Mencoba Cerdas Memahami Palestina Seperti Mahasiswa Columbia dan Amerika
Sumber foto: detiknews.com |
Seluruh penjuru negeri Paman Sam terguncang. Bagaimana tidak, kaum intelektual mudanya ramai-ramai melakukan unjuk rasa dengan mendirikan tenda-tenda di kampus demi menyuarakan pembelaan terhadap Palestina
Tentu saja ini merupakan hal baru yang sangat mengejutkan Amerika. Sebab selama sekian dekade negara tersebut adem ayem dalam pembelaan mati-matian terhadap anak emasnya, Israel. Sementara rakyatnya nyenyak tidur dalam propaganda negara zionis tersebut.
Namun pembelaan berdasar pemikiran jernih dan suara hati nurani para mahasiswa itu ditentang habis-habisan oleh negaranya. Sehingga menimbulkan pembubaran paksa disertai tindakan anarkhis oleh aparat militer dan massa pro Israel dari luar kampus.
Jelas bukan hal aneh bila Amerika Serikat membela Israel mati-matian. Karena bukan rahasia umum bila pergerakan ekonomi, hiburan, perbankan, serta beragam hal lain yang mendongkrak pendapatan negara banyak disokong oleh para keturunan Yahudi yang sukses di negara ini. Sehingga tidak mengherankan bila Amerika, terutama presidennya menunjukkan keberpihakan terhadap Israel.
Tetapi di balik keberpihakan negara yang notabene orang-orang pemerintahan terhadap Israel, kini secara mengejutkan tidak lagi diikuti oleh sebagian besar rakyatnya, terutama kaum intelektual muda, yakni mahasiswa.
Demikian juga yang terjadi di Columbia, selain para mahasiswanya yang menjadi contoh inspirasi bagi mahasiswa Amerika untuk melakukan unjuk rasa membela Palestina. Pemerintahannya pun berani memutuskan hubungan diplomatik dengan negara Zionis tersebut.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa propaganda yang selama ini sekian waktu didayu-dayukan Zionis tak mempan lagi. Mahasiswa sebagai garda terdepan berpikir rasionil dan kemurnian moral serta hati nurani, tentu saja melakukan keberpihakan terhadap kemanusiaan.
Beragam propaganda yang dilakukan Zionis selama sekian dekade, kini seakan dimentahkan oleh kenyataan yang ada di lapangan. Bagaimana tidak, sebuah organisasi yang sering digembar-gemborkan sebagai teroris, biang kerok, misal seperti Hamas, justru menunjukkan perilaku yang sangat jauh berbeda dari penyematan tuduhan tersebut.
Bila kita meluangkan sedikit waktu untuk menelusuri dan mendalami hal tersebut. Akan kita temukan beberapa hal mencengangkan:
Julukan teroris untuk Hamas
Setelah Perang Dunia Dua, sudah pasti kemenangan berada di tangan Amerika dan sekutu-sekutunya. Sudah bisa ditebak, merekalah yang kemudian memiliki hak penuh mengatur dunia. Termasuk penyematan sebutan teroris, juga merupakan hak prerogatif mereka.
Bila dikaji lebih dalam, ternyata istilah teroris khusus disematkan pada negara atau organisasi yang berseberangan dengan kepentingan mereka, atau pun mengusik ketenangan sekutu-sekutunya.
Sehingga tidak heran, setelah sekian waktu sepak terjang yang dilakukan, propaganda yang dihembuskan. Banyak negara dan organisasi yang berseberangan berjatuhan satu persatu. Seperti beberapa negara di Timur Tengah yang hanya tinggal namanya karena hancur akibat perang saudara. Seperti Irak, Libya, Suriah, dan lainnya.
Semua negara tersebut berkecamuk dalam perang dan penghancuran, dan inti kepentingan Amerika di negara-negara tersebut, tak lain dan tak bukan adalah minyak, yang ujung-ujungnya tentu saja, duit. Pantaslah bila beberapa waktu lalu terendus kabar, bahwa hasil penjualan minyak dari negara-negara tersebut harus melalui rekening Amerika.
Demikian juga dengan julukan teroris yang disematkan oleh Amerika dan sekutu-sekutunya. Mengakibatkan banyak organisasi tercerai berai serta hancur dengan sendirinya. Seperti Al Qaeda, ISIS, yang sering disudutkan sebagai teroris.
Namun propaganda tersebut, kini dianggap tidak manjur lagi. Terbukti Rusia membantah mentah-mentah klaim Amerika yang menyebut ISIS sebagai dalang saat gedung operanya diserang dan menewaskan banyak orang.
Membandingkan tujuan jangka panjang Hamas dan Israel
Hamas bertujuan mencapai kemerdekaan tanahairnya agar terlepas dari penindasan dan perampasan hak dan tanah yang dilakukan oleh Israel. Memperlakukan dan menjaga tawanan Israel dengan semestinya.Bahkan tujuan peristiwa Banjir Al-Aqsha 7 Oktober dikabarkan sebagai puncak kemarahan dan kekecewaan terpendam pada negara Zionis akibat perlakuan semena-mena selama sekian lama terhadap rakyat Palestina.
Sementara Israel justru bertujuan menguasai wilayah Palestina, dengan merampas tanah dan hak-hak warga Palestina. Bahkan terakhir terjadi adalah merampas hak hidup, sebab telah melakukan genosida. Bertujuan memusnahkan dengan cara membantai hampir 35 ribu jiwa warga, menghalangi bantuan makanan, mencuri organ-organ tubuh dari jenazah warga Palestina yang dibantai serta dikubur massal. Benarkah ini tidak lebih biadab dari perlakuan teroris?
Dengan mendalami dan memikirkan perbandingan tujuan jangka panjang antara Hamas dengan Israel. Jelas wajar saja bila mahasiswa di seluruh Amerika dan Columbia berani mengambil sikap berdasar moral dan hati nuraninya.
Itu mereka, bagaimana dengan Anda?
Comments
Post a Comment