Palestina Riwayatmu Kini, Upaya Pembungkaman Kebenaran
Foto: edition.cnn.com |
Hiruk-pikuk itu terjadi, pengungsi diusir paksa dengan kertas selebaran dari udara bak bukan manusia. Dan Rafah pun dihancur leburkan
Nurani ini menggelitik. Mengapa kekerasan dan kejahatan perang terus terjadi di Palestina tanpa ada yang mampu menghentikannya? Jangankan PBB, ICC pun seakan seperti macan ompong yang hanya berfungsi untuk menyatakan tapi tak kuasa menghentikan.
Sementara Israel, yang seakan anak manja, kian merajalela. Atas nama luka hati dan kehormatan akibat penyerangan di 7 Oktober, makin membabibuta membumihanguskan Palestina. Sebuah dendam kesumat yang memberi kesan kuat pembersihan etnis alias genosida.
Meski pada awalnya negara Zionis ini kekeuh tak mau disebut melakukan genosida. Namun 35 ribu nyawa warga Palestina yang melayang membuktikannya, sebagian besar terdiri dari wanita, orang lanjut usia, anak-anak dan bayi prematur tak berdaya. Bahkan yang lebih mengerikan, banyak diantara mereka yang dikubur hidup-hidup dengan tangan terikat. Lebih mengiris hati lagi, organ dalam mereka sebagian besar telah hilang.
Kengerian, kebiadaban macam apa yang dilakukan oleh manusia di zaman modern seperti ini? Seakan kembali mengingatkan tentang peristiwa Holocaust, atau perang di Rwanda. Tapi tampaknya ini lebih sadis dan menginjak-injak hukum perang intrrnasional dibanding semua itu.
Mencoba netral dalam menilai dan berpikir tentang genosida yang terjadi di Palestina. Menonton semua tayangan berita, mencari sumber-sumber berita terpercaya. Bukan hanya Al Jazeera, CNN, bahkan DW, Reuters, dan semua kantor-kantor berita yang berafiliasi pada Barat dan sekutu-sekutunya. Hingga akhirnya paham mengapa Barat tak begitu tertarik membela bangsa Palestina, atau pun mengkritik pedas Israel. Sebab ternyata tak satu pun media milik mereka menyiarkan tentang kondisi Palestina yang tertindas. Justru yang digembar-gemborkan adalah selalu kondisi Israel yang teraniaya akibat peristiwa 7 Oktober silam.
Hanya AlJazeera dan beberapa kantor berita yang berani jujur dan menayangkan kenyataan kondisi medan perang sesungguhnya. Namun sayang, Israel seakan kebakaran jenggot, hingga menutup paksa kantor berita Al Jazeera di Tepi Barat.
Tak terhitung jumlah jurnalis yang tewas di Gaza, seakan-akan akibat perang. Meski kemudian beberapa jurnalis berani buka suara, bahwa mereka sengaja diserang oleh pasukan IDF akibat meliput berita secara real tanpa tedeng aling-aling.
Dengan dalih memburu Hamas, 35 ribu nyawa warga Palestina melayang sia-sia. Seakan sebuah pembenaran bahwa melayangnya banyak nyawa akibat perang, padahal kenyataan di lapangan, tentara IDF terus menghabisi nyawa warga sipil.
Mahasiswa Amerika pun terbangun moral dan kesadaran nuraninya, hingga bangkit melakukan demonstrasi membela Palestina. Yang kemudian disusul dengan gerakan mahasiswa di banyak negara. Meski kemudian mereka dipaksa bungkam dengan tuduhan Antisemit dan Vandalisme. Jelas mereka akan menerima tuduhan itu, sebab dinilai tak tahu diri sebab bukankah kampusnya bisa berjalan karena dibiayai oleh Zionis.
Zionis yang kaya raya dan berlimpah harta, sementara apa yang bisa diharapkan dari Palestina? Apalagi saat ini negaranya relah porak poranda oleh Israel. Perlu waktu 80 tahun kebih untuk membangun kembali tanah yang habis dibombardir oleh Israel.
Bangsa Palestina tak memiliki apa-apa lagi. Mereka tinggal di barak-barak pengungsian sambil menahan lapar, bahkan bayi-bayi mengalami kekurangan gizi. Tapi justru truk-truk bantuan kemanusiaan dihadang Israel agar tak bisa menyalurkan bantuan. Bahkanantor UNRWA diledakkan, hingga stafnya dikriminalisasi. Apalagi tujuan semua itu kalau bukan kematian perlahan pengungsi Palestina akibat kelaparan?
Namun Israel lupa. Bahwa dibalik penghadangan truk-truk bantuan kemanusiaan, sudah pasti para sandera yang berada di tangan Hamas pun juga akan mati kelaparan. Bahkan ketika terjadi penyerangan oleh pesawat-pesawat tempur IDF secara membabibuta, bisa ditebak, sandera juga akan menjadi sasarannya.
Tanpa bantuan kemanusiaan, tanpa makanan, tanpa obat-obatan. Bangsa Palestina benar-benar dalam upaya pembersihan etnis secara perlahan. Bahkan bukan hal mengherankan bila banyak korban perang yang dioperasi tanpa obat bius. Seorang anak Palestina berusia 10 tahun yang terkena serangan pesawat tempur Israel, terpaksa diamputasi tanpa obat bius. Bisa kita bayangkan, betapa mengerikannya kondisi genosida yang diciotakan Israel.
Bukan hanya jurnalis, ratusan nyawa tenaga medis pun banyak melayang akibat serangan yang dilakukan Israel. Seperti tewasnya seorang dokter Palestina di penjara Israel karena tak kuat menahan siksaa beberapa waktu lalu.
Tangis, air mata dan kesedihan seperti tak ada habisnya melihat kondisi bangsa Palestina saat ini. Kelaparan, kecamuk perang, dan dipaksa mengungsi kian kemari oleh ambisi angkara murka tentara Israel. Nyawa manusia seakan tak ada harganya.
Bahkan alat transportasi zaman baheula seperti gerobak yang ditarik keledai kurus terpaksar dipakai pengungsi Palestina saat evakuasi. Hal ini menunjukkan sedemikian kejam dan tidak manusiawinya bangsa Palestina diperlakukan.
Namun demikian Israel tetap menunjukkan kecongkakannya dengan sikap marah dan saat banyak negara mengakui keanggotaan Palesina sebagai sebuah negara di PBB. Hingga dengan emosinya utusan negara Zionis ini memotong-motong kertas pengakuan serta menuduh sikap negara pendukung Palestina telah pelanggar Piagam PBB.
Sikap ngamuk yang dilakukan Israel ini yang kemudian menimbulkan tanda tanya. Bila mendukung keanggotaan Palestina di PBB dianggap melanggar Piagam PBB. Lalu bagaimana dengan tewasnya 35 ribu warga Palestina? Apakah yang dilakukan Israel telah sesuai dengan Piagam PBB?
Comments
Post a Comment