Ini Dia! Calon Ahli Kebiri Hewan Liar Universitas Brawijaya

Fernando sang calon ahli kebiri hewan Universitas Brawijaya (pic: istimewa)

Kisah hewan jalanan seperti kucing ataupun anjing liar adalah kisah mengenaskan menahan luka lara hingga tak merasakan lagi penderitaannya sebab tak ada hasil yang didapatkan kecuali dari manusia yang masih memiliki nurani


Terkadang seseorang melakukan sesuatu berdasar egonya tanpa memikirkan hati dan perasaan orang lain. Akibatnya dalam menyikapi suatu permasalahan sering berbeda cara dalam menyelesaikan.


Demikian juga dengan peristiwa penembakan kucing liar di Sesko Bandung yang dilakukan seorang Jenderal beberapa waktu lalu. Mungkin bagi sang penembak hal tersebut dapat diterima oleh akalnya, sebab demi alasan kebersihan lingkungan. Namun disisi lain, perbuatannya tak dapat diterima karena dianggap menyalahi norma-norma dan nilai kemanusiaan, sehingga terkesan tak punya nurani, sebab sampai hati membantai makhluk kecil lemah tak berdaya hanya karena dekil dan lapar.



Penyebab adanya hewan liar di jalanan


Hewan seperti kucing dan anjing, umumnya telah jamak menjadi sahabat manusia, sehingga akrab dengan kehidupan manusia. Tetapi karena berbagai alasan, membuat mereka dibuang begitu saja ke jalanan, akibatnya mereka dipaksa berlatih mencari makan sendiri. Hingga kemudian beranak pinak dan menyandang sebutan hewan liar, hewan jalanan, dan lain sebagainya.


Bukan tanpa alasan bila hewan-hewan tersebut harus menggelandang dan liar di jalanan, sebab ada beberapa faktor penyebab, diantaranya adalah:


Keegoisan pemilik awal


Pada mulanya mereka bukanlah hewan liar di jalanan, namun karena alasan tertentu, sang pemilik membuangnya di jalanan. Alasan seperti beranak terus, si pemilik tak sanggup memberi makan, buang air atau kotoran sembarangan, membuat sang pemilik mengambil jalan pintas membuangnya.


Entah pola pikir apa yang dilakukan pemilik hewan seperti ini. Dia mengira bahwa dengan cara yang ditempuhnya akan dapat menyelesaikan permasalahan. Mungkin memang benar menyelesaikan permasalahan, namun  hanya permasalahan pribadinya sendiri, sebab orang tersebut tidak berpikir jangka panjang tentang hal-hal yang akan terjadi setelah peristiwa pembuangan tersebut.


Hal ini menunjukkan bahwa pemilik awal adalah seorang dengan tipe egois, membuang permasalahan yang dihadapinya ke jalanan, tanpa pernah berpikir jika  korban keegoisannya akan menghadapi masalah baru. Misal si hewan menjadi kelaparan, kedinginan, atau mati mengenaskan tertabrak mobil, sayangnya si egois tidak berpikir sejauh itu, sebab dalam pola pikirnya, yang penting dia bebas dari beban.


Demi sesuap nasi


Bukan tanpa alasan para hewan liar menggelandang di jalanan. Perut yang merintih karena kelaparan, tak ada manusia yang bersedia memungutnya, membuat mereka harus bertahan hidup di jalanan.


Para pembuang kucing tak pernah berpikir, seandainya diciptakan Tuhan seperti hewan di jalanan. Dibuang pemilik ataupun terlahir di jalanan, maka tak ada pilihan lain selain bertahan hidup melawan haus, lapar, dan gangguan hewan lain. 


Manusia dengan sifat ego dan tumpulnya nurani , melahirkan sikap tak mau tahu, sebab dalam pola pikirnya, keberadaan para hewan liar dirasa mengganggu. Padahal bukan salah dan dosa si hewan liar bila terlihat dijalanan. Dengan penampilannya yang dekil sehingga terlihat menjijkkan. Jelas mereka tidak akan pernah bersih jika kehidupannya keras, kesehariannya hanya sibuk mencari ganjalan perut, tentu saja tak ada waktu membersihkan diri, bahkan hidup di jalanan yang kotor, tentu saja jauh dari kata bersih.


