3 Cara Mudah Membedakan Perusahaan Pailit atau Pelit

Ilustrasi perusahaan dengan omzet naik (pic:pizzatime.com)

Tulisan berikut merupakan pegangan penting bukan hanya bagi karyawan namun juga bagi pemilik perusahaan tentang untung rugi serta manfaat memahami sikap perusahaan terhadap kelanggengan moral karyawan yang dapat menaikkan omzet perusahaan



Bagi seorang karyawan, bekerja di sebuah perusahaan bonafit pastilah sangat  membanggakan. Demikian juga bagi pemilik perusahaan, memiliki perusahaan bonafit, ditambah dengan karyawan solid, apalagi omzet naik terus, tentunya sangat diharapkan. 


Sebonafit apa pun sebuah perusahaan, namun jika kurang mampu menjamin kesejahteraan moril dan materiil karyawan, tentunya menimbulkan pertanyaan, apakah memang perusahaan itu pailit ataukah pelit.


Tulisan di bawah ini merupakan pegangan penting, bukan hanya bagi karyawan, namun juga bagi pemilik perusahaan, tentang untung rugi serta manfaat memahami sikap perusahaan terhadap kelanggengan moral karyawan perusahaan.


Terkadang ada juga pemilik perusahaan yang sangat memperhatikan kebutuhan moril dan materiil karyawan, namun justru para bawahan yang menjadi tangan kanan owner, pelitnya lebih kebangetan dari pemiliknya. Sehingga mendatangkan penderitaan lahir-batin bagi karyawan.


Berikut cara mudah untuk membedakan apakah sebuah perusahaan dalam kondisi ngos-ngosan karena mendekati pailit alias bangkrut, ataukah justru pelit:



Sikap menghadapi problem karyawan


Selalu memaksa karyawan untuk menutupi kekurangan perusahaan secara kecil-kecil, bahkan tega membuat karyawan kecil tekor, padahal dari pengeluaran yang kecil-kecil itu justru dapat mendatangkan pengeluaran lebih besar lagi.


Contoh paling mudah, adalah saat fasilitas transportasi yang dimiliki karyawan, misal mobil mengalami gangguan AC, biasanya perusahaan pelit akan menyuruh karyawannnya utnuk memperbaikinya di bengkel-bengkel kurang bonafit sebab tarifnya lebih murah. Padahal ke depannya bisa jadi bengkel yang tidak berpengalaman justru akan mendatangkan beragam permasalahan lainnnya.


Berbeda dengan perusahaan bonafit yang lebih mendahulukan kualitas, biasanya akan menyarankan untuk bengkel bonafit, namun jika perusahaan tersebut mendekati pailit maka boleh jadi melakukan hal yang sama dengan perusahaan pelit, meskipun jarang ditemukan.


Saat kemudian terjadi berbagai permasalahan beruntun terhadap mobil karyawan, yang merembet kemana-mana, maka perusahaan pelit akan mempersulit karyawannnya dalam mengkomplain hal-hal tersebut, sehingga karyawan mengalami beban materiil dan moril yang parah.


Perusahaan pelit mengharuskan karyawan memilih bengkel murahan bila menemui masalah, tidak empati pada penderitaan karyawan, misal AC mobil mati, karyawan tidak diperbolehkan mencari bengkel bonafit sebab mahal, namun justru hal itu memicu permaslahan lebih besar. Dan jika telah benar-benar ngadat, perusahaan tak mau tahu, karyawan ngos-ngosan banjir keringat penuh oenderitaan saat bekerja.


Perusahaan pailit jika dulunya bonafit, perusahaan akan tetap menyarankan karyawan agar tetap melakukan perbaikan kerusakan pada bengkel bonafit. Namun jika perusahaan mendekati pailit, dengan sangat terpaksa perusahaan melakukan hal sama seperti yang dilakukan perusahaan pelit.



Beban moral karyawan


Setelah terjadinya berbagai oermasalahan menimpa karyawan terhadap fasilitas transportasi, perusahaan pelit akan membiarkannya, tidak mau tahu, hingga menunda memberi ganti finansial yang telah ditomboki karyawan. 


