Indikasi Kegoyahan Koalusi Perubahan: Mengapa Harus Anies?

 

Koalisi perubahan (pic: kompas.com)


Beragam kejadian yang menimpa koalisi perubahan akhir-akhir ini membuat publik mengerenyitkan dahi, tak bolehkah teerjadi perbedaan pilihan di negeri ini? 


Setelah Johny G Plate, kini giliran Syahrul Yasin Lempo yang diendus KPK terindikasi melakukan korupsi. Nah lho!

Masalah korupsi memang tidak bisa ditoleransi. Namun yang menjadi sorotan masyarakat adalah partai yang berada di belakangnya, hingga menjadi tanda tanya besar. Mengapa harus Nasdem? 

Ini kali kedua menteri dari partai pimpinan Surya Paloh yang diduga kongkalikong nilep duit, meskip pun masih dalam asas praduga tak bersalah. Sehingga bukan hal mengejutkan bila masyarakat tak percaya begitu saja sebab kian melek politik, apalagi menjelang tahun pilcapres 2024.

Tanda tanya besar masyarakat tak pernah lepas dari kisaran dua menteri dari Nasdem yang kena ciduk. Memang benar-benar bersalah, atau ada skenario besar didalamnya, mengingat keberanian Nasdem mengusung bacapres Anies Baswedan.

Beberapa hal yang menjadi catatan publik

Hubungan Nasdem dengan petahana memang sedang tidak baik-baik saja. Yang kemudian disusul dengan pencidukan terhadap menteri-menteri dari Nasdem karena terindikasi korupsi.

Mungkinkah setelah ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya akan mengalami nasib serupa? Jawabannya bisa iya atau tidak, sebab tak ada posisi aman dalam politik bila berseberangan. Tetapi nampaknya hal tersebut tidak akan berani dilakukan, bila mengingat ia mewakili aspirasi gender, yang tentu saja akan menimbulkan antipati penagkapan karena solidaritas perempuan.

Ketika koalisi perubahan sudah tidak solid lagi, maka akan mudah dipecah belah, sehingga tidak akan ada lagi pengusung bacapres Anies Baswedan. Apalagi adanya tawaran menggiurkan cawapres dari partai petahana kepada AHY, jelas dapat membuat partai pengusung Anies bakalan kocar-kacir. Sebab siapa sih yang tidak ingin mendapat jatah kue politik?

Seandainya koalisi perubahan ditinggalkan oleh Demokrat, maka kekuatan koalisi pengusung Anies otomatis berkurang. Namun akankah melemah? Hal itulah yang membuat simpatisan Anies ketar-ketir, tetapi justru menjadi momen yang dinanti-nanti oleh para haters dan pesaingnya.


Hal-Hal yang mengindikasikan koalisi perubahan goyah

Apabila dibandingkan dengan PDI-Perjuangan sebagai sebuah kekuatan besar, jelas partai perubahan berbeda jauh. Bahkan tanpa berkoalisi pun, partai petahana ini tetap memiliki suara mayoritas. 

Namun keberanian koalisi partai-partai pengusung mantan gubernur DKI Jakarta dengan kata "perubahan" tidak mungkin tanpa nyali.

Tetapi harus diingat, keinginan membuat sebuah perubahan akan hancur bernatakan di tengah jalan apabila:

Silau tawaran kue politik dari pihak lain

Hal ini jamak dijumpai dalam dunia politik. Kehausan akan kekuasaan, ditambah kuatnya aji mumpung mengakar. Bukan tidak mungkin kekuatan koalisi perubahan akan melemah dengan meloncatnya salah satu partai pengusung ke pihak berlawanan.

Sehingga diperlukan solidaritas yang kuat, bila partai-partai 
pengusung Anies benar-benar ingin mewujudkan perubahan yang diinginkan. Tapi bila tidaka, maka silaunya kedudukan dan jabatan dalam politik akan menggoyahkan kekuatan tersebut.

Ibarat kaki-kaki yang menopang sebuah panggung. Panggung tersebut mengusung bacapres yang dikehendaki untuk membawa perubahan. Namun jika salah satu kaki patah atau hilang karena pindah menopang panggung yang lain. Maka bisa dibayangkan, panggung akan goyah. Kegoyahan itu mungkin hanya sesaat bila mereka solid untuk menguatkan, tapi jika kaki-kaki lain lemah, maka robohlah panggung tersebut, dan jatuh berguling-gulinglah yang sedang diusung di atas panggung.

Politik pecah-belah

Politik semacam ini telah ada semenjak penjajahan bangsa kolonial di masa silam. Dan terbukti efektif hingga masih berlaku sampai saat ini.
Koalisi perubahan bukanlah sebuah kekuatan mayoritas. Sehingga apabila timbul kecurigaan dan kebencian satu sama lain, maka tanpa disadari dapat menghancurkan solidaritasnya. Dan hal tersebut sangat mudah dilakukan dengan beragam cara, apalagi bila telah menguasai seluruh titik vital informai serta fasilitas penting.

Tak ada keabadian dalam politik

Pemikiran bahwa politik tak abadi, dapat kian membuat solidaritas koalisi perubahan terpecah belah. Okeylah saat ini mereka bersekutu dalam kepentingan, namun ketika kepentingan itu tak ada lagi, maka bisa merubah kawan menjadi lawan.

Demikian juga dengan faktor penggoda iman berupa jabatan politik dari partai berseberangan. Meski telah bersekutu dlaam mendukung bacapres yang disepakati, namun tetap saja dapat membuat salah satu partai pendukung "matre" akan kabur.


Jika kita mengamati dan memperhatikan secara cermat beragam kejadian yang menimpa koalisi perubahan beberapa waktu terakhir ini. Sudah pasti membuat kita mengerenyitkan dahi, tak bolehkah teerjadi perbedaan pilihan di negeri ini? 

Adanya dugaan korupsi untuk kedua kalinya terhadap para menteri nasdem, akan menimbulkan indikasi bahwa ada yang tidak beres terhadap partai ini. Dengan demikian, publik akan kian ganas mendesak Surya Paloh menepati janji membubarkan partainya ketika terindikasi korupsi.

Akibatnya, masyarakat sibuk berandai-andai. Andai Surya Paloh jadi membubarkan partainya. Andai AHY jadi menyeberang ke PDI-P demi meraih impian menjadi bacawapres. Andai kaki-kaki partai pengusung koalisi perubahan telah patan sedemikian parah. Maka Anies tak bakal dicalonkan lagi.

Benarkah nasib Anies Baswedan sedemikian buruk? Lalu atas dasar apa ia tak disukai? Mengapa Surya Paloh dimusuhi hanya gara gara mendukung Anies sebagai bacapres? Mengapa akhir-akhir ini menteri dari partai Nasdem yang paling gencar diciduk KPK?

Krik... krik... krik........ jangkrik pun bingung menjawabnya.






Comments