasilan.
Single salary terdiri atas unsur jabatan (gaji) dan tunjangan (kinerja dan kemahalan) dan sistem grading atau pemeringkatan terhadap nilai atau harga jabatan akan ditetapkan dalam menentukan besaran gaji di beberapa jenis jabatan PNS. Grading ini akan menunjukkan posisi, beban kerja, tanggungjawab dan risiko pekerjaan.
Setiap grading terbagi menjadi beberapa tahapan dengan nilai rupiah yang berbeda. Oleh karena itu ada kemungkinan PNS yang mempunyai jabatan sama bisa mendapatkan gaji yang berbeda, tergantung penilaian harga jabatan yang dilihat dari beban kerja, tanggungjawab, dan risiko pekerjaan.
Single Salary tunjangan profesi rutin bersama gaji tiap bulan
Sebagaimana kita ketahui bersama, pada Agustus 2017 lalu. Badan Kepegawaian Negara (BKN) menerbitkan sebuah dokumen terkait skema gaji tunggal Dalam dokumen itu, single salary system membuat PNS hanya akan menerima satu jenis penghasilan berupa gabungan berbagai komponen penghasilan.
Kebijakan sistem satu gaji ini akan memungkinkan guru PNS untuk menerima tunjangan sertifikasi setiap bulan, karena gaji guru akan dicairkan bersamaan dengan tunjangan profesi tersebut.
Apalagi bila merujuk pada Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, yang salah satunya membahas tunjangan guru, memang tidak menetapkan bagaimana tunjangan tersebut diberikan. Selama ini yang menetapkan mekanisme penyalurannya adalah Permendikbud. Sehingga, apabila satu gaji diterapkan, maka guru dapat menerima tunjangan bersamaan dengan pencairan gaji bulanan mereka.
Alasan tunjangan profesi guru lebih tepat tiap bulan
Kebijakan dari pemerintah tentang tunjangan profesi guru yang akan disalurkan ke dalam gaji setiap bulan merupakan wacana menarik dan patut diwujudkan. Mengapa demikian?
1. Menghindari kecemburuan sosial dari publik
Ketika guru menerima tunjangan profesi setiap triwulan tentu saja jumlahnya menjadi terlihat besar. Hal inilah yang menimbulkan kecemburuan sosial dikalangan masyarakat, termasuk didalamnya ASN dari instansi lain. Padahal jumlah nilai tunjangan profesi apabila apabila ditransfer tiap bulan tidaklah sebesar yang diirikan tersebut.
Tidak semua guru memiliki kehidupan yang berkecukupan. Bahkan mayoritas guru banyak yang menjaminkan surat pengangkatannya ke bank. Hal ini sebagai rahasia umum, bahwa mayoritas guru memiliki tanggungan hutang di bank.
2. Menjaga marwah dan kehormatan guru
Pandangan negatif publik akibat kecemburuan sosial menyaksikan tunjangan triwulan guru yang dianggap sangat besar. Sehingga menimbulkan kesan negatif bahwa guru hanya berhura-hura, berpesta-pora, menghambur hamburkan uang setiap memperoleh tunjangan profesi.
Mungkin ada beberapa oknum guru yang melakukan hal tersebut sehingga membuat gerah publik. Namun tak sepatutnya masyarakat bersikap "gebyah uyah" alias menyamaratakan semua guru seperti itu, karena oknum guru yang melakukan hal tersebut hanya segelintir. Sebab kenyataan di lapangan, lebih banyak guru yang hidup prihatin di tiap bulannya.
3. Membantu keuangan guru yang gajinya minus tiap bulan
Tak sedikit guru yang prihatin kehidupannya karena setiap bulannya gajinya minus untuk membayar hutang di bank. Atau habis untuk membiayai sekolah dan kuliah anaknya. Bahkan kemungkin guru tersebut menderita sakit, yang mengharuskan ia kontrol ke dokter setiap bulan.
Ketika gaji sudah nol, tentu saja guru harus berhutang kemana-mana. Salah satunya ngutang ke bank. Ketika uang pinjaman di bank telah habis untuk membiayai hidup sehari-hari, atau pun biaya kuliah anak, tentu saja guru akan kelimpungan. Gali lubang tutup lubang.
Dengan ditransfernya tunjangan profesi berbarengan dengan gaji, tentu saja dapat membuat guru yang gajinya minus bernafas lega.
4. Membantu guru lebih bijak dan berhati-hati mengelola keuangan
Kepribadian guru patut diacungi jempol. Meskipun hidup serba kekurangan namun makhluk tetap tabah dan sabar. Guru tidak pernah menghutang uang ke orangtua murid. Mereka memilih diam dan memendamnya dalam hati.
Akibatnya ketika tunjangan profesi triwulan didapatkan, maka serasa hujan di musim kemarau, guru bisa menjalankan roda kehidupannya kembali. Euforia semacam ini yang kerap membuat sebagian guru kurang dapat mengontrol keuangannya. Sehingga bisa membuat keuangan menjadi minus. Padahal harus menunggu tunjangan kembali tiga bulan berikutnya, yang belum tentu tepat waktu karena pemerintah daerah atau dinas pendidikan setempat terlambat membayarnya.
