Solusi Mengatasi Kesepian Menjelang Era Metaverse

Ilustrasi era metaverse (pic: tekhno.sindonews.com)


Kecanggihan tekhnologi di 2045 tidak mustahil akan menghilangkan interaksi sosial dalam dunia nyata yang mengakibatkan kesepian bagi sebagian orang



Di saat menjelang era Metaverse, terkadang kita sering menjumpai orang-orang yang melantunkan rasa kesepian dalam dunia nyata, selintas bertolakbelakang dengan hiruk pikuk dunia maya sekarang ini.


Kesepian bisa terjadi karena pada awalnya terbiasa tidak pernah sepi, ada banyak orang di sekeliling kita, yang menemani, bercengkerama, dan berbicara di arena hiruk pikuk kita. Namun apabila semuanya menghilang, pergi satu persatu, tak ada lagi keseruan itu, tak ada lagi hiruk-pikuk, maka terjadilah apa yang disebut kesepian.


Seharusnya setiap orang tak perlu takut dengan kesepian, karena tidak beda jauh dengan hiruk pikuk yang biasa dilewati, seiring waktu, kesepian akan menjadi hal biasa karena sudah menjadi kebiasaan. Sehingga  peribahasa "alah bisa karena biasa" ada benarnya juga.



Cara mengatasi kesepian


Kesepian pada mulanya akan terasa sulit, menyulitkan, menggelisahkan, dan menyedihkan, tapi seiring waktu hal tersebut akan berjalan seperti biasanya, asalkan kita mampu menjalaninya, hal itu tidak akan menyiksa.


Ada beragam cara untuk menanggulangi kesepian yang terjadi, diantaranya:


Mencari solusi


Bila tidak tahan dengan kesepian yang terjadi, kita dapat mencari cara untuk tidak kesepian, misalnya memutar musik, membaca kitab suci, atau bacaan-bacaan ringan menghibur lainnya.


Saatnya Me Time


Bukankah selalu bercengkerama dan bertemu orang-orang terkadang meningkatkan kejenuhan dan rasa stres? Bila Anda merasa kesepian, ingatlah bahwa itu adalah saatnya menjadi diri sendiri, menikmati saat relaks dan santai untuk diri sendiri, kapan lagi? Manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Dengan menikmati kesepian melalui perwujudan Me Time, bisa berupa berkebun, luluran, karaoke sendiri, dan segala hal yang membuat Anda terhibur dan bahagia, tidak ada salahnya kan?


Mengingat kematian


Bila solusi di atas tidak ada yang manjur, maka tidak ada cara lain selain mengingat bahwa suatu saat akan mati, sebab di saat itu bukankah akan berangkat ke alam kubur sendiri? bukankah akan kesepian karena sendiri? Memang siapa yang mau menemani? Jadi kenapa harus takut kesepian di dunia jika masih bisa menggerakkan raga kita untuk dapat merubah keadaan itu?


Kesepian 2045 akibat gatek?


Beberapa waktu lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah pidatonya menyebutkan bahwa kemajuan tekhnologi di 2045 akan embuat banyak orang kesepian. Saya kurang sependapat dengan pernyataan ini, sebab setiap orang berbeda cara ddalam mengelola kehidupan pribadinya, terutama kesepiannya. Bagi orang yang cerdas mengelola kesepian, maka dia tidak akan pernah kesepian meskipun terputus dengan kehidupan sosialnya. Bahkan bagi mereka yang gatek, banyak hal yang bisa dilakukan misal dilanda kesepian, lebih lebih bagi mereka yang melek tekhnologi, tak akan pernah kesepian dengan berselancar di dunia maya, baik melalui pekerjaan resmi atau sekedar mencari hiburan.

 

Bagi mereka yang gagap tekhnologi alias gatek, pastinya kesepian dapat diobati dengan mencoba memasak resep-resep baru, bernyanyi, karaoke, berkebun, mendengarkan musik, bercanda dengan binatang kesayangan, menjelajahi perpustakaan pribadi, membongkar album-album foto lama, serta seabrek kegiatan lainnya yang tentunya tidak melibatkan tekhnologi.


