Kelompok Agamis Tak Pancasilais atau Justru Kelompok Pancasilais yang Tak Agamis?

 
Ilustrasi agamis pancasilais (pic: jalandamai.org)


Ketika suatu organisasi dianggap menentang pancasila akibat terlalu blak-blakan melakukan konvoi di jalan maka tak menutup kemungkinan adanya organisasi-organisasi lain yang tidak terdeteksi dan lebih berbahaya karena bergerak dalam senyap



Tragis, ketika Pancasila dibenturkan dengan keyakinan agama. Kenapa bisa seperti itu ya? Hingga akhirnya melahirkan sebuah rumor bahwa pelajaran agama akan dihapuskan dan diganti dengan pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) saja. Jelas sebuah rumor yang dihembuskan agar bangsa ini terpecah belah dalam salng buruk sangka.


Entah kelakuan siapa yang seolah ingin membuat bangsa kita saling perang antar bangsa sendiri. Sepertinya sedang lahir tren untuk menimbulkan anggapan bahwa menerima pancasila berarti mengkhianati agama, dan menjalani agama sudah pasti harus membuang Pancasila.


Sungguh suatu hal yang sangat bertolak belkaang, tercium aroma busuk dalam permainan, adanya pihak ketiga yang menginginkan agar kelompok agamis bertikai dengan kelompok pancasilais.


Kelompok agamis pasti tidak pancasilais dan pancasilais belum tentu agamis?


Sebagian orang sering salah kaprah beranggapan bahwa kelompok agamis pasti tidak pancasilais, dan pancasilais belum tentu agamis. Hal yang sengaja dibenturkan demi memancing di air keruh, sebuah ambisi memenangkan sebuah pengaruh agar mampu merebut pengaruh kelompok pancasilais dan agamis. Di saat dua kaum tersebut bertikai, maka kelompok 'abu-abu' yang tidak jelas kemana kakinya ditancapkan, dengan leluasa menduduki kursi yang seharusnya menjadi hak kelompok pancasilais dan agamis.


Kelompok 'abu-abu' sebetulnya adalah makhluk yang serupa seperti kita, namun mereka memiliki sebuah pemikiran tersendiri, yang bisa dikatakan agak licik. Sebab mereka bukan tanpa tujuan saat menciptakan sebuah pertikaian' yang ujung-ujungnya bisa dipahami memiliki kepentingan politik di dalamnya.


Saat pertikaian kian meruncing, karakter positif kelompok agamis dan pancasilais akan mulai terkikis, maka tampillah kelompok 'abu-abu' sebagai pemenang hati rakyat. Bahkan jikalau kelompok agamis ataupun pancasilais yang menjadi pemenangnya, bukan mustahil hanya sebuah kemenangan lipstick, sebab kelompok 'abu-abu tetap sebagai pengendalinya, karena kelompok agamis dan pancasilais hanya berperan sebagai kuda tunggangannya. Sehingga dapat ditebak jika dua kelompok tersebut hanya sebagai bidak catur dalam kehidupan politik yang dijalankan.


kelompok 'abu-abu' tak henti membuat dua kelompok lain bertikai demi meraih keuntungan dan kekuasaan. Dengan memakai topeng fatamorgana kestabilan yang sengaja diciptakan, sehingga banyak kalangan mempercayai, bahkan hingga skala akar rumput, sebab tak ada pilihan lagi akibat pembunuhan karakter habis-habisan.


Semua orang menyingkirkan pilihan dari kelompok agamis dan juga  kelompok pancasilais sebab senantiasa bertikai, tak ada kedamaian, membuat ekonomi tak ada kestabilan, memgakibatkan negara carut marut.


Sedangkan Si 'abu-abu' dengan segala akal bulus menunjukkan kepada seluruh wong cilik di seantero nusantara, bahwa abu-abunya terbukti sebagai pencipta kestabilan dan ketenangan. 



Bahayanya gerakan senyap bawah tanah dibanding gerakan blak-blakan


Mengapa beberapa waktu terakhir ini pancasila selalu dibenturkan dengan agama? Padahal sebelumnya damai dan baik-baik saja. Jika dua orang sebelumnya baik-baik saja, namun tiba-tiba bertikai, pastilah ada kesalahpahaman. Gawatnya lagi bila ada yang tidak menginginkan adanya perdamaian diantara mereka, sehingga sengaja terus menerus memantik api kecurigaan.


Sebuah pertikaian, bagi yang memiliki intrik politik dan berpikiran jahat pastilah akan membawa sebuah keuntungan tersendiri. Sama persis seperti konflik yang pernah terjadi di Timur Tengah, ataupun negara-negara lain yang dilanda perang saudara.


Terjadinya peperangan, pastilah akan memunculkan pihak yang mengambil keuntungan dengan memainkan perananan, misal berjualan senjata didalamnya. Tanpa adanya senjata dan alutsista maka perang impossible akan terjadi. 


Disaat perang kemerdekaan, pejuang kita melawan penjajah hanya berbekal bambu runcing, banding terbalik dengan para penjajah yang difasilitasi senjata dan alutsista. Seperti apapun kenyataannya, toh bambu runcing juga dapat disebut sebagai senjata pamungkas yang berhasil mengusir penjajah dari negara kita.Jadi apapun jenis senjatanya, perang tidak akan terjadi tanpa alat, fasilitas, dan cara untuk membela diri ataupun menyerang lawan.


