Beredar! Surat Pemunduran Pemilu di Tengah Gonjang-Ganjing Klaim Big Data Luhut

Presiden Jokowi dan Menjo Marves Luhut Panjaitan (pic: publika.urml.id)



Luhut menepis tudingan validitas big data penundaan pemilu meragukan namun enggan membukanya, sementara Jokowi berkomitmen  mematuhi konstitusi namun menyebut usulan penundaan pemilu tak bisa dilarang karena bagian demokrasi



Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan bahwa Pemilu 2024 akan digelar pada 14 Februari 2024, tetapi beberapa pihak tampak bersemangat menyuarakan penundaan pemilu, sehingga terkesan ingin memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi tiga periode.


Paling baru, isu penundaan pemilu digulirkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut bahwa mayoritas masyarakat menginginkan Pemilu 2024 ditunda. Padahal sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD  telah mengatakan, bahwa pemerintah tidak pernah membahas ihwal penundaan Pemilu 2024 atau pun perpanjangan masa jabatan presiden, dan menyebut bahwa wacana penundaan Pemilu yang berkembang saat ini merupakan isu politik di luar agenda pemerintah.


Pemunduran Pemilu 2024


Mahfud MD menyebut wacana penundaan Pemilu hanya sebuah isu politik, namun baru-baru ini beredar dokumen surat undangan berkop Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) yang akan menggelar rapat koordinasi mengenai pemunduran Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan calon penjabat kepala daerah di Balikpapan, Kalimantan Timur.


Menko Polhukam Mahfud berkilah rapat koordinasi tersebut hanya bertujuan untuk menjawab isu mengenai wacana penundaan Pemilu 2024, dan menjadi agenda yang tidak akan memengaruhi tahap-tahap kerja pemerintah menyiapkan pemilu dan pilkada pada tahun 2024.

Isu penundaan Pemilu yang masif membuat rakyat yang kurang paham politik menjadi kebingungan. Adanya ketidaksesuaian jawaban dari menteri yang notabene  pembantu presiden dalam internal kabinet  menimbulkan tanda tanya besar. Memberi kesan seakan ada menteri yang seperti ingin menguasai semua urusan menteri lain. Perbedaan sikap Luhut dan Mahfud soal penundaan pemilu menunjukkan adanya masalah pada kepemimpinan Jokowi. Mungkinkah demi mempengaruhi opini publik?



Big data Luhut tanpa bukti


Wacana penundaan Pemilu 2024 awal mulanya digaungkan tiga ketua umum partai politik, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Namun hal tersebut menjadi kian panas saat Menko maritim dan investasi Luhut Panjaitan dan Menteri kordinator polkam Mahfudz berbeda wacana.


Mahfudz menyebut tidak ada keinginan untuk menunda pemilu, namun berbanding terbalik dengan Luhut yang menyatakan bahwa penundaan pemilu adalah keinginan seluruh masyarakat, apalagi Luhut mengklaim memiliki datanya, meskipun tidak bisa menunjukkan.


Luhut menyebut bahwa sebagian besar masyarakat menginginkan pemilu ditunda karena berharap kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian. Banding terbalik dengan Mahfud yang menyatakan pemilu tetap digelar sesuai jadwal yang telah ditetapkan di 14 Februari 2024. Perbedaan pendapat tersebut kian santer menimbulkan spekulasi tentang retaknya solidaritas pemerintahan Presiden Joko Widodo.


Tak adanya wacana menunda  Pemilu 2024 menurut Mahfud, karena meskipun  Presiden Jokowi telah dua kali memimpin rapat kabinet bersama Menko Polhukam, Mendagri Tito Karnavian, dan Kepala BIN Budi Gunawan, namun tak pernah menyingung hal tersebut. Demikian juga Ketua DPR Puan Maharani, menegaskan bahwa DPR tetap sepakat pemilu tetap digelar sesuai jadwal di 2024, sehingga berkomitmen untuk segera membahas perihal anggaran penyelenggaraan pemilu.


Sementara Luhut dalam sebuah tayangan YouTube,  mengungkap bahwa terdapat big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024. Selain punya big data, Luhut mengaku mendengar aspirasi rakyat soal penundaan Pemilu 2024. banyak yang menyatakan bahwa kondisi saat ini relatif tenang tanpa pergantian kepemimpinan. Sebaliknya, pemilu bisa mengubah situasi politik menjadi tidak tenang karena adanya poros-poros dukungan ke calon tertentu.