Tetapi manusia yang kurang menyukainya terkadang menuntut agar si hewan terlihat bersih dan tidak mengorek-ngorek sampah sehingga tidak mengganggu pemandangan. Jelas ini pemikiran yang tidak masuk akal. Bagaimana para hewan liar itu akan bersih kalau kesehariannya sibuk mencari makananan, hidup di jalalanan penuh debu dan kuman, tentu saja bisa penyakitan, belum lagi menjadi korban keganasan hewan lain. Di satu sisi  menanggung lapar dan mencari makan untuk dirinya sendiri, sementara di sisi lain harus menahan sakit, apalagi bila menjadi induk, berjuang keras mengobati lapar banyak mulut.


Kehidupan hewan liar dijalanan sangat berat, bukan hanya bertahan hidup dari kelaparan, gangguan hewan lain, juga gangguan dari keganasan manusia yang semena-mena merampas kehidupannya dengan menembak, atau membunuh untuk dikonsumsi.


Mereka adalah hewan-hewan mengenaskan yang harus bertahan hidup karena dibuang di jalanan, lahir di jalanan. Jelas dekil karena tidak ada yang memandikan, jelas makin banyak beranak-pinak karena menjadi korban keganasan hewan lainnya, jelas mengorek-ngorek tempat sampah karena lapar. Mungkinkah manusia dapat memahaminya dari dua sisi? 


Satu sisi hewan yang papa, kelaparan, serta bertahan hidup. Di sisi lain, harus berhadapan dengan egoisme manusia yang menuntut si hewan liar tidak terlihat dekil dan tidak mengorek-ngorek tempat sampah karena kotor, jika tidak, maka dipaksakan dengan pembersihan berupa penghilangan nyawa, miris dan mengenaskan!


Manusia tidak ada yang bersedia memungutnya


Akibat tak ada yang bersedia memungut hewan liar untuk dipelihara,  membuat hewan-hewan liar harus bertahan hidup sendiri. Bila diibaratkan kehidupan panti asuhan manusia, anak-anak yatim piatu resah menunggu orangtua baru yang bersedia mengadopsinya. Berbeda dengan hewan-hewan liar di jalanan, anak-anak panti asuhan memperoleh asupan makan dan minum, oleh karena itu bila hewan-hewan liar tak ada yang bersedia memungutnya, tentu saja mereka harus berjuang keras bertahan hidup di jalanan dengan cara apapun.


Tak ada rasa empati


Sebagian orang tidak pernah berpikir mengapa hewan liar bisa kelaparan, kehausan, menderita, ataupun sakit. Akibat tak adanya empati pada hewan liar, membuat pikiran menjadi picik dan sempit, memilih menyelesaikan permasalahan dengan kematian, mencabut nyawa seenaknya, seakan dia adalah pemberi nyawa tersebut.

Apakah permasalahan hewan liar akan selesai dengan cara membunuhnya? Tidak adakah nurani membisikkan luka lara dan sakitnya meregang nyawa saat dibantai?


Australia adalah contoh negara yang melakukan pembantaian besar-besaran terhadap kucing liar hingga musnah tak tersisa. Selang beberapa tahun kemudian negara tersebut kelabakan dan mati kutu diserang ribuan tikus. Tikus yang merupakan predator musuh kucing populasinya meningkat pesat karena tidak ada pemangsanya. Hal ini jelas menunjukkan pembantaian terhadap kucing tidak menyelesaikan masalah, namun justru mendatangkan masalah baru.



Nasib mengenaskan hewan jalanan


Kisah hewan di jalanan seperti kucing ataupun anjing liar adalah kisah mengenaskan, mereka menahan luka lara hingga tak merasakan lagi penderitaannya. Mereka tidak pernah menunjukkan penderitaannya sebab mereka tahu tak akan ada hasil yang didapatkan, kecuali bagi manusia yang masih memiliki nurani, selebihnya hanya pengusiran, pemukulan, tendangan, ataupun pembantaian. 