Memang, dibanding mereka yang melek tekhnologi, kegiatan mereka yang gatek di dunia maya akan terbatas, namun setidaknya tidak akan kesepian di 2045 jika mamapu mengelola dan mencari solusinya. Bahkan tanpa harus menunggu tahun tersebut, saat ini pun tekhnologi telah banyak mengambil alih kehidupan kita. Memang lebih memudahkan, meski ada juga dampak negatifnya, seperti kebocoran data di dunia maya dan sebagainya.


Di saat sekarang saja, tekhnologi telah membuat semua pekerjaan menjadi lebih mudah dan menyenangkan, apalagi di 2045 nanti. Meskipun masih jauh dari kenyataan, namun sepertinya kita tidak akan terlalu kesepian jika telah melebur dalam hiruk pikuk dunia maya. Tidak jauh-jauh, mari kita perhatikan saat sekarang ini, melalui dunia maya, segala hal yang viral di media sosial kita bukan hanya mengetahuinya, tapi juga ikut melebur didalamya, jelas menunjukkan bahwa kita sudah berada di dunia lain selain dunia nyata, namun ada.


Bahkan hal hal yang kita inginkan dalam dunia maya dapat kita wujudkan dalam dunia nyata,  misalnya belanja. Kita bisa mendatangkan segala barang yang dinginkan masuk ke dalam rumah kita, membayarnya tanpa menyentuh uang dengan kecanggihan tekhnologi. Segalanya berada dalam kendali smartphone di tangan kita. 



Menjelang era Metaverse


Kita sangat dimanjakan dengan tekhnologi, saat ingin membuka rekening perbankan, melakukan transaksi perbankan, membuka trading, melakukan buy and sell, semua hanya dalam sentuhan jari kita, tanpa perlu tatap muka, praktis, mudah, menghemat waktu, dan bisa dilakukan dimanapun, tanpa perlu repot make up ataupun berganti baju.


Padahal masih tahun 2021 sudah sedemikian praktis, apalagi nanti di 2045, bukan tidak mungkin dunia metaverse yang digaungkan Mark Zuckerberg melalui Facebooknya akan betul-betul terwujud nyata. Apakah kita harus takut dan tak siap menghadapinya?


Membayangkan dunia metaverse terwujud, kita tidak perlu repot kemana-mana, menghindari banyaknya waktu yang terbuang, segalanya hanya dalam ruangan satu-satunya yang kita miliki tentunya praktis ekonomis. Apakah kita akan kesepian?tergantung dari langkah yang kita ambil. Memang interaksi dalam dunia nyata menjadi jarang, bahkan mungkin nyaris tak ada, namun jika kita ikut andil dalam dunia maya, tentu kita tidak akan tertinggal jauh akibat hanya menjadi penonton di dalamnya, yang pastinya akan kesepian karena tak ikut menikmatinya.



Kurang interaksi sosial bukan kesepian


Jika era metaverse tiba, tidak akan ada kelelahan menempuh perjalanan, apalagi pemborosan waktu dan tenaga. Namun tetap memerlukan kewaspadaan dan kehatu-hatian, sebab mustahil tak ada dampak negatifnya, seperti kebocoran data, pencurian data, makin mengganasnya malware, makin liciknya craker, makin canggihnya hacker, bahkan bisa jadi makin masifnya pembobolan data atar negara. Dan satu hal terbesar yang dikhawatirkan adalah bila terjadi ketersinggungan antar negara, tinggal pencet tombol demi mengirim rudal nuklirnya, alamaaak!


Mungkin kurang tepat jika akibat kecanggihan tekhnologi di 2045 disebut kesepian 2045. Akan lebih tepat bila menyebutnya sebagai tidak adanya lagi interaksi sosial akibat kurang hubungan sosial dalam dunia nyata, sebab segalanya dijalankan dari suatu tempat tanpa harus bersosialisasi kemana-mana. Akibat hal ini maka tidak ada lagi interaksi soial antar masyarakat, akankah kesepian? Bagaimana akan kesepian bila tiap individu sibuk berinteraksi di dunia maya, bersosialisasi di dunia maya. 


Benarkah yang gatek akan kesepian? boleh jadi, jika tak mampu mengelola kesepiannya dengan hal-hal bermanfaat.


 

Comments