Ada apa dengan kaum agamis, terutama yang disorot terakhir adalah Khilafatul Muslim yang kabarnya merupakan wujud peralihan dari DI/TII. Menimbulkan pertanyaan mengapa Islam saja yang selalu disorot dan bermasalah. Bukankah ada gerakan lain yang sejak dulu juga selalu berusaha merongrong Pancasila, seperti misal Republik Maluku Selatan (RMS), ataupun Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sepintas tidak merongrong pancasila, tapi sebetulnya merupakan teror dan ancaman juga terhadap pancasila, karena mengganggu ketenagan dan kestabilan negeri ini.


Mungkin penyebab organisasi seperti Khilafatul Muslimin mudah terdeteksi adalah akibat terlalu blak-blakan dalam menunjukkan cita-cita ideologis, terang terangan mengadakan konvoi di jalan. Tapi bukankah yang terang terangan seperti ini justru lebih mudah diberangus daripada yang bergerak senyap di bawah tanah?


Di balik sebuah organisasi yang dianggap menentang pancasila akibat terlalu blak-blakan melakukan konvoi di jalan, pasti ada juga organisasi-organisasi lain yang boleh jadi diam-diam bergerak dalam senyap. Padahal justru ini yang lebih berbahaya.


Organisasi mengatasnamakan agama melakukan konvoi di jalan, benarkah sebuah simbol penentangan ideologi secara terbuka, ataukah menunjukkan kepolosan mereka hingga berani melakukan hal tersebut? Bagaimana bila kita bandingkan dengan sebuah organisasi senyap, yang seperti tidak ada apa-apa, namun tiba-tiba meledak dengan bom waktu penentangan ideologi lebih dalam.


Seperti di Amerika Serikat, sudah bukan rahasia lagi bila gerakan zionis bergerak disemua kehidupan dalam senyap. Dengan dana fantastik, mereka leluasa bergerak, entah sebuah kecerdikan tingkat tinggi, ataukah justru sebuah kelicikan, sebab selama puluhan dekade lamanya mereka telah berhasil membuat pemerintahan Amerika Serikat (AS) tekuk lutut dalam kendalinya.


Demikian juga yang terjadi di Indonesia, pernyataan Panglima TNi Andika Perkasa beberapa waktu lalu untuk memperbolehkan anak-anak PKI menjadi tentara memang tidak menyalahi aturan, sebab tidak ada aturan tegas yang mengaturnya. Namun sebagai bangsa yang selalu berusaha mengambil hikmah positif dari kejadian masa lalu, benarkah anak anak PKi juga akan melkaukan hal yang sama? 


Yang dikhawatirkan adalah apabila justru yang terjadi sebaliknya, anak-anak PKI masih menyimpan dendam masa lalu. Apalagi jika mereka memiliki senjata, tentunya dapat mengakibatkan pertikaian di tubuh militer, yang bisa ditebak akan membahayakan keselamatan bangsa dan negara kita.


Permasalahan masa lalu bila tidak dihentikan ibarat memelihara anak macan, akan bersiap menghadapi resiko terkena gigitannya seiring usianya yang beranjak dewasa. Apalagi bila harus menghadapi masa lalu penuh dendam kesumat, bagai memelihara anak ular, yang diam tanpa auman, namun justru bisa menggigit dengan bisa beracunnya. Anak maacan masih dapat terdeteksi kebuasannya dari auman dan tingkahnya yang agresif, tetapi akan lebih membahayakan bila berhadapan dengan anak ular yang beranjak dewasa tanpa suara, hanya mendesis, namun tiba tiba menebarkan bisanya.


Jangan sampai kita teralihkan dengan sebuah gerakan yang blak-blakan memproklamirkan penentangannya namun melupakakan gerakan diam-diam, senyap, namun lebih berbahaya.


Sudah selayaknya pancasila tidak dibenturkan dengan keyakinan agama, karena dua hal ini berkaitan satu sama lain, sebab seseorang yang agamis sudah pasti kelakuannya tak lepas sari nilai-nilai pancasila, dus pancasila adalah perwujudan dari nilai-nilai agama itu sendiri yang mengajarkan perilaku luhur dan beradab. namun harmonisasi tersebut akan berubah menjadi konfrontasi ketika ada upaya untuk membenturkan keduanya dengan tujuan mengalihkan perhatian dari gerakan senyap berbahaya tanpa suara.



Menjalani kehidupan di sebuah negara dengan tingkat kemajemukan tinggi, bersama sebuah ideologi yang telah disepakati, tentunya akan menghadapi beragam tantangan besar dan berat, bukan hanya upaya rongrongan gerakan hiruk pikuk, namun juga gerakan tanpa suara. 


Diperlukan keberanian dan kewaspadaan tingkat tinggi dalam menghadapi semua hal tersebut, sebab gangguan dan ancaman tak mungkin hanya dari dalam negeri, namun bisa jadi sumbernya dari luar negeri. Namun kesemuanya tak mungkin lepas dari muara kelompok abu-abu yang berkeinginan menguasai dan mengendalikan politik di negara ini.  

Comments