6 Penyebab Siswa Melakukan Kekerasan

 

Ilustrasi kekerasan (pic: the74milion.org)

Kekerasan, mengapa bisa terjadi? Bukan hanya dilakukan oleh siswa, kekerasan bisa dilakukan oleh siapa pun. Kekerasan atau apa pun istilahnya, tidak akan terjadi bila tidak ada contoh di sekitarnya. Apalagi pada usia anak-anak, pastilah ada hal-hal yang menjadi penyebabnya


Kekerasan yang jamaknya hanya dilakukan oleh hewan, dengan sifat agresif dan ingin menguasai. Sebab hewan berusaha menundukkan hewan-hewan lainnya, demi kelanggengan daerah kekuasaannya.

Perilaku tersebut yang rupanya ditiru oleh manusia, sebagai bukti perwujudan daerah kekuasaan, yang tentu saja tak lebih dari plagiat perilaku binatang.

Perilaku kekerasan tidak akan terjadi ketika kehidupan telah aman dan nyaman. Seperti saat Adam dan Hawa masih tinggal di dalam sorga. Namun kemudian, kekerasan dilakukan oleh sang iblis penguasa hawa nafsu, demi dendam karena kekuasaannya di surga dicabut Tuhan, sebab berani melawan perintah-Nya.

Rasa iri dengki dari iblis, yang memang seratus persen terdiri dan dikuasai hawa nafu membuatnya melakukan kekerasan dengan cara penipuan kepada Adam

Setelah Adam diusir Tuhan ke bumi, mulailah ia merasakan kesulitan demi kesulitan hidup. Termasuk ketika anak-anaknya beranjak dewasa. Seperti saat terjadinya pertengkaran antara anak Adam, yaitu Qabil dan Habil. 

Qabil yang telah dikuasai hawa nafsu dari iblis, mempengaruhi pikiran dan aliran saraf. Hingga akhirnya menumpahkan darah saudaranya sendiri, demi kekuasaan yang ingin diraihnya, yakni pilihan pasangan yang diinginkannya.

Dari sudut pandang metafisika, jumlah manusia berkurang karena meninggal, namun iblis tetap hidup dan terus bertambah hingga hari kiamat kelak. Tentu saja iblis yang kian banyak beranak pinak makin kuat dan memiliki kelicikan kian dahsyat dalam menipu umat manusia. 

Beberapa hal yang menjadi kelemahan manusia, menjadi daya tarik iblis untuk menipu dan menguasai. Apakah itu? Yakni hawa nafsu terhadap kekuasaan, kekayaan, dan syahwat.

Sehingga bukan hal yang aneh lagi bila kita tonton di media massa, banyaknya orang yang membunuh antar sesama, menipu, memperdaya. Semua itu akibat dahsyatnya tipuan iblis terhadap tiga titik kelemahan manusia.


Kekerasan ditinjau dari sisi pelaku dan korban

Kembali kepada peristiwa beberapa waktu terakhir ini, tentang banyak terjadinya kekerasan dalam dunia pendidikan, baik yang dilakukan guru, atau pun justru dilakukan oleh siswa itu sendiri. Kita akan meninjau dari sisi pelaku dan korban, serta mengapa hal tersebut bisa terjadi.

1. Pelaku

Adanya perilaku negatif yang ia dengar, ia lihat, mungkin juga ia rasakan. Mempengaruhi memori bawah sadar, yang akhirnya menimbulkan keinginan untuk meniru atau melakukan hal serupa.

Hal tersebut tidak akan terjadi, bila lingkungan di sekitarnya tidak menjadi pemicu, senantiasa memberi contoh positif, serta menguraikan komitmen serta sebab akibat dari tindakan yang dilakukan. Namun bila sebaliknya, maka yang akan terjadi adalah upaya imitasi perilaku dari si pelaku.

Apabila pelaku pernah mendapat kekerasan serupa, atau melihatnya di televisi, handphone, dan sebagainya, maka bisa terjadi pola peniruan. Ada semacam kepuasan ketika ia melakukan hal tersebut, dan hal ini tentu saja sangat memprihatinkan.

2. Korban

Biasanya pelaku kekerasan akan semakin tertantang melakukan perbuatan negatifnya apabila si korban bersikap pasif. Tak ada upaya membela diri, dan merelakan dirinya di posisi obyek pelampiasan.

