Dilema Vaksin Covid-19

Illustrasi vaksin covid-19 (pic:kabar24.bisnis.com)

Hingga saat ini China gagal meyakinkan jutaan orang yang bergantung pada vaksinnya, sebagaimana dikutip dari bisnis.com, berdasar hasil wawancara dan survei Datafolha terhadap orang-orang di Pakistan dan negara berkembang lainnya, seperti Indonesia dan Brasil.


Bahkan dari survei awal bulan ini di Brasil, menunjukkan separuh warga negaranya tidak bersedia menerima suntikan Sinovac yang bekerja sama dengan Butantan Institut.

Bagi negara berkembang memang tidak ada pilihan lain selain menggunakan vaksin China untuk sebagian populasi masyarakat, karena tidak memiliki cukup fasilitas untuk menyimpan vaksin buatan negara barat seperti Pfizer Inc yang harus disimpan pada suhu -70 derajat celcius.

Tetapi bukan berarti juga vaksin dari negara barat tanpa kasus, sebab kabar mengejutkan justru datang dari Swiss yang telah melakukan vaksinasi Covid-19 sejak 23 Desember lalu, dikutip dari kompas.com, bahwa salah satu penghuni panti jompo di Desa Ebikon, Lucerne, Swiss Tengah, Alfred, 91 tahun, dikabarkan meninggal setelah mengalami sakit perut dan tekanan darah melemah usai mendapat suntikan vaksin Covid-19.

Hal-hal seperti itulah yang menimbulkan dilema di masyarakat, seperti buah simalakama divaksin khawatir, tidak divaksinpun juga khawatir.

Dilemapun makin bertambah ketika baru-baru ini Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan aturan tentang wajib vaksin bagi masyarakat yang menerima kiriman SMS dari pemerintah.

Jadi wajarlah bila Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebagaimana dikutip dari Kompas menyarankan agar pengadaan vaksin Covid-19 di Indonesia dipastikan keefektivitasnya dahulu sebelum membeli dalam jumlah besar, dan sebaiknya mendapat pertimbangan dari Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan TUN (Jamdatun), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Yang pasti vaksin bukan jaminan terhindar dari virus jika masyarakat kembali mengabaikan protokol kesehatan, sebab herd immunity sesungguhnya adalah ‘protokol kesehatan’ itu sendiri.

Comments