Wacana pembayaran tunjangan profesi guru setiap bulan langsung ke rekening gaji merupakan terobosan cerdas, agar guru dapat lebih berhati hati dan cermat dalam memanage keuangannya. Serta menghindarkan sikap kecemburuan sosial publik.
5. Tanda negara tulus memuliakan pahlawan tanpa tanda jasa
Selain guru, tunjangan profesi juga diterima oleh dosen. Namun karena ditransfer setiap bulan langsung direkening gaji, sehingga tidak ada jumlah fantastis seperti tunjangan profesi guru yang terlihat publik tiap triwulan. Dengan adanya transfer tiap bulan, tentu saja tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial dari publik.
Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, guru juga sudah selayaknya menerima tunjangan profesi tepat waktu setiap bulan, agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat.
Kecemburuan sosial yang besar baik dari masyarakat atau pun instasi lain dapat menimbulkan pemikiran negatif. Akibatnya, setiap tiba waktu liburan sekolah, guru ASN selalu dipelototi dan dianggap makan gaji buta ketika ikut berlibur. Padahal secara realistis, bukankah pasien ilmu seorang guru adalah siswa. Ketika pasien liburan apakah guru tak boleh juga beristirahat menikmati liburannya?
Dengan ketidakrelaan melihat guru ASN beristirahat juga saat liburan sekolah. Maka dibuatlah beragam kebijakan dari masing-masing daerah, yang berusaha agar guru tetap masuk sekolah meski pun tidak ada siswanya.
Kebijakan yang terkesan mengada-ada, dengan alasan bahwa guru harus tetap masuk kerja untuk mengerjakan segala macam tetek-bengek administrasi sekolah. Padahal di zaman modern seperti ini bukankah work from home dapat diterapkan?
Tak bisa dibayangkan, ketika guru telah mengeluarkan seluruh daya upayanya intuk mencerdaskan anak bangsa. Berangkat pagi meninggalkan anak-anaknya di penitipan dengan derai air mata demi anak orang. Bahkan rela tanpa sarapan agar tidak terlambat mengajar. Namun kemudian ia tak diperkenankan menikmati liburan bersama buah hatinya, yang tentu saja libur sekolah.
Timbulnya kebijakan bahwa guru tak boleh libur meski siswanya libur, mungkin timbul akibat ulah kurang bijak dari beberapa oknum guru yang bermalas-malasan saat mengajar, atau sering datang terlambat ke sekolah. Tapi bukankah tak semua guru seperti itu? Ketika semua guru dilabeli negatif, lalu bagaimana nasib guru yang benar-benar mengabdi jungkir balik demi anak bangsa?
6. Pendidikan bukan ajang liberalisasi dan komersialisasi
Guru bukan robot. Ketika guru dianggap robot dengan memaksanya terus menerus bekerja meski pun tidak ada siswanya, maka lama kelamaan ia akan tumbang dalam memberikan ilmu, sebab ropot pun perlu waktu untuk mengisi baterainya.
Perlu sikap manusiawi dalam memperlakukan guru sebab guru bukan robot. Ketika timbul kebijakan yang tak rela guru beristirahat, jelas menunjukkan bahwa telah terjadi liberalisasi dan komersialisasi dalam dunia pendidikan.
Mahasiswa perguruan tinggi menjerit saat UKT dinaikkan sangat tinggi. Hingga dibatalkan sebab jelas mengarah ke komersialisasi dan liberalisasi pendidikan. Demikian juga dengan aturan yang menyiratkan ketidakrelaan apabika guru menikmati istirahatnya saat siswa libur dengan anggapan telah memperoleh tunjangan profesi, negara telah keluar duit. Jelas guru dianggap robot, tenaganya dikomersialisasikan, tidak ada nilai kemanusiaan seperti dalam demokrasi Pancasila.
Pandangan publik yang negatif terhada guru. Mencap guru pemalas, mata duitan, tukang menghabiskan anggaran negara. Hanyalah disematkan oleh mereka yang berpikiran sempit dan picik hanya karena melihat segelintir oknum guru yang kurang bijak saat mengajar, atau pun kurang bijak dalam mengelola tunjangan profesi triwulannya.
Tak semua guru seburuk itu, sebab masih banyak guru yang profesional, bijak, bermoral dan berdedikasi tinggi dalam memajukan pendidikan. Bahkan rela keluar kocek dari kantongnya ketika melihat siswa belum sarapan, atau pun untuk membelikan beras bagi keluarga sang siswa.
Dengan beragam alasan di atas, tampaknya kebijakan pemerintah untuk mentranfer tunjangan profesi guru setiap bulan ke dalam gaji, sungguh merupakan tindakan bijaksana dan patut diwujudkan demi upaya memanusiakan para pahlawan tanpa tanda jasa.
Mari memuliakan guru!
Comments
Post a Comment