Sikap mempersulit ini yang membuat karyawan menjadi menderita beban moral yang berat. Misal saat sebelum ada keluhan AC mobil yang mati, terdapat keluhan terdahulu seperti rusaknya speedometer, blower mesin, dan sebagainya. Hingga kemudian berujung pada matinya AC. Permasalahan yang berntun ini sebetulnya kalau ditelusuri mendalam berawal dari permasalahan kecil, yang kemudian merembet ke hal-hal besar, gara-gara perusahaan pelit enggan mengeluarkan uang lebih. Setelah terjadi hal besar, AC mobil mati, perusahaan tidak mau tahu, bahkan hanya memberi janji-janji manis saja seperti kampanye.


Hal seperti inilah yang kemudian menciptakan beban moral bagi karyawan. Karyawan ingin bekerja lebih giat, tapi kepanasan. Mungkin jika bekerja di daerah dingin tidak menjadi masalah, tapi jika berada pada wilayah bercuaca panas, AC mati merupakan sebuah siksaan. Apalagi jika harus bertugas di lapangan dengan cuaca terik menyengat.


Perusahaan pelit tak pernah peduli dngan penderitaan karyawannya, baginya yang penting omzet naik. Bagi karyawan yang bermental pemberontak, dia akan melakukan demonstrasi ataupun unjuk rasa. Namun bagi karyawan yang ingin suasana kerja kondusif dan tenang, dia dengan sangat terpaksa menerima keadaannya. Meskipun tanpa disadari secara perlahan, perusahaan akan merugi karena beban moral yang dialami karyawan akan membuat kinerjanya menurun, yang tentunya berimbas pada turunnya omzet perusahaan.


Perusahaan bisa menjadi bonafit terlihat dari kualitas kerja karyawan. Pekerjaaan berkualitas dari karyawan bukan hanya kepuasan dari sisi materiil, namun juga moril.


Perusahaan yang baik tidak melulu mengejar-ngejar omzet, tapi juga kualitas moral karyawan, kualitas batin. Hanya perusahaan berkualtas dan bonafit yang mampu mencukupi suasana materiil dan moril karyawannya. Karyawan dengan pemenuhan kebahagiaan batin yang tercukupi akan terlihat solid pada perusahaan. Contoh paling mudah adalah perusahaan Facebook, dengan owner demokratis dan mampu memahami kebutuhan materi dan kebatinan karyawannya.


Kelangsungan generasi penerus perusahaan


Efisiensi perusahaan memang penting, tapi jangan sampai meruntuhkan moral karyawan yang dapat meruntuhkan perusahaan. Di satu sisi mungkin omzet meledak, namun bila batin karyawan merintih kesakitan, tak dapat menjamin keabadian perusahaan. Kejayaan perusahaan tercermin dari hitungan generasi penerusnya, makin banyak generasi yang mampu melanjutkan, maka makin luar biasa kualitas moril dan materiilnya.


Dari sisi karyawan, sudah pasti ingin tercukupi kebutuhan mareri dan batin, materi cukup, suasana dan fasilitas kerja yang menyenangkan, sudah pasti akan membuat karyawan betah bekerja dan solid.


Dari sisi pemilik perusahaan, tentunya menginginkan omzet dan keuntungan perusahaan besar, namun jika karyawan menderita batinnya, hal ini yang bisa memancing unjuk rasa sebagai pemberontakan batinnya. Namun jika telah dicukupi materi dan kepuasan moral, maka sudah selayaknya karyaan juga memiliki komitmen dan pemgabdian sepenuhnya.


Perusahaan dapat berkembang pesat dan mampu bertahan hingga puluhan generasi, jika antara owner, direksi, manajer, dan karyawan terjalin ikatan batin kuat, solidaritas dan saling memahami, tanpa unsur pemerasan dan perbudakan. Tumbuh suburnya sikap saling menghormati satu sama lain akan membentuk perusahaan kokoh dan abadi.



Anda owner perusahaan, direksi, manajer, atau karyawan perusahaan? Cermati perusahaan Anda, benar-benar pailit atau hanya pelit? 


Salam sukses!.

Comments