Syarat Mutlak Keberhasilan Pengembalian Ujian Nasional
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti (pic: news.republika.co.id) |
Pengembalian Ujian Nasional (UN) masih dalam tahap wacana dan pengkajian, namun genderangnya sudah mulai dirasakan
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, berencana untuk mengkaji ulang Kurikulum Merdeka yang telah diterapkan oleh pendahulunya, Nadiem Makarim. Abdul Mu'ti ingin memastikan bahwa kurikulum tersebut masih relevan dan efektif dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Abdul Mu'ti juga berencana untuk menerapkan konsep baru pembelajaran yang disebut "Deep Learning" yang fokus pada pemahaman mendalam, pembelajaran yang bermakna, dan pembelajaran yang menyenangkan. Konsep ini bertujuan untuk menciptakan generasi yang lebih siap menghadapi tantangan dunia nyata, sebagaimana dikutip dari melintas.id (07/11/2024.)
Selain itu, Abdul Mu'ti juga akan memperbarui sistem zonasi dan mempertimbangkan kemungkinan pelaksanaan kembali Ujian Nasional (UN) yang telah dihapus sejak 2021.
Meski pengembalian Ujian Nasional (UN) masih dalam tahap wacana dan pengkajian, namun genderangnya sudah mulai dirasakan. Sementara keputusannya sendiri baru akan diumumkan menjelang awal tahun ajaran baru demi menghindari kebingungan di tengah periode belajar.
Mekanisme pelaksanaan ujian nasional akan diumumkan , bersamaan dengan awal tahun pelajaran baru 2025/2026 , yang dimulai pada tanggal 14 Juli 2025. Ini menandai dimulainya semester ganjil untuk tahun ajaran tersebut. Namun, perlu diingat bahwa kalender pendidikan dapat berbeda-beda tergantung pada provinsi dan daerah masing-masing.
Kondisi pendidikan di Indonesia
Sebagaimana kita ketahui bersama, pendidikan di Indonesia memiliki kemajuan yang signifikan, diantaranya adalah
1. Meningkatnya aksesibilitas pendidikan; Jumlah sekolah dan murid meningkat.
2. Perbaikan kualitas guru; Pelatihan dan sertifikasi guru terus dilakukan.
3. Pengembangan kurikulum; Kurikulum merdeka dan kompetensi dasar.
4. Peningkatan infrastruktur; Pembangunan sekolah dan fasilitas pendidikan.
Namun demikian, dunia pendidikan masih menghadapi beberapa tantangan. yakni:
1. Kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan; Akses dan kualitas pendidikan tidak merata.
2. Kualitas pendidikan; Masih perlu peningkatan dalam hal akademik dan vokasional.
3. Biaya pendidikan; Masih ada beban biaya bagi masyarakat kurang mampu.
4. Keterampilan abad 21; Pendidikan harus fokus pada keterampilan seperti kreativitas, kritik, dan kolaborasi.
5. Penggunaan teknologi; Integrasi teknologi dalam proses belajar mengajar.
Sehingga diperlukan pembenahan dalam hal:
1. Investasi infrastruktur dan teknologi.
2. Pelatihan guru berkelanjutan.
3. Kurikulum yang relevan dan fleksibel.
4. Program beasiswa dan bantuan biaya.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
Penghapusan UN di 2021
Ujian Nasional (UN) di Indonesia resmi ditiadakan pada tahun 2021 oleh Menteri Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Penghapusan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa tanpa tekanan akademis.
Sebagai gantinya, pemerintah menerapkan Asesmen Nasional dengan tujuan mengurangi:
1. Tekanan pada siswa dan orang tua.
2. Kultur kompetisi tidak sehat.
3. Penekanan pada nilai akademik semata.
4. Praktik kecurangan dan manipulasi nilai.
Asesmen Nasional (AN) menggantikan UN, fokus pada:
1. Evaluasi komprehensif (akademik dan non-akademik).
2. Mengukur kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
3. Mengurangi stres dan tekanan.
4. Meningkatkan kualitas pendidikan secara holistik.
Sehingga penerimaan Pendidikan Tinggi berpatok pada nilai AN, hasil ujian masuk perguruan tinggi (SNMPTN, SBMPTN) prestasi akademik dan non-akademik, serta kriteria lain yang ditentukan perguruan tinggi.
Solusi tersebut diikuti dengan langkah pemerintah mengadakan Asesmen Nasional (AN) untuk evaluasi komprehensif, menerapkan Kurikulum Merdeka untuk meningkatkan kualitas pendidikan, serta Program Indonesia Pintar (PIP) untuk meningkatkan akses pendidikan, meski pada akhirnya belum memberikan hasil yang maksimal.
Penghapusan Ujian Nasional (UN) memiliki tujuan mulia, namun efeknya tidak sepenuhnya positif. Beberapa dampak negatif:
1. Kurangnya motivasi belajar: Tanpa tekanan UN, beberapa siswa menjadi kurang termotivasi.
2. Menurunnya kualitas pendidikan: Kurangnya standar evaluasi menyebabkan penurunan kualitas.
3. Kesenjangan pendidikan: Perbedaan kualitas pendidikan antara sekolah perkotaan dan pedesaan semakin lebar.
4. Kurangnya persiapan untuk pendidikan tinggi: Siswa kurang siap menghadapi ujian masuk perguruan tinggi
Namun demikian, meskipun penghapusan Ujian Nasional (UN) bertujuan mengurangi tekanan akademis,tapi bila tidak diimbangi peningkatan kualitas pendidikan, maka akan memunculkan beberapa masalah, yaitu: kurangnya pengetahuan dasar (membaca, menulis, matematika) keterampilan berpikir kritis dan analitis rendah, dan kesenjangan antara sekolah perkotaan dan pedesaan.
Hal-hal di atas biasanya disebabkan oleh kurangnya infrastruktur dan sumber daya, kualitas guru belum merata, kurangnya motivasi belajar siswa, serta orang tua yang kurang terlibat dalam proses belajar.
Syarat mutlak penerapan kembali UN
Saat pemerintah berkeinginan kembali untuk mengadakan UN. Maka harus bercermin pada penyelenggaraan UN di masa sebelumnya. Sehingga tidak akan terjadi lagi anak-anak yang stres oleh ambisi orangtua, orangtua tidak memahami kondisi mental dan psikologis anak, Kepala sekolah mengejar ambisi pribadinya demi nilai UN tinggi, serta pertentangan batin guru karena dilibatkan dalam rekayasa nilai UN yang manipulatif.
Ketika pemerintah berkehendak mengembalikan UN, maka harus dengan perubahan, seperti:
1. Mengurangi tekanan: Batasi pengumuman peringkat.
2. Mengutamakan kualitas: Fokus pada pemahaman konsep, bukan hanya nilai.
3. Mengawasi ambisi orang tua dan kepala sekolah.
4. Melindungi integritas guru.
5. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Jika pemerintah bertekad kuat untuk mengembalikan UN ke ranah pendidikan masional, maka diperlukan langkah-langkah ;
1. Edukasi orang tua tentang kondisi mental dan psikologis anak.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
3. Mengembangkan kurikulum yang relevan dan fleksibel.
4. Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar.
Ketika langkah-langkah tersebut dilakukan, maka tidak akan terjadi lagi “menyelesaikan masalah dengan masalah,” Namun akan sampai pada titik keberhasilan menuntaskan masalah.
Sumber:
1. Kemendikbudristek dan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021.
2. Badan Pusat Statistik (BPS).
3. UNESCO.
4. Bank Dunia.
5. Melintas.id
Comments
Post a Comment