Ironi Gencatan Senjata: Israel Perkuat Serangan Sebelum Damai, Frustasi atau Aji Mumpung?

 

Ilustrasi serangan Israel (Pic: Meta AI)



Motif militer-politik kemungkinan mencakup pembersihan struktural dan tekanan jangka panjang



Menjelang perjanjian gencatan senjata selama 60 hari, bukan seminggu sebelumnya, intensitas serangan Israel malah meningkat. Ini kemungkinan strategi klasik ‘bargaining-through-brute-force’:


Frustasi militer: Keterbatasan hasil panggul dan tepi barat membuat Israel mengebut serangan akhir sebelum perjanjian.


Aji mumpung (pressure tactics): Pipek terhadap Hamas dan mengintervensi wilayah-wilayah strategis selama masa transisi, menciptakan momentum politik.



Direktur Rumah Sakit Tewas: Irama Kejam Konflik


Kasus Dr. Marwan al‑Sultan, ahli jantung dan direktur Indonesian Hospital Gaza, tewas saat serangan udara Israel—ditandai sebagai “kerusakan akibat tembakan sekunder”.


Total lebih dari 70 pekerja medis tewas dalam 50 hari terakhir.


Rumah sakit di Gaza kini hampir kolaps dengan hanya 17/36 yang masih beroperasi.


Serangan terhadap medis ini merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional: melibatkan lembaga yang dilindungi.



Glastonbury & Solidaritas Publik Global


Para artis—Bob Vylan, Kneecap, dan Idles—memanfaatkan panggung Glastonbury untuk mengecam tindakan Israel:


Bob Vylan mengajak “Death to the IDF”, menuai teguran keras dari PM Starmer dan polisi penyelidikan kemungkinan pelanggaran undang-undang pidana.


Sikap pro‑Palestina meriah di tengah festival: sekitar 200.000 penonton terlibat aman dan damai.


Festival ini mencerminkan bangkitnya solidaritas budaya global yang melihat tindakan Israel sebagai di luar batas kemanusiaan.



Standar Ganda Inggris dalam Menyikapi Palestina & Vandalisme Militer


Aksi aktivis pro-Palestina di Inggris merusak salah satu pesawat militer milik RAF di pangkalan Warton (Juni 2025).


Inggris bereaksi keras dan berencana mengategorikan mereka sebagai teroris domestik karena aksi vandalisme dan membahayakan militer.


Namun… di saat yang sama, Israel telah membunuh lebih dari 56.000 warga sipil Palestina, menghancurkan rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, bahkan fasilitas bantuan kemanusiaan.


Dan Inggris? Tidak mengkategorikan Israel sebagai entitas teroris, bahkan terus memberi dukungan militer dan diplomatik.



Politik Labelisasi


Menurut pakar hukum internasional: “Terorisme tidak boleh didefinisikan berdasarkan siapa yang melakukannya, tapi apa akibatnya terhadap warga sipil.”


Inggris menjalankan politik standar ganda: mengecap vandalisme sebagai “terorisme” jika dilakukan oleh aktivis pro-Palestina, tapi mendiamkan pembunuhan massal jika dilakukan oleh negara sekutu, yakni Israel. 


Ini adalah bentuk nyata kemunafikan internasional yang memperparah impunitas atas kejahatan kemanusiaan.


Inggris dan sekutunya, lewat narasi politiknya, memilih membungkam aktivisme dan mengalihkan fokus dari pelanggaran HAM Israel.



AS & Trump: “Jangan Pergi ke Gaza tanpa Wasiat”


Donald Trump memperingatkan bahaya tinggi menuju Gaza menjelang gencatan—menekankan kekacauan dan potensi ancaman terhadap warga sipil/relawan.


Ini bisa dibaca sebagai:

Pembenaran: menciptakan narasi lingkungan Gaza sebagai “zona perang total”.

Koordinasi AS‑Israel: memastikan tidak ada saksi asing yang menyaksikan eskalasi sebelum gencatan berlaku.



Apakah Ada “Rencana Jahat Terbesar”?


- Pembersihan etnis

Melucuti kekuatan Hamas, menghancurkan jaringan sipil Palestina.


- Rekayasa kondisi politik

Jika pemulihan mandiri tidak bisa, gencatan hanya menandai jeda, bukan perdamaian.


- Kontrol populasi

Dukungan GHF yang disebut ‘kelaparan + tembakan’ jadi alat tekanan. Laporan Al Jazeera menyebut 45 orang tewas saat antre.



Israel meningkatkan serangan strategis menjelang gencatan bukan sebagai kesalahan, melainkan strategi terencana.


Serangan terhadap fasilitas medis dan warga tak bersenjata adalah pelanggaran hukum internasional, namun tatap terjadi.


Dukungan budaya global meningkat, menunjukkan kesadaran moral lintas negara.


Pesan Trump mendiskreditkan kesaksian asing di Gaza, membatasi narasi warisan kemanusiaan orang awam.


Motif militer-politik kemungkinan mencakup pembersihan struktural dan tekanan jangka panjang.









Referensi

  • Reuters. (2025, Jul 1). Blow for Gaza ceasefire as senior doctor killed(lihat turn0news16)
  • Reuters/AP/Al Jazeera. (2025, Jul 1). Israel kills 109 as Trump says ceasefire closer(turn0search6, turn0news15)
  • Reuters. (2025, Jun 29). UK probes anti-Israel chants at Glastonbury(turn0news18, turn0search2)
  • Reuters. (2025, Jul 2). Hamas studying Trump’s ceasefire deal(turn0search11)
  • Reuters. (2025, June 29). UK investigates anti-Israel chants and vandalism by Palestine protesters.
  • The Guardian. (2025). Glastonbury chants spark outrage, but not Gaza casualties.
  • HRW. (2024). Double standards in Western diplomacy: Israel and the politics of silence.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?