Mudahnya Belanja Online Tak Semudah Permasalahan Plastik Pembungkusnya

Ilustrasi belanja online (pic: timebusinessnews.com)



Belanja online telah mewabah, sebab selain praktis, tak perlu repot keluar rumah, juga dapat dengan mudah mendapatkan ragam pilihan barang tanpa harus lelah berjalan kesana-kemari, namun memunculkan permasalahan sampah plastik di belakangnya



Dahulu banyak orang antipati dengan belanja online, sebab khawatir jika ada yang membobol credit card atau debit card yang dipakai. Namun seiring waktu cara pembayaran dalam belanja online makin beragam, sehingga tak wajib lagi memakai kartu kredit. 


Banyak keragaman cara membayar belanja online, yang tentunya sangat melegakan dan lebih praktis tanpa harus dihantui ketakutan kartu kredit di bobol maling.


Selain pembayaran dengan cara bayar langsung atau COD (Cash Of Delivery), juga ada mobile banking, atau memakai jasa pihak ketiga seperti Ovo, Linkaja, dan jasa pembayaran lainnya. Sehingga masyarakat tidak perlu lagi mengobok-obok dan menguak password rahasia dalam kartu kredit. 


Sekarang belanja online telah mewabah, sebab selain caranya sangat praktis, tak perlu repot keluar rumah, juga dapat dengan mudah mendapatkan ragam pilihan tanpa harus lelah berjalan kesana-kemari.



Alasan belanja online menjadi pilihan


Pembelanjaan online beberapa waktu terakhir telah banyak membuat gulung tikar pasar retail dan menurangi pendapatan pasar tradisional. Entah siapa yang harus disalahkan, sebab semua berjalan berdasar permintaan konsumen.


Hal-hal berikut yang meniadi alasan mengapa orang lebih suka belanja online daripada belanja offline:


Praktis

Tanpa harus lelah membuang waktu kesana lemari, hanya tinggal pencet dan search barang yang diinginkan, maka semuanya akan hadir di depan mata asalkan duit tersedia. 


Hemat waktu

Dahulu banyak orang harus membuang banyak waktu demi membeli segala kebutuhan yang diperlukan, sebab tak ada pilihan lain selain harus ke supermarket atau pasar tradisional. Mendorong troli kesana kemari, kaki nyeri dan pegal-pegal. Apalagi kalau ke pasar tradisional, mana panas terik, tanpa AC. Meski masih ada juga sebagian orang yang lebih suka ke pasar tradisional, dengan alasan bisa menawar, bahkan jika pintar menawar dapat menghemat uang berlipat-lipat.


Banyak pilihan

Dengan hanya modal telunjuk dan handphone dalam genggaman, segalanya bisa dicari dengan mudah. Coba bayangkan bila harus ke supermarket atau pasar tradisional, tanpa mengetahui kondisi lapangan, maka wajib mengubek-ubek seluruh kawasan demi memperoleh barang yang diinginkan dan diperlukan.


Sebagian alasan diataslah yang menjadi penyebab supermarket alias pasar retail dan pasar tradisionail mengalami gulung tikar. Namun tampaknya pasar tradisional tak lekang dimakan waktu, sebab bila diamati dari kacamata para konsumen yang hobbi menawar dan berinteraksi, tempat ini merupakan pilihan yang tak tegantikan.


Apapun model cara belanja, baik yang tradisional, retail, market modern, ataupun online, pasti menyisakan sampah yang menumpuk, terutama plastik. Apalagi di zaman modern saat ini, disaat plastik menjadi raja segalanya. Sebab tak dapat dipungkiri, selain praktis, penjual juga tidak mau repot, pembelipun juga ingin segalanya serba cepat. Namun dibalik segala kemudahan tersebut, imbas plastik sampah setelah pemakaian mendatangkan persoalan tersendiri, sebab di tangan orang-orang yang tidak bijak, maka bencana polusi air, tanah, dan udara dapat terjadi. Kiamat sampah plastik, yang  kemudian akan merembet pada bencana ekologis air dan dunia.



Sejarah plastik


Menyikapi tentang sampah plastik, akan selalu ada pihak yang saling menyalahkan, saling tuding, saling tarik ulur permasalahan. Yang sebetulnya semua bermuara pada ketegasan dan kebijakan pemerintah dalam mengambil sikap.