Saya pernah memungut seekor kucing liar dengan usia tanggung di dekat tempat sampah, terlihat kelaparan saat mengorek-ngorek makanan basi. Terlihat ekspresi takut dan marah saat tangan saya menyentuhnya. Jelas hal itu harus dilakukannya sebagai pembelaan diri karena terbiasa dengan kerasnya kehidupan jalanan agar tak dimangsa hewan lain.


Setelah sampai di rumah, tak terbayang kebahagiaan dari binar matanya saat melihat tumpukan makanan dan minuman yang tersedia. Bola mata kuyu dan layu saat di jalanan menghilang dalam sekejap berganti binar ceria dan segar.


Hari-hari dilalui dengan makan, makan, dan makan, mungkin karena hal itulah yang diinginkan selama hidup di jalanan, menahan lapar selama sekian waktu. Bisa ditebak setelah dipungut, tubuhnya cepat menggelembung, tak seimbang, lebih besar perutnya daripada bagian tubuh yang lain. 


Setelah tahun demi tahun berjalan, kini bagian bentuk tubuhnya yang lain sesuai dengan komposisinya. Bulunya bersih dan menggemaskan, sebab perutnya sudah kenyang, sehingga ada waktu santai menjilati tubuh atau bahkan dimandikan. Tak mengorek-ngorek sampah lagi, jelas karena telah kenyang.


Wahai manusia, sekarang mengerti kenapa kucing-kucing liar di jalanan terlihat dekil dan mengganggu pemandangan? Ya, karena mereka lapar! 


Seandainya semua manusia mau berbaik hati masing-masing memunguti kucing liar, maka selesai permaalahan kucing liar di jalanan. Tak ada lagi cerita pemilik egois yang membuang kucing sembarangan, tak ada lagi para pemangsa kucing yang menangkapnya, sebab para kucing telah aman di dalam rumah-rumah manusia yang memiliki hati nurani dan rasa belas kasih.


Namun tak setiap manusia memiliki rasa itu, karena tak semua orang menyukai kucing, mungkin takut jatah makannya terganggu dengan memberi makan kucing, atau karena merasa belum hidup berlebih sehingga tidak mampu jika harus memberi makan kucing, bahkan bisa juga karena tidak mau menghadapi permasalahan rumit dengan adanya kucing, seperti terus beranak ataupun kencing sembarangan.


Padahal mereka terlupa dengan rahasia Tuhan, apalagi di zaman yang kadang menafikkan Tuhan, terlupa bahwa rezeki di tangan-Nya. Tuhan menjamin rezeki semua makhluknya, tak terkecuali kucing, dengan jalan memelihara kucing liar, siapa tahu jatah rezeki dari Tuhan untuk si kucing akan mengalir lewat tangannya. Tentu saja hal itu tidak akan terjadi jika niat memelihara kucing hanya bertujuan untuk hal tersebut tanpa keikhlasan menolong makhluk Tuhan.



Alasan kebiri dilakukan


Banyak orang tak mengetahui, bahwa terdapat banyak trik untuk mengatasi kucing yang suka pipis sembarangan, terutama kucing jantan. Ataupun cara mengatasi permasalahan jika kucing doyan beranak terus. 


Cara yang bisa ditempuh bisa secara alami dengan memakai tanaman herbal, ataupun secara modern dengan melakukan steril organ reproduksi atau sering disebut dengan istilah orang awam kebiri. Padahal dalam dunia kedokteran, istilah kebiri hanya ditujukan pada operasi organ reproduksi hewan jantan.


Terkadang memang kita menghadapi dilema dalam melakukan steril organ reproduksi terhadap binatang piaraan yang kita miliki, sebab sepintas mengerikan, kejam, dan berentangan dengan hukum Tuhan, bahwa makhluk ciptaan-Nya sudah selayaknya bereproduksi. Namun jika disisi lain harus berhadapan dnegan hal pelik yang ujung-ujungnya harus membuang si hewan karena berannak atau kencing sembarangan yang malah mendatangkan kesengsaraan baru bagi hewan piaraan, bukankah lebih baik memilih cara yang adil bagi semua pihak.


