Strategi Shock Therapy War Gerilya ala Indonesia Ditiru Hamas?

Dampak serangan Hamas (pic: foxnews.com)


IBukan tanpa resiko serangan yang ditempuh Hamas karena akan berdampak langsung pada kehidupan rakyat sipil terutama perempuan dan anak-anak sebab akan menjadi sasaran empuk Israel demi alasan memburu Hamas

Palestina melalui Hamas seakan terbangun dari tidur panjang. Setelah sekian waktu tak berdaya dan diam saja melawan penindasan yang dilakukan Israel. Maka secara mengejutkan pada hari Sabtu (7/10/2023) melakukan serangan habis-habisan terhadap negara zionis tersebut.

Sudah dapat dipastikan dunia sangat tercengang menyaksikan keberanian yang dilakukan Hamas tersebut, sebab hal ini tak biasanya terjadi. Dunia telah salah menebak bahwa Hamas telah mati suri dan tak ada gregetnya lagi. Hingga secara tiba-tiba organisasi pembebasan Palestina tersebut menunjukkan taringnya.


Israel selalu mengusik tapi tak mau diusik

Israel, tentu saja tak terima dengan seramgan roket yang dilakukan Hamas. Karena diklaim menewaskan ratusan warga Israel termasuk tentaranya. Sehingga dengan secepat kilat, Israel melancarkan serangan balik demi membalas penyerangan tersebut.

Bisa dibayangkan, ketidakseimbangan persenjataan antara kedua belah negara, yang tentu saja jauh panggang dari api. Serangan balik yang dilakukan Israel dengan peralatannya serba canggih, dan tentu saja pesawat tempur super modern. Sudah bisa ditebak lebih banyak memakan korban jiwa dari pihak Palestina.

Kemarahan Israel jelas menunjukkan sikap tidak terima karena negara dan penduduknya diusik. Sungguh bertolak belakang dengan sikap Israel sendiri yang kerap mengganggu dan merampas hak rakyat Palestina, hingga menghilangkan nyawa penduduk sipil dan anak-anak tanpa dosa. Sungguh gambaran sikap berlawanan dan sangat bertentangan dengan serangan balik yang dilakukannya.

Segala sikap dan perlakuan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama sekian waktu seakan didiamkan dan tak mendapat banyak kecaman dari dunia. Propaganda dan kekuatan negara zionis yang mendapat pembelaan penuh dari Amerika, jelas menunjukkan ketimpangan, yang tentu saja membuat Palestina terseok-seok sendiri menahan luka penderitaannya dalam kangkangan negara penjajah.

Namun ternyata, selama sekian waktu penderitaan yang dirasakan Palestina, ternyata kian menebalkan kekuatan mental. Hingga mengasah kecerdikan strategi perang gerilya demi melawan penjajah yang selalu tak terkalahkan.

Dibanding Ukraina yang senantiasa mendapat bantuan senjata dan obat-obatan dari sekutu-sekutunya. Jelas nasib Palestina berbanding terbalik, sebab negara ini harus berjuang sendiri di atas sentimen persekutuan ala kulit putih.

Serangan balik yang dilakukan Israel meluluhlantakkan infrastuktur penting milik Palestina. Tempat-tempat vital untuk menolong mereka yang terluka justru dibombardir habis-habisan. Rumah sakit dan tenaga medis juga tak luput dari serangan tersebut, seakan tak memberi kesempatan sedikitpun bagi warga Palestina untuk hidup kembali setelah dibombardir.


Hamas meniru strategi gerilya ala Indonesia?

Kini dunia memahami, ternyata Israel bisa sakit hati dan tersinggung juga ketika warganya dilukai, sehingga melakukan serangan mematikan besar-besaran. Namun dengan kejadian penyerangan Hamas tersebut, mungkinkah dapat membuat Israel berpikir tentang bagaimana luka dan sakit hatinya Palestina saat warganya, terutama perempuan dan anak-anak, dilukai dan dibunuh secara sepihak oleh Israel?

Seandainya kecerdasan empati kemudian dimiliki Israel, maka kemungkinan besar tak akan ada lagi anak-anak Palestina yang dipenjara, atau ditembak mati karena dianggap mencuri sayuran liar di wilayah yang diklaim milik Isael. Dan tidak akan ada lagi pengusiran paksa warga Palestina dari rumah yang dimiliknya hanya karena klaim sepihak dari warga Israel.

Serangan Hamas memang sangat mengejutkan, hingga membuat keadaan psikologis mental Israel amburadul. Sebuah strategi perang muncul tiba-tiba, tapi bukan tak munkin telah berada dalam sebuah perencanaan panjang. 

Tampaknya, entah apakah dunia akan menyebutnya sebagai organisasi teroris seperti yang diklaim Israel, atau apa pun itu. Yang pasti, Hamas adalah warga Palestina yang menyintai negaranya, sehingga tak rela negaranya menjadi jajahan. Keinginan kuat memerdekakan negaranya, mendorong Hamas memikirkan strategi perang mirip Indonesia saat melawan penjajah Belanda dahulu, yakni gerilya.

Saat ini tampaknya Israel terkena shock therapy war (kejutan terapi perang) mendadak. Akankah negara zionis ini menyadarinya, atau justru tetap seperti biasa menjadi negara pembully nomor satu yang selalu diamini seluruh dunia?

Bukan tanpa resiko langkah gerilya yang ditempuh Hamas. Sebab hal yang dilakukan jelas akan berdampak langsung kepada kehidupan rakyat sipil, terutama perempuan dan anak-anak. Pemukiman penduduk akan menjadi sasaran empuk Israel demi alasan membalas perlakuan Hamas. Meski pun dunia tak tahu benarkah lokasi tersebut sebagai persembunyian Hamas, atau sekedar sikap paranoid israel. Yang pasti, sejak serangan oleh Hamas dilakukan, maka rakyat sipillah yang akan paling banyak menerima akibatnya.


Kini dunia tahu, ternyata Israel bisa sakit hati juga. Lalu mengapa mereka selama ini selalu merampas dan melukai hak warga Palestina? Bukankah jangan menyakiti kalau tak mau disakiti?

Namun sayang, dunia lebih tertarik utuk melakukan pembelaan terhadap Ukraina daripada Palestina,. Meskipun sebenarnya Ukraina dahulunya merupakan bagian Rusia. Dibanding Palestina yang jelas-jelas ingin memerdekakan wilayahnya yang direbut Israel. Tanpa bisa disangkal, supremasi kulit putih ternyata masih ada.

Comments