Dunia mencatat, bahwa Alexander Parkes adalah penemu plastik pertama kali pada tahun 1862, yang saat itu disebut parkesine. Seiring perkembangannya maka pada 1959 tren kantong plastik dimulai oleh Sten Gustaf Thulin. Hingga kemudian berkembang kian pesat di tangan Montgomery Ward, Jodan Marsh, dan J.C. Penny, Sears di tahun 1975 


Pada awalnya Sten melakukan hal itu demi membantu lingkungan, sebab di zaman itu banyak orang memakai kantong kertas. Yang pastinya akan mengganggu sumber daya alam, sementara jika diganti dengan kantong plastik, selain lebih mudah dibawa, juga bisa dipakai berkali-kali


Plastik, pada awal diluncurkan disambut antusias di penjuru dunia, sebab dianggap sebagai penemuan baru yang sangat memudahkan dunia dalam berbelanja. Bagaimana tidak, jika semula orang sangat repot jika harus berbelanja, dimana penjual repot membungkus dan melipat barang belanjaan dengan kertas yang diikat karet gelang, ataupun daun yang disemat dengan lidi. Sangat menyita waktu dan tidak praktis. Hingga kemudian setelah plastik ditemukan, segalanya berubah drastis, serasa menghemat waktu beberapa dekade ke belakang. Segala yang diperlukan tak lagi dikemas dengan sangat merepotkan, tinggal masuk dalam kantongan plastik, entah besar atau kecil, segalanya serba cepat. Demikian juga dengan barang-barang produksi dari pabrik, dengan sangat mudah, cepat, bahkan awet, dikemas dengan plastik.



Perilaku orang terhadap sampah plastik


Plastik menjadi malaikat penolong yang diharapkan dimana-mana. Tetapi seiring waktu berjalan, ternyata plastik yang telah berubah wujud menjadi sampah mendatangkan persoalan tersendiri, Orang tidak mau terbebani dengan masalah sampah plastik, sehingga kadang mengambil tindakan pintas yang dianggapnya mampu menyelesaikan persoalan. Dengan membuangnya di sembarang tempat, atau bahkan membakarnya, anggapan sebuah penyelesaian yang justru mendatangkan persoalan baru.


Hal-hal yang biasanya dilakukan orang-orang terhadap sampah plastik:


Membuang ke sungai


Mereka merasa dengan membuang di sungai maka segala permasalahan selesai. Memang di depan matanya sampah sudah tidak ada, namun dia lupa, atau mungkin tidak berpikir, bahwa dengan membuang sampah ke sungai dapat mengakibatkan pencemaran air, kerusakan biota air, mematikan ikan-ikan kecil. Belum lagi jika tertelan, bukankah plastik bisa menghasilkan partikel nanoplastik berukulan kecil, yang bukan hanya merusak biota ikan tapi juga kandungan air?


Sungai yang muaranya akan ke laut, maka kerusakan itu akan membawa persoalan panjang, padahal kebutuhan ikan dunia ada di laut. Kita pernah disuguhkan berita penyu dengan hidung tersumbat sedotan, atau sampah plastik yang ditemukan dalam perut ikan paus. Bahkan kabarnya di daerah paling terisolasi dunia, yang terletak di daerah pegunungan, ternyata telah tercemar sampah plastik juga. Demikian juga dengan berita terbaru beberapa waktu lalu, tentang buaya berkalung ban, meskipun bukan jenis plastik, kita bisa menangkap, bahwa masyarakat kita sedemikian doyan buang sampah apapun ke suangai, bahkan ban, terlalu!



Membakar


Dengan cara membakar, maka dalam hitungan menit, sampah plastik akan meleleh dan menghilang dari pandangan, namun pasti ada sisa sampah bakaran yang tersisa. Belum lagi ditambah dengan polusi udara yang diakibatkan pembakaran sampah plastik.



Memendam dalam tanah


Sebagian orang mencari solusi penanganan sampah plastik dengan menanamnya dalam tanah. Menggali tanah dalam-dalam, untuk kemudian menananmnya rapat-rapat. Namun ada yang terlupa, bukankah sampah terus menerus akan ada?

