Pak Somad dan Mobil Tua Perusahaannya

Illustrasi mobil tua (pic: dailydits.com)


Dibalik omzet perusahaan yang tinggi, pastilah tidak jauh dari keringat dan jerih payah karyawan kecil, penderitaan yang tidak pernah mereka suarakan boleh jadi akan membuat hambatan kemajuan perusahaan



Ini cerita Pak Somad, pagi ini aku bertemu lagi dengan sosok jujur, bersahaja, dan suka tersenyum itu.


Kali ini dia tetap tersenyum, meskipun mobil tuanya yang merupakan fasilitas kantor sudah tak layak pakai. Setelah berkali-kali ngadat karena gangguan pada aki akibat banjir, kini air conditioner mobilpun mati total. Padahal Pak Somad sudah mengantisipasi dengan melaporkan hal itu lebih awal ke bagian keuangan perusahaannya, namun hanya saran agar ke bengkel murah, sebab bengkel resmi makan biaya tinggi, perusahaan tak mau mengganti.


Entah apakah hal itu kebijakan perusahaan, ataukah bagian keuangan kantornya yang berusaha menghemat keuangan agar mendapat pujian pemilik perusahaan. Akibatnya Pak Somad lah yang menjadi korban, gerah kepanasan di cuaca kotanya, apalagi dia petugas lapangan yang harus sering mengontrol barang ke pasar, ataupun melakukan survei demi kenaikan omzet perusahaan.



Jabatan Pak Somad dikebiri


Sekali lagi selalu mengalah, itulah Pak Somad yang kukenal. Sudah genap tigapuluh lima tahun mengabdi di perusahaan consumer goods yang tergolong besar itu, kiprahnya tak bisa dihitung banyaknya karena dia selalu berhasil menaikkan omzet perusahaan, namun hasil kerja kerasnya hanya dipandang sebelah mata, hingga tak ada satupun promosi jabatan yang diterima, akibatnya jabatannya sejak tigapuluh lima tahun lalu tak pernah beranjak naik.


Promosi jabatan selalu melibatkan perkoncoan alias perkronian, Pak Somad kalah karena sistem itu, sebab perusahaannya dimerger, dan teman teman lamapun bukanlah teman sejati, karena mereka inigin menyelamatkan periuk nasi masing masing biar tidak kena PHK perusahaan, syukur-syukur naik jabatan.


Pak Somad, selalu ramah dan banyak senyum pada semua orang, bahkan pada mereka yang berhati licikpun dia siap membantu. Kadang karyawan-karyawan yang baru masuk perusahaan dibantunya dengan setulus hati agar lebih mengenali perusahaan, dibantu mengatasi kesulitan saat beradaptasi dengan lingkungan kantor agar familiar, namun setelah karyawan baru itu berhasil meraih keinginannya, didepaklah Pak Somad, tak ada etika dan aturan, bahkan kadang merendahkan Pak Somad di depan teman-teman kantornya. Dan sekali lagi, Pak Somad tak pernah membalas, hanya mengalah dan diam seribu bahasa.


Aku sering sedih mendengar cerita Pak Somad, kebijakan perusahaan yang telah mengebiri jabatannya, membuatnya sejajar dengan karyawan-karyawan baru yang belum berpengalaman tapi lagaknya seperti senior betulan. Padahal jika dibandingkan pengalaman kerja Pak Somad, kiprah mereka tak ada artinya apa apa, meski hanya seujung jaripun.



Kalah promosi jabatan


Kembali bertemu Pak Somad pagi ini, kulitnya menghitam terpapar sinar matahari karena setiap hari harus membuka jendela mobilnya lebar-lebar agar tidak gerah kepanasan akibat air conditioner mobilnya rusak. Belum lagi dia harus berjibaku dengan terik matahari saat harus memasang tenda pesanan pelanggan. Pak Somad tetap bekerja tanpa mengeluh, bercucuran keringat, diterpa debu, dan teriknya matahari. Sementara atasannya di kantor yang dulunya satu jabatan, tak akan sudi berpanas ria, dan lebih memilih bekerja di belakang meja dengan sejuknya pendingin ruangan, tampaknya sang boss baru tak sudi turun ke lapangan, meskipun jatah mobil kantornya lebih bagus dengan air conditioner tak mengalami kerusakan, mungkin karena beranggapan kastanya berbeda.


Kita sering menjumpai karyawan-karyawan yang senasib dengan Pak Somad, atau mungkin hanya Pak Somad saja? Sosok mereka jujur, mengalah, dan apa adanya, sering kalah promosi jabatan hanya karena faktor kroni. Bahkan ironisnya saat pensiun pun tetap dengan jabatan itu, sehingga terkesan jabatan abadi. 


Dalam kasus Pak Somad, sudah seharusnya Owner perusahaan pro aktif merubah nasib karyawan, dengan tidak hanya duduk dibelakang meja, menghitung profit dan kenaikan omzet sambil tertawa lebar,. Tanpa mau terjun ke lapangan atau mengontrol nasib karyawan adalah kesalahan drastis, sebab jika hanya mengandalkan laporan bawahan, yang akan diterima hanyalah hal yang manis-manis saja, bahkan boleh dikatakan asala bapak senang (ABS), keadilan dan kemakmuran karyawan hanya sebuah cerita yang telah dibumbui agar terasa sedap, .


Dengan sekali-kali terjun ke lapangan, mendengar dan melihat langsung dengan mata kepala sendiri kenyataan yang terrjadi, maka Owner akan menyadari bahwa keberhasilan dan kekuatan perusahaan terletak juga pada tangan karyawan-karyawan seperti Pak Somad, bukan pada mereka yang suka ABS demi keselamatan jabatan dan keuntungan pribadi. 


Apalah arti uang yang dikeluarkan perusahaan demi untuk mengganti mobil tua Pak Somad, yang air conditionernya telah lama sekarat, bannya sering pecah dan kempes, dibanding keuntungan perusahaan yang boleh jadi disebabkan keramahan Pak Somad kepada pelanggan hingga menaikkan omzet.


Siapa yang akan peduli nasib Pak Somad kalau bukan Owner perusahaan, sebab usaha Pak Somad telah berhenti pada titik dimana dia harus nurut dan pasrah pada bagian administrasi kantor demi menghemat keuangan perusahaan.




Dibalik profit perusahaan yang tinggi, pastilah tidak jauh dari keringat dan jerih payah karyawan kecil yang rela terpapar terik sinar matahari. Penderitaan yang tidak pernah mereka suarakan boleh jadi akan membuat hambatan kemajuan perusahaan, sebab Gusti Allah mboten sare!.


 


Comments