Panti Jompo, Solusi atau Hukuman Mati?

 

Illustrasi orangtua lanjut usia (pic: nursinghomeabuseinjurylaw.com)


Menitipkan orangtua ke panti jompo janganlah menjadi arena pembuangan tanpa beban, sebab tanpa jasa dan bantuan orangtua maka tidak akan ada generasi yang sekarang, bukankah generasi yang sekarang kelak akan menjadi orangtua lanjut usia yang tak berdaya juga?



Tak sedikit para orangtua merasa khawatir denga hari tuanya nanti, ketika telah tak produktif lagi untuk bekerja dan menghasilkan uang, sehingga digantikan oleh anak-anak yang beranjak dewasa dan sibuk bekerja.


Beragam bayangan mengerikan itu muncul sebab disaat anaknya sibuk bekerja, maka tidak ada waktu lagi merawat dan mengurus orangtua yang lemah tak berdaya, sehingga tidak akan disangsikan jika kemudian anak-anaknya menitipkannya ke rumah jompo, padahal bagi sebagian orangtua, hal itu sebagai sebuah kiamat, karena terpisahkan oleh jarak dan waktu bersama anak cucu.



Orangtua lanjut usia adalah beban?


Banyak anak-anak yang kemudian beranjak dewasa, berhasil mandiri, dan menghasilkan uang sendiri, memandang orangtuanya yang lemah dan sakit-sakitan di rumah sebagai beban. Apalagi kesibukannya yang sangat menyita waktu, berakibat tak telaten mengurus, terkadang bila uang berlebih dan penghasilan cukup, anak akan memanggil perawat pribadi untuk merawat orangtuanya di rumah, namun ketika anak tidak memiliki cukup uang untuk hal tersebut, maka solusi termudah adalah menitipkannya di panti jompo.


Mungkin bukan masalah besar jika memang faktor kesibukan dan tidak adanya penjagaan serta perawatan memadai di rumah sebagai alasan memindahkan orangtua ke rumah jompo. Namun akan sangat tragis apabila niat menitipkan ke panti jompo hanya sebagai arena kebebasan agar tak terbebani, hingga terkesan bukan menitipkan, namun membuang orangtua yang telah membesarkan dan merawatnya sejak kecil tanpa tedeng aling-aling.


Seperti ramai diperbincangkan masyarakat beberapa waktu lalu, seorang Ibu dititipkan di panti jompo oleh ketiga anaknya karena tak mampu merawat, bahkan menitipnya tanpa batas waktu, sampai nanti hingga kematiannya ke liang lahat. Sungguh tragis!, entah apa dosa dan kesalahan si Ibu saat merawat anaknya dahulu semasa kecil, hingga saat menjelang hari tuanya, bukannya kasih sayang dan balas budi yang didapat, namun justru sebuah peristiwa pembuangan. Apalagi kondisi panti jompo sangat mengenaskan, dengan kamar-kamar sempit, beserta pemandangan mengenaskan seorang lansia yang sedang duduk di bangku depan wisma dengan dikerubuti lalat. Sedih dan mengoyak nurani, sedemikian miskinkah seorang anak hingga lebih rela menitipkan Ibunya ke panti jompo daripada merawatnya?


Banyak bayangan ketakutan dan kengerian dari para orangtua seandainya kelak dititipkan ke panti jompo, sebab bagi mereka, panti jompo adalah sebuah tempat pembuangan bagi orang yang sudah tak berguna hingga tak disayangi lagi. Akibatnya orangtua dengan tingkat kecemasan tinggi seperti ini akan memerlakukan anak-anaknya dengan sangat keras baik secara fisik ataupun verbal, sebab dalam bayangannya, toh suatu hari nanti juga akan dbuang anaknya ke panti jompo.



Beda budaya beda perlakuan anak


Perbedaan budaya dan normalah yang membedakan perlakuan anak terhadap orangtua. Jika di negara-negara barat panti-panti jompo penuh penghuni karena anak-anak di sana tidak mau terbebani, sebab di saat mereka telah memasuki bangku kuliahpun sudah diharuskan mandiri dengan memiliki apartemen sendiri. Hal inilah yang membuat mereka telah nyaman dengan privasi dan kehidupan pribadinya, sehingga akan sangat terganggu ketika harus kembali berbagi kebersamaan dengan orangtua. 


Berbeda dengan masyarakat Indonesia yang menaati norma dan kuat memegang budaya timur, mereka memiliki ikatan lahir batin kuat dengan orangtuanya, terutama di daerah pedesaan. itulah kenapa kita sering menjumpai orang-orang yang telah lanjut usia tetap hidup dalam satu rumah dengan anak, menantu, dan cucu-cucunya, mendapat penghormatan penuh, serta tidak dianggap beban.