Bahkan meskipun ditanam pun toh sampah plastik sangat sulit terurai, jangankan hanya dalam jangka waktu puluhan tahun, ratusan tahun pun tak ada jaminan terurai tanpa sisa.



Daur ulang


Bagi sebagian orang, penanganan sampah akan lebih terselesaikan dengan cara didaur ulang. Tangan-tangan kreatif perseorangan ataupun kelompok menjadikan sampah plastik yang semula tak berharga apa-apa kemudian disulap menjadi barang krasi dengan nilai seni dan nilai jual tinggi.


Bahkan di beberapa negara maju berusaha mengolah sampah plastik warganya dengan berbagai macam kekreatifan daur ulang, untuk kemudian menjualnya kembali dengan harga lumayan. Atau bisa juga saat negara tersebut merasa sampah daur ulang kurang membawa nilai ekonomis, ditambah adanya resiko polusi saat daur ulang, maka mereka melakukan impor plastik sampah secara besar besaran.


China adalah contoh negara yang mengimpor sampah plastik dari beberapa negara maju, bisa ditebak apa yang dilakukan oleh negara banyak akal ini dengan sampah impornya, mereka menghasilkan banyak barang-barang dari sampah tersebut. Barang bernilai ekonomis tinggi dalam wujud menarik tentu saja laris manis saat diekspor ke negara lain. Beragam cara mereka tempuh agar barang-barang daur ulang negara mereka menghasilkan uang, termasuk merambah ke berbagai pembelanjaan online.


Pemberitaan beberapa waktu lalu menyebutkan, China tidak mau lagi menerima limbah plastik dari negara negara pemasoknya, sehingga sampah plastik beralih ke negara-negara berkembang lainnya. Banyak faktor penyebab China menjadi emoh menerima kiriman limbah plastik, bisa jadi karena negaranya sudah makmur karena masuk ke dalam kategori negara dengan ekonomi terkuat dunia setelah Amerika.


Berbelanja dengan cara apapun tetaplah menyisakan sampah plastik, apalagi dengan cara belanja online, namun sudah seharusnya belanja sadar lingkungan. Karena barang yang dipesan harus dikemas dengan sangat rapi agar tidak mengalami kerusakan selama di perjalanan, maka kemasan plastik menjadi pilihan karena lebih murah dan praktis.



Sampah plastik, salah pembuat atau pemakainya?


Beberapa waktu lalu, supermarket sempat menghentikan pasokan kantongan plastik gratis untuk para pembelinya, beragam cara ditempuh akibat adanya larangan pemerintah untuk membatasi pasokan sampah plastik. Tapi toh cara ini tidak efektif, sebab bagaimanapun di zaman serba praktis seperti ini, konsumen tidak mau direpotkan dengan membawa karung sendiri untuk barang belanjaannya.


Hingga kemudian supermarket memberlakukan tas barang belanjaan berbayar, setelah sebelumnya plastik berbayar. Memang wajib kita apresiatif tujuan positif ini demi menghindari kerusakan lingkungan akibat sampah plastik, namun terlihat aturan ini sangat tidak memihak konsumen, merugikan dari segi materi sebab harus mengeluarkan uang berlebih demi memperoleh kenyamanan saat berbelanja. Sementara dari sisi pengelola supermarket, terlihat memperoleh keuntungan dari keadaan yang dikampanyekan tersebut, yakni memperoleh pemasukan uang dari tas-tas belanja yang dibeli konsumen.


Sampah plastik tidak akan membawa dampak buruk terhadap lingkungan, jika setiap pemilik dan penghasil sampah tersebut bijak dalam menyikapi dan memperlakukan sampah.


Akan sangat tidak bijak jika pemilik sampah membuangnya sembarangan, baik di sungai ataupun di sembarang tempat. Inilah yang menjadi akar permasalahan dari segala problema sampah. Tanpa juga melupakan para produsen pembuat kantongan plastik dan segala yang benda berbahan plastik, sebab tanpa ada hasil produksi barang mereka, maka tentu saja tidak akan ada juga cerita sampah.