Menjadi hewan liar di jalanan penuh dengan resiko, apalagi beranak pinak, tentu saja berhadapan dengan beragam resiko, dibunuh atau terbunuh oleh manusia-manusia tanpa nurani, ditabrak, ditembak, dikonsumsi, dan berbagai hal mengenaskan lainnya.


Kebiri hewan liar perlu dilakukan, sebab mereka dihadapkan pada hal pelik. Di satu sisi manusia egois tak mau memungutnya, sementara disisi lain mereka harus tetap bertahan hidup di jalanan. Sehingga mau tak mau harus dilakukan hal tersebut, demi agar si hewan betina tidak menderita karena beranak terus, araupun hewan jantan agar tidak agresif dan menciptakan perang jalanan yang membuat mereka terluka.


Memang sepertinya bertentangan dengan hukum Tuhan, namun juga disisi lain dalam menghadapi kedaruratan, maka tak ada pilihan lain selain melakukan steril organ reproduksi.


Banyak orang bergidik jika membaca wacana kebiri hewan liar, kesannya seperti mengerikan, sebab terbayang alat kelamin hewan dipotong sampai habis, padahal tak seperti itu. Yang dimaksudkan kebiri adalah suatu prosedural yang dilakukan pada hewan untuk menghentikan kegiatan reproduksinya demi efek positif jangka panjang.


Tindakan prosedural yang dimaksud tidak bisa sembarangan orang dapat melakukannya, hanya para Veteriner atau Dokter Hewan yang dapat melakukannya. Sebab tindakan prosedural yang dilakukan, adalah tindakan operasi dengan kehati-hatian dengan cara membuat hewan tertidur sejenak melalui tindakan anaestesi atau pembiusan, baru dilakukan prosedur yang diperlukan.


Bahkan setelah operasi dilakukan, tak serta merta hewan dibiarkan begitu saja, perlu pemulihan beberapa waktu, hingga sehat kembali. Sebab tindakna steril organ reproduksi bukan tanpa resiko, jika mengalami kegagalan tentu saja akan merenggut nyawa si pasien, yakni si hewan, baik kucing ataupun anjing.


Sehingga apabila tercetus ide kebiri hewan liar, maka harus ada kesiapan dan pertanggungjawaban dari pihak yang mengadakan untuk menjamin kemanan dan kenyamanan si hewan dalam menjalani prosedur operasi hingga kembali pulih seperti sediakala. Sebab bila tidak makaj justru akan berakibat pembunuhan massal pada hewan liar. 


Biasanya dalam sebuah tindakan steril organ reproduksi  yang berhasil, maka akan terlihat tingkah polah kucing yang lebih manis dan tidak agresif. Kucing lebih tenang layaknya kucing balita, tidak kencing sembarangan, dan memiliki banyak waktu untuk merawat diri sendiri.


Hal tersebut dapat terjadi, sebab jika telah mengalami masa pubertas kucing akan menandai daerah yang dianggap wilayahnya dengan aroma kencing yang mengganggu dan sulit dihilangkan. Bukan hanya kucing jantan, terkadang kucing betina juga melakukannya. Dengan melakukan steril organ reproduksi , maka hormonnya tidak lagi aktif, sehingga kucing tidak lagi mengalami kegelisahan untuk menandai daerahnya, tanpa perlu takut ada yang merebut daerah kekuasaannya.




Ketidakadilan penghasilan dokter hewan dengan dokter manusia


Profesi veteriner atau dokter hewan adalah sebuah jawaban untuk steril organ reproduksi bagi hewan , sebab kebiri bukan hal mengejutkan lagi bagi mereka. Apalagi ditambah keahlian yang berlipat bila dibanding dokter manusia. Bila operasi pada manusia, setiap dokter yang menangani operasi memiliki tugas yang berbeda dalam melakukan prosedural, seperti dokternkhusus operasi, khusus anestesi, dan sebagainya. Namun dalam profesi dokter hewan, pemberian anestesi dilakukan sendiri saat melakukan prosedur operasi, tentu saja berdasar takaran dosis yang sesuai aturan. 