Klaim Luhut tentang mayoritas masyarakat Indonesia menginginkan penundaan pemilu dimentahkan beberapa pengamat media sosial. Mereka meragukan soal big data 110 juta warganet yang ingin Pemilu 2024 ditunda. Sebab jika dihitung dari jumlah responden di beragam media sosial, seperti Twitter, Facebook, dan sebagainya, jumlah data yang diklaim Luhut terlalu besar, melampaui perhitungan normal.


Menurut Pengamat media sosial sekaligus founder Drone Emprit, Ismail Fahmi, sebagaimana dikutip dari kompas.com (17/3/2022) bahwa akun Twitter yang terlibat pembicaraan penundaan pemilu atau wacana presiden tiga periode hanya berkisar di angka 10.000-an saja. Bahkan bila ditambah dari pengguna Facebook di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 140 juta, dengan asumsi 0,055 persen pengguna membahas penundaan Pemilu 2024, maka hanya didapatkan 77.000 akun, jika di-markup 10 kali hanya menghasilkan 777.000 akun. Apabila di-markup 100 kali, maka didapatkan 7,7 juta akun. Sedangkan bila di-markup 1000 kali, baru didapatkan angka 77 juta akun. Jadi angka 110 juta adalah hal mustahil kecuali di-markup 1000x lebih.


Sehingga rakyat kembali bertanya-tanya tentang klaim data Luhut. Mungkinkah memang mengemban misi khusus dari istana? Atau sengaja melakukan agar semakin mendapat perhatian lebih dari Jokowi? Meskipun Luhut menepis tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas data dan menyebut big data itu tidak benar, namun ia tetap enggan membuka big data tersebut.


Mungkin tak bisa sepenuhnya disalahkan juga, sebab selama sekian waktu, Luhut selalu berhasil mengemban dan melaksanakan tugas apa pun yang diberikan Jokowi. Keberhasilan inilah yang kemudian menjadi sumber kepercayaan dirinya paling besar, hingga kemudian berani 'cawe-cawe' pada beragam permasalahan yang sebetulnya bukan wilayah kewenangannya.


Saat terjadi ketidaksesuaian data penderita pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu sempat terjadi kisruh, namun setelah dialihkan oleh Jokowi kepada Luhut, segalanya menjadi lancar, grafik menurun, sesuai laporan yang didapat.


Itulah yang menjadi alasan kenapa Luhut dijuluki The Lord, Menteri segala menteri, bahkan permasalah yang bukan merupakan kewenangannya pun, jika ia yang mengatasi maka akan selesai dengan tanpa halangan. Sehingga wajar jika  istana menganggap Luhut ahli dalam segalanya, penyelamat segala tindakan menteri yang dinilai kurang ahli dalam menyelesaikan. Segala tugas menteri yang pada awalnya tidak beres tiba-tiba menjadi beres dengan cepat. Mungkin itulah yang menjadi alasan Jokowi selalu menunjuk Luhut dalam mengatasi segalanya. Imbasnya Luhut  terlihat kian percaya diri, hingga  terkadang melampaui batas kewenangannnya, merambah pada tugas menteri-menteri lainnya.



Ketidakjelasan sikap Jokowi


Setelah menyaksikan opini menteri yan berbeda, masyarakat kembali kebingungan dengan sikap presiden yang tak jelas, di satu sisi berkomitmen akan mematuhi konstitusi, namun di sisi lain juga menyebut bahwa usulan penundaan pemilu tak bisa dilarang karena menjadi bagian dari demokrasi.


Hal ini tentu saja membuat kerumitan permasalahan, sebab kepercayaan publik bisa gonjang-ganjing, demkian juga dengan loyalitas menteri, yang dihawatirkan adalah bila kemudian kesetiaan mereka tidak lagi kepada presiden, tapi berbalik kepada partai politik masing-masing.


Oleh karena itu, sebagai negarawan sejati, Jokowi diharapkan mampu menegaskan sikap soal polemik penundaan pemilu. Sebab tanpa arah ketegasan yang jelas,  masyarakat akan makin membenarkan kalau ternyata Jokowi mendukung usulan penundaan pemilu karena ingin memperpanjang masa kepemimpinannnya.



Benarkah pemilu akan ditunda demi mengawal pembangunan Ibukota Negara (IKN)? Jika demikan berarti masa jabatan presiden yang seharusnya lima tahun menjadi lebih, demikian juga dengan masa jabatan anggota DPR, DPRD, dan DPD. Sudah sesuaikah dengan konstitusi negara kita? Mungkinkah ada wacana mengotak-atik konstitusi demi jalan mulus ke arah itu? Entahlah, mari bertanya pada rumput yang bergoyang.


 

Comments