Sebaliknya, hal ini tidak akan terjadi apabila si korban berani mengajak bicara dari hati ke hati, tidak menunjukkan rasa takut dengan tetap menunjukkan posisi yang tidak merendahkan si pelaku. Dengan cara ini si pelaku akan terkejut, semacam shock terapi, sehingga malu, bahkan tak berani melakukannya lagi.


Penyebab anak-anak melakukan kekerasan

Lalu, mengapa seseorang terutama anak-anak bisa melakukan kekerasan? Berikut jawaban ya :

1. Mengamankan kekuasaan

Pelaku ingin diakui keberadaannya, ingin diakui kekuatannya, sebingga ia berani melakukan kekerasan tersebut.

Sebetulnya tidak ada istilah "anak nakal," Nakal terjadi karena anak berusaha menarik perhatian tapi dengan cara yang melanggar batas-batas norma di sekitarnya. Apabila lingkungan berhasil mengatasi dan merengkuh si anak kembali dalam norma-norma yang disepakati, maka tidak akan melebar menjadi masalah besar. Tetapi ketika justru melebar, maka hal tersebut jelas akan mengarah ke hal negatif.

2. Mencari perhatian

Biasanya siswa pelaku kekerasan adalah anak-anak yang tidak memiliki perhatian intensif dari orangtuanya. Orangtua yang sibuk bekerja, hanya menjejali anak dengan materi, melupakan pasokan psikologis dan mental buah hatinya yang kekeringan. 

Anak-anak seperti ini kehausan perhatian , sehingga berusaha mencari perhatian dengan cara yang diusahakannya sendiri. Apabila cara yang ditempuh positif, tentu tidak menjadi masalah. Namun bila sebaliknya, maka akan mengarah pada kekerasan fisik ataupun perundungan verbal.

Demikian juga tentang kejadian seorang siswa yang melakukan kekerasan terhadap guru beberapa waktu lalu. Ada kekosongan batin yang dialaminya. Selain lelah memenuhu kebutuhan hidupnya dengan bekerja, orangtua tak perhatian. 

Ia memerlukan perhatian dan kasih sayang dari guru sebagai pengganti orangtua. Namun tak didapatkannya, justru ia dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Memang tidak salah dengan yang dilakukan guru, tetapi karena cara yang ditempuh kurang menyentuh hati nurani siswa, maka yang terjadi justru menimbulkan dendam, yang membuahkan perilaku kekerasan.

3. Pencarian jati diri

Anak-anak pelaku kekerasan biasanya sering melihat, mendengar, dan merasakan peristiwa kekerasan dibanding kehidupan damai di sekitarnya. Contoh yang ia dapatkan, baik secara langsung atau pun tidak langsung. Misalnya ia pernah melihat orangtuanya melakukan tindak kekerasan, hal tersebut akan tertanam dalam memori otaknya. Orangtua sebagai sosok pertama di dunia yang ia kenal, terkadang menguatkan keinginannya untuk meniru, sehingga terjadilah program copy paste

4. Pengaruh lingkungan

Secara tidak langsung lingkungan berpengaruh penting pada tumbuh kembang anak. Ketika seorang anak melakukan kekerasan, maka perlu ditelusuri secara mendalam latar belakang keluarga perilaku tetangga, serta lingkungan dimana sang anak tinggal.

5. Pengaruh tontonan

Meski pun lingkungan tempat anak dibesarkan berada dalam kondisi kondusif dan damai. Namun apabila yang menjadi makanan si anak sehari-hari adalah tontonan kekerasan di layar gawai. Maka lama-kelamaan hal tersebut akan tertanam dalam memori otaknya dan menjadi kebiasaan. Sehingga jangan terkejut bila suatu saat ia menganggap kekerasan bukan lagi menjadi hal yang tabu dilakukan.

6. Pengaruh pergaulan

Bisa jadi si anak berada dalam lngkungan kondusif, tak memiliki gawai serta tergolong keluarga tidka mampu, tapi kemudian ternyata menjadi pelaku kekerasan. Maka yang perlu ditelusuri adalah teman-teman akrab yang ia percaya sebagai tempatnya bergaul.

Anak-anak dengan usia rentan sibuk mencari identitas diri. Mereka akan mencari contoh sosok yang ingin dikamuflase, karena sosok teman sangat dipercayai, tentu saja akan meniru kelakuan temannya meski pun melanggara norma-norma, sebab ia merasa hal yang dilakukan sangat menyenangkan karena penuh tantangan.


And so, bagaimana cara terbaik memperlakukan dan mengatasi anak-anak yang suka melakukan kekerasan? Tunggu di tulisan saya berikutnya. See ya!


Comments