Itulah yang menjadi alasan mengapa profesi dokter hewan sebagai profesi yang mengagumkan, sebab mereka harus melakukan banyak hal dalam melakukan prosedur operasi. Memiliki ingatan kuat saat mengukur dosis anastesi secara tepat merupakan tanda profesi ini memiliki ingatan tajam yang mengagumkan, mngingat resiko yang bisa aterjadi senadainya salah takaran.


Berbeda dengan negara barat, profesi dokter hewan di Indonesia sering dipandang sebelah mata. Sehingga dalam hal pemberian tunjangan penghasilan, terkadang timpang dengan dokter manusia, yang tentu sangat melanggar prinsip keadilan dan kesetaraan, mengingat biaya yang dikeluarkan saat menempuh kuliah kedokteran yang tidak sedikit.


Banyak orang memandang sebelah mata terhadap profesi dokter hewan dengan alasan semu bahwa yang dihadapi hanya hewan, tak ada resiko besar yang dihadapi, berbeda dengan nyawa manusia, yang harus berhadapan dengan hukum bila menghilangkan nyawanya.


Padahal tak berbeda jauh dengan dokter manusia, dokter hewanpun juga menghadapi hal serupa, sebab hewan-hewan yang dibawa berobat adalah juga ada pemilinya, yang tentu saja juga akan mebgalami kedukaan mendalam jika ditinggalkan hewan piaraanya.


Dalam melakukan steril organ reproduksi terhadap hewan liar, dokter hewan melakukannya atas nama kemanusiaan, sehingga dapat dibayangkan betapa mulianya profesi yang satu ini. Jika pengobatan gratis yang dilakukan dokter manusia bisa berakhir dengan ucapan terimakasih dari manusia yang disembuhkanyya. Namun pada hewan liar tak akan ada ucapan terimakasih, maka bisa kita bayangkan betapa luar biasa dan ikhlasnya para dokter hewan dalam melakukan tugasnya.


Ketidakadilan dalam hal penghasilan antara dokter manusia dengan dokter hewan kabarnya hanya terjadi di Indonesia saja. Entah mengapa hal tersebut bisa terjadi, namun di sisi lain dapat dipahami mungkin karena masih banyaknya anggapan bahwa hewan belum meiliki posis penting untuk mendapatkan pelayanan medis. Sementara di negara-negara barat, tak jarang kita melihat mereka sangat peduli pada hewan, terutama hewan liar, sehingga mereka rela mengeluarkan koceknya dalam-dalam demi menolong hewan liar di jalanan.


Perlu ada regulasi baru dari pemerintah yang dapat menjamin kesetaraan penghasilan antara profesi dokter hewan dengan dokter lainnya, sebab profesi veteriner sangat vital diperlukan dalam  berbagai problem kesehatan dan zoologis yang kian beragam. Tanpa bantuan mereka bukan tidak mungkin segala macam zoonologis tidak teratasi, jadi tampaknya pemerintah harus menghentikan sikap pilih kasih terhadap profesi dokter hewan dengan dokter manusia.


Beberapa waku lalu saat  pandemi Covid-19, seorang dokter hewan tidak diizinkan memasuki sebuah wikayah akibat adanya PPKM. Meskipun sudah beralasan keadaan darurat karena mengobati pasien, yang tentu saja hewan, namun petugas yang berjaga di jalanan menolaknya, akibatnya sinpasien yang sudah hampir sekarat kehilangan nyawa. Apakah karena penderita hanya seekor hewan sehingga tak  diabaikan dalam pelayanan medis? Jelas bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang seharusnya beradab!



Calon Ahli Kebiri Hewan Liar Universitas Brawijaya


Tidak semua profesi dokter bisa sembarangan melakukan operasi organ reproduksi pada hewan, hanya veteriner yang mampu melakukannya. Sehingga bagi mereka yang memiliki kasih sayang dan empati pada hewan, maka akan memilih jurusan ini agar mampu menyelamatkan nasib hewan-hewan, terutama yang terlantar.


