Perang Dingin Mertua vs Menantu, Siapa yang Harus Mengalah?

Illustrasi mertua dan menantu (pic: psychologytoday.com)

Hubungan Ibu mertua dengan menantu perempuan sering kacau balau akibat siklus bulanan yang mengaduk-aduk perasaan karena hormon pramenstruasi membuat emosi labil



Bukan hal mudah untuk menyatukan dua generasi berbeda usia dengan latar belakang kepribadian yang berbeda. Namun, terkadang demi sebuah hubungan,  hal-hal egois terpaksa harus dikalahkan, seperti saat para orangtua demi kasih sayangnya yang tulus pada anak-anaknya, harus bersedia mengalah dengan menerima menantu masuk menjadi anggota keluarga barunya. Demikian juga tak berbeda jauh dengan orangtua, para menantu, demi cinta pada pasangannya, harus dapat menerima keberadaan orangtua dari pasangannya.


Mungkin pada awalnya bukan hal mudah, akan terjadi benturan dan riak di sana sini, apalagi jika sebuah pernikahan berdasar keterpaksaan karena anak terlanjur suka, sehingga mau tak mau orangtua harus menerima kehadiran keluarga baru dalam kehidupan.



Pengaruh hormon pramenstruasi 


Tak jarang, meskipun kebersamaan telah berjalan seiring waktu, tetapi sesuatu yang memang tidak akur akan sulit untuk diakurkan, sesuatu yang dipaksakan untuk harmonis justru akan terlihat  berantakan pada akhrnya. Lebih-lebih bila hubungan tersebut antara mertua dengan menantu, terutama mertua perempuan dengan menantu perempuan, yang kadang akibat perubahan hormon menjelang menstruasi, menciptakan sikap yang lebih berdasar perasaan daripada pikiran.


Pertentangan dan ketidakcocokan antara mertua vs menantu jarang ditemui pada mertua pria dengan menantu lelakinya, tapi justru sangat kerap djumpai pada mertua perempuan vs menantu perempuan. Kenapa hal ini bisa terjadi?


Sebagaimana kita ketahui kaum hawa sudah pasti setiap bulan mengalami rutinitas menstruasi. Bukan rahasia lagi jika kondisi pramenstruasi membawa banyak dampak perubahan hormon pada makhluk Tuhan penuh kelembutan ini.


Keadaan pramenstruasi sering membuat wanita berbuat hal yang tidak masuk akal, bahkan di luar kontrol kendalinya akibat pengaruh hormon yang dialami menjelang tamu rutin bulanan. Pengaruh hormon inilah yang mengakibatkan oerubahan emosi yang kadang sangat sulit dipahami, labil, kacau, perasa, kurang realistis, dan gampang tersinggung.


Demikian juga yang terjadi pada hubungan mertua perempuan dengan menantu perempuan sering kacau balau akibat siklus bulanan yang mengaduk-aduk perasaan dan emosi mereka, sebab sudah bukan rahasia lagi jika hormon menjelang pramenstruasi membuat emosi menjadi labil.


Hal seperti itu tidak akan dijumpai oada mertua pria dengan menantu lelakinya sebab mereka tidak mengalami siklus menstruasi, sehingga emosi mereka yang lebih tenang  akan berkembang pada hubungan yang lebih stabil.


Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa siklus menstruasilah yang kadang membuat hubungan mertua perempuan dengan menantu perempuannya kacau balau, belum lagi ditambah dengan kebiasaan kaum wanita yang sering mengedepankan perasaan ketimbang pikiran. Akibatnya hubungan mertua perempuan dengan menantu perempuannya kerap runyam.


Lalu bagaimana bila mertua perempuan sudah tidak mengalami menstruasi lagi alias menopause, apakah berarti ketidakstabilan emosi ataupun pertengkaran antara mereka dikIbatkan pengaruh pramenstruasi (PMS) juga? Jangan lupa, memang mertua perempuan sudah menopause, namun bukankah menantu perempuannya masih menstruasi. Jadi apabila terjadi hal runyam diantara mereka, maka yang patut dcurugai sebagai penyebab hal runyam adalah menantu perempuan, sebab emosinya masih gampang naik turun akibat siklus menstruasi, sedangkan keadaan emosi mertua lebh stabil karena telah menopouse, meskipun ada juga sebagian orang yang mengalami kekacauan emosi menjelang menopouse.