Hasil produksi para juragan plastik sudah pasti tidak akan bisa dihentikan sebab banyak konsumen membutuhkan dan membelo, karena faktor praktis di zaman yang selalu dikejar waktu ini.


Ada faktor sebab akibat yang selalu terhubung dalam kasus sampah plastik. Seperti buah simalkama, gigit menggigit yang tak ada hentinya, sebab ada tiga faktor yang terlibat, pemerintah, produsen, dan konsumen.

Penanganan masalah sampah plastik dari sisi pemerintah sangat pelik.Misal mengeluarkan aturan untuk menghentikan kinerja produsen plastik sudah pasti menemui jalan buntu, sebab pabrik memiliki jumlah karyawan yang dapat membantu pemerintah mengurangi pengangguran. 


Sementara di sisi lain, konsumen juga tidak bisa berhenti membutuhkan barang berbahan plastik karena daya beli yang terjangkau, kepraktisan, dan efisiensi waktu. Kalau sudah berkelindan seperti ini, mungkinkah ada penyelesaian berkelanjutan yang dapat berhenti pada titik akhir?


Di negara manapun tidak pernah ada penyelesaian sampah plastik secara tuntas, sebab selalu terselip faktor kepentingan di dalamnya. Bahkan di benua Alaska sekalipun.


Jadi bagaimana cara penyelesaian sementara, atau setidaknya solusi termudah agar sampah plastik ke depannya tidak makin membuat dunia tercemari? Tak ada cara lain, sebab muara oermasalahannya adalah sampah plastik yang dihasilkan. Sehingga tidak ada cara lain selain bijak mengelolanya, dengan tidak membuang sembarangan, memilah antara sampah basah dan kering sebelum membuang ke tempat sampah agar memudahkan bagi pihak lain untuk mengelolanya, misal pemulung yang dapat mengumpulkannya dengan mudah.


Mereka yang tidak bijak, mengotori sungai dengan sampah plastik, membuat saluran-saluran pembuangan air menjadi tersumbat. Selain mengganggu peemandangan, menimbulkan bau tidak nyaman, juga dapat menyebabkan polusi udara dan air, serta kerusakan generasi anka cucu ke depannya.


Setelah beberapa waktu lalu kita sempat disuguhkan hasi penelian ilmuwan tentang partikel plastik yang telah mencemari perairan dunia, baru baru ini kita dikejutkan lagi dengan penemuan ilmuwan lainnya, bahwa partikel plastik yang berukuran super mikro telah mencemari udara. Kebutuhan air dan udara yang super vital telah tercemari oleh plastik.


Penelitian menunjukkan bahwa partikel nanoplatik mencemari air dari pemakaian kemasan-kemasan botol air yang dikonsumsi manusia, hingga dapat memasuki aliran darah. Sedangkan mikroplastik mencemari pernafasan dari karbon-karbon plastik yang dilepaskan oleh baju-baju yang dipakai, timbal asap karbon dari kendaraan, dan juga berbagai bahan bangunan mengandung plastik yang terpapar matahari. Sebab tak dapat dipungkiri jika kini segala barang terdapat kandungan bahan plastik di dalamnya.


And so, mau tak mau kita harus berusaha menghentikan kerusakan dunia akibat pencemaran sampah plastik, sebab kalau bukan kita, lalu siapa lagi? 


Menunggu kesadaran orang lain untuk melakukan hal serupa terkadang mustahil, bahkan terkadang menghasilkan kejengkelan dan uring uringan luar biasa. Kita berusaha tertib membuang sampah pada tempatnya, mereka justru seenak udhel menghambur-hamburkannya ke sungai, dan ke sembarang tempat. Peraturan pemerintah sudah seharusnya lebih tegas lagi mengatur, dengan demikian akan pas menyematkan label penjahat lingkungan pada mereka yang buang sampah sembarangan.



Mari kita memulai tertib mengelola sampah plastik dari diri kita sendiri. Saatnya membuktikan pada penjahat sampah plastik bahwa kita bukanlah bagian dari konspirasi kejahatan mereka yang super dahsyat, sebab bisa merusak keselamatan biota air dan udara pada generasi anak cucu di masa depan. Biarlah para penjahat lingkungan bertanggung jawab terhadap kejahatannya sendiri!









Comments