Fernando saat melakukan operasi organ reproduksi pada hewan (pic: istimewa)

Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa veteriner merupakan sebutan lain dari dokter hewan. Sebuah istilah yang dirasa awam sebab berasal dari bahasa asing. di era globalisasi, veteriner menjadi sebuah profesi yang kian diminati , terutama bagi pecinta hewan. Apalagi dengan makin banyaknya hewan liar  di jalanan, memunculkan pemikiran untuk melakukan penyelamatan demi kehidupan hewan liar yang lebih baik.   


Pemikiran untuk melakukan penyelamatan kehidupan hewan juga tercetus dari lulusan Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang, Fallah Fernando Al Malikil Quddus, yang akrab disapa dengan Fernando.


Saat ini lulusan paling tepat waktu beberapa waktu lalu tersebut sedang sibuk menempuh KOAS demi meraih gelar dokternya, hampir tak ada waktu kosong dalam kesehariannya sebab jadwal studinya sangat padat.


Meskipun belum selesai KOAS, namun dalam hal melakukan steril organ reproduksi pada hewan,  pemuda tampan kelahiran tahun 2000 ini sudah sangat piawai melakukannya. Hanya memerlukan waktu sepuluh hingga lima belas menit dalam menangani pasiennya. Dari semua operasi yang dilakukannya, hampir semuanya berhasil tanpa mengecewakan. 


Operasi steril organ reproduksi kastrasi (orchiectomy) pada jantan, ataupun ovariohisterectomy pada betina, sudah menjadi hal biasa bagi Fernando, demikian namanya biasa dipanggil. Hanya saja, dibanding dengan kucing, operasi pada anjing memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi sebab pembuluh darahnya lebih besar, namun bukan Fernando namanya bila tak mampu mengatasi hal  seperti itu.


Biasanya dia menangani masalah tersebut dengan mencari sumber perdarahan, setelah lokasi ditemukan, langsung diligasi dengan jepit arteri clamp, lalu diberikan epinephrine untuk membantu mengatasi pendarahan dan mengurangi nyeri.


Kendala yang biasa dihadapi saat melakukan operasi pada hewan adalah sikap berontak saat akan dilakukan operasi. Namun hal tersebut dapat ditangani dengan memberikan anestesi dalam dosis yang tepat.


Kendala selanjutnya adalah operasi yang dilakukan pada hewan betina, baik kucing, anjing, ataupun rubah, karena organ reproduksinya di bawah usus, maka dituntut keahlian untuk bisa membedakan antara usus dengan uterus/tuba falopii bagi betina. Berbeda dengan betina, jantan lebih mudah dioperasi, sebab testis berada di luar tubuh sehingga dapat langsung terlihat, kecuali kalau testis mengakami kelainan masuk ke dalam. 


Dibanding dengan kucing, operasi organ reproduksi yang dilakukan pada anjing dan rubah lebih rawan pendarahan, sebab pembuluh darah lebih besar. Sedangkan waktu yang diperlukan dalam operasi, hewan kecil jantan hanya memerlukan waktu 15-20 menit, sedangkan betina 45-60 menit. Sementara untuk anjing agak lebih lama, antara 25-30 menit, sementara betina diperlukan waktu  90 menit.


Persiapan yang biasa dilakukan Fernando menjelang operasi, diantaranya adalah  mempelajari tekhnik, persiapan alat, sterilisasi alat dan bahan, mempersiapkan anestesi, mengkondisikan hewan, persiapan pre dan post operasi, observasi dan pemeriksaan fisik.


Operasi Steril organ reproduksi pertama kali dilakukan Fernando pada 14 agustus 2020. Operasi berjalan sukses luar biasa, hingga kini kucing yang  berhasil dioperasi menjadi piaraan.


KOAS yang dijalani Fernando sudah setahun dijalani, tersisa 6 bulan lagi dia akan sah menyandang gelar dokter yang diimpikannya. Untuk kemudian siap mengamalkan ilmunya sebagai veteriner di pemerintahan, perusahaan, ataupun praktek mandiri. Sukses terus ya Fernando!.


Comments