Cara menyikapi perang dingin mertua vs menantu


Cara menyikapi apabila terjadi perang dingin antara mertua perempuan dengan menantu perempuan yang tak ada titik temu, terlepas dari apakah keduanya masih mengalami PMS ataupun tidak, diantaranya adalah:


Menantu harus lebih mengalah


Dibalik emosi yang menggebu karena kekesalan pada mertua, menantu haruslah tetap berpikir rasionil, sebab bagaimanapun tanpa adanya pengorbanan seorang Ibu melahirkan dan membesarkan anak, tentunya tak akan ada suami yang saat ini banting tulang mencari nafkah untuk menantu perenpuan.


Menantu perempuan harus dapat memahami dan mengingat jerih payah mertua perempuan, bagaimana dahulu melahirkan, membesarkan, merawat, mendidik, hingga suaminya bisa menjadi yang sekarang ini. Tanpa sebuah penjagaan yang baik, bagaimana maungkin suami akan menjadi sempurna seperti yang sekarang ini, apalagi mampu memenuhi segala kebutuhan rumah tangga. Untuk itu menantu tidak seharusnya serakah terhadap harta yang diperoleh suami, sehingga enggan berbagi pada mertua. Bahkan terkadang manantu perempuan karena lebih mengutamakan perasaan, merasa marah dan cemburu terhadap perhatian suami pada ibunya. Padahal hal tersebut tidak akan terjadi jika menantu memahami bahwa cinta kasih antara ibu dan anak, adalah berbeda jauh dengan cinta kasih antara suami dan istri. Dengan pemahaman dan sikap dewasa, maka menantu perempuan akan dapat berpikir bijaksana, menyayangi mertua sebagaimana orangtuanya sendiri.


Mertua harus lebih bijak


Terkadang ada mertua yang sangat cerewet dan memperlakukan menantu seenaknya, namun patut diingat bahwa usia mertua lebih tua daripada menantu,bahkan siapa tahu usianya pun lebih pendek dari menantu, sama seperti orangtua dan anak, bisa jadi usia orangtua lebih pendek daripada anak. Karena itu sudah selayaknya menantu lebih banyak mengalah dan bersikap legowo serta ikhlas terhadap perlakuan mertua sepahit apapun,sebab hanya itulah satu satunya cara berbakti sebagai tanda terima kasih sebab mertua telah membesarkan suami dengan tetasan keringat dan air mata kelelahannya selama ini. Sehingga saat mertua berpulang tidak akan timbul penyesalan karena menyia-nyiakannya.


Masih ingat cerita Rumini dan Ibunya saat peristiwa erupsi Gunung Semeru beberapa waktu lalu? Indahnya dunia bila para menatu memperlakukan mertua perempuan seperti Rumini menyayangi dan melindungi Ibunya. Memang tak dapat dipungkiri bahwa mertua adalah orang lain, namun bukankah telah menjadi pengganti orangtua setelah terikat pernikahan? Tuhanpun akan tersenyum jika hubungan mertua dengan menantunya seperti ketulusan Rumini terhadap Ibundanya.


Keharmonisan hubungan menantu dengan mertua menjadi impian bagi setiap orang, menganggap mertua layaknya oarngtua sendiri, demikian juga dengan mertua terhadap menantunya laksana anak sendiri, bukan merupakan hal sulit untuk diwujudkan.


Memang ada sebagian mertua bersikap berbeda dan terkesan pilih kasih terhadap menantu karena menikah dengan anak yang hukan kesayangan. Namun hal itu bukan merupakan alasan untuk membalas perlakuan serupa terhadap mertua di hari tuanya.



Alangkah indahnya jika mertua dan menantu saling memahami dan mengasihi satu sama lain. Tak ada kebahagiaan paling indah yang dirasakan pasangan selain melihat hubungan Ibu dan Istrinya harmonis, penuh tulus kasih, tanpa kepura puraan ataupun prasangka buruk yang tersembunyi.


 

Comments