Namun seiring modernisasi dunia dan pengaruh budaya barat yang kuat, terkadang memelihara dan merawat orangtua yang telah lemah dianggap beban. Apalagi propaganda generasi sandwich makin menjadi alasan pembenaran untuk menitipkan orangtua ke panti jompo.


Sebagian orang beranggapan justru malah bagus jika orangtua dititipkan ke panti jompo, sebab disana para ortu lanjut usia bisa bersosialisi dengan sesamanya, saling curhat, berbagi rasa, bahkan bisa menemukan belahan jiwanya kembali disana. Namun benarkah demikian? Hanya para orangtua lanjut usia yang telah ditipkan di sana yang bisa menjawabnya.


Memang ada beberapa orangtua yang justru mendaftarkan dirinya ke panti jompo sebab kelak di hari tua tidak ingin merepotkan anaknya. Tetapi di balik keinginan orangtua tersebut, pahamkah kita bahwa sebetulnya dari hati terdalam, mereka tetap ingin menikmati kebersamaan dan kebahagiaan bersama anak di sisa hari tuanya. Namun keadaanlah yang memaksa mereka melakukan itu, kini kita makin memahami bahwa para orangtua adalah malaikat yang seharusnya kita jaga di sisa hidupnya, sebab sejatinya mereka rela mengasingkan diri ke panti jompo demi privasi dan kebahagiaan anak-anak yang dicintainya.


Keputusan apapun yang diambil anak ataupun menantu, sudah selayaknya didiskusikan dengan orangtua sebagai tuntunan budaya timur yang mematuhi norma norma. Sehingga tidak akan terjadi lagi peristiwa "main buang orangtua sembarangan" sebab orangtua adalah juga manusia. Jangan karena telah udzur, tak berdaya, pikun, dan sakit sakitan, membuangnya ke panti jompo dianggap menyelesaikan persoalan. Bukankah kita masih manusia? Hewan yang dirawat sejak kecil saja mengerti balas budi terhadap majikannya, mungkinkah anak manusia bisa lebih rendah dari hewan?


Bagaimanapun keras dan kejamnya perlakuan orangtua di masa kecil, toh mereka juga memiliki andil dan berjasa dalam merawat dan membesarkan anak. Mungkin perlakuan kerasnya karena faktor kelelahan emosi dan psikis karena kerja keras jungkir balik mencari uang. Sungguh tak elok jika anak menyimpan dendam masa lalu hingga melampiaskannya dengan membuang oarangtua ke panti jompo.


Bila hati nurani terdalam dari para orangtua yang lanjut usia ditanya tentang pilihan hidupnya menjelang hari akhir, pastilah dengan jujur mereka akan menjawab ingin bersama orang orang yang dicintainya, anak, menantu, dan cucu. Bukan bersama mereka yang di panti jompo yang sesungguhya adalah orang asing, meskipun telah akrab mengenalnya. Namun karena waktu dan keadaan, anak justru berubah menjadi orang asing, sedangkan orang asing di panti jompo malah menjadi keluarga. Para orangtua pasti ingin anak-anaknya saat di hari tua memperhatikan, merawat, dan menyayanginya, sebab bukankah saat anak-anak kecil, orangtua melakukan hal serupa?


Mungkinkah anak yang tega menitipkan orangtuanya ke panti jompo karena dahulu saat masih kecil, mulai taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah dasar (SD) dititipkan di penitipan, atau hanya diurus oleh pembantu saja? Akibatnya saat ortu sudah lanjut dan berubah seperti anak-anak, sang anak membalas dengan menitipkannya.


Menitipkan orangtua ke panti jompo atau tidak, itu merupakan pilihan yang mencerminkan kepribadian seseorang dan cerita masa lalunya di saat kecil. Jika memang terpaksa harus menitipkan, semoga bukan menjadi arena pembuangan tanpa beban. Sebab tanpa jasa dan bantuan orangtua, maka tidak akan ada generasi yang sekarang, bukankah generasi yang sekarang kelak akan menjadi orangtua lanjut usia yang tak berdaya juga?


Mari belajar membalas budi dengan segunung kasih sayang tulus terhadap orangtua, sebab mereka adalah malaikat tempat kita mendulang ribuan pahala dan manjurnya doa. Janganlah kasih sayang itu luntur dan hilang hanya karena kehadiran pasangan ataupun anak-anak yang kita miliki.


Comments