Ketika Kepercayaan Pramodern Bertahan di Dunia Postmodern

Ilustrasi kepercayaan pramodern (Pic: Meta AI)

Keimanan, cinta, bukan sisa zaman lampau. Ia justru refleksi dari keberanian eksistensial di dunia yang meragukan segalanya


Dalam dunia yang semakin digerakkan oleh sains, rasionalitas, dan relativisme, muncul pertanyaan filosofis dan sosiologis yang mendalam: 


Bagaimana posisi agama (yang dianggap sebagai warisan pramodern) dalam lanskap postmodern? 


Apakah keyakinan terhadap Tuhan, malaikat, dan wahyu masih dapat dibenarkan secara intelektual dalam masyarakat yang kerap menolak kebenaran tunggal?



Pengertian Pramodern, Modern, dan Postmodern


Pramodern


Mengacu pada era sebelum modernitas, di mana sistem kepercayaan teistik, mitos, dan struktur sosial hierarkis menjadi dominan. 


Agama dalam konteks ini bersifat absolut, otoritatif, dan sering kali bersatu dengan institusi politik.


Modern


Ditandai dengan Pencerahan (Enlightenment), rasionalisme, sains, dan otonomi individu. 


Agama mulai dipertanyakan sebagai sistem kebenaran tunggal. Muncul sekularisasi dan reduksi agama ke ranah privat (Taylor, 2007).


Postmodern


Sebuah reaksi terhadap modernitas, ditandai oleh kritik terhadap metanarasi, relativisme kebenaran, dan pluralitas interpretasi. 


Dalam konteks ini, agama tidak dihapus, tapi direposisi sebagai salah satu dari banyak sistem makna yang sah (Lyotard, 1984).



Apakah Agama Bertahan di Dunia Postmodern?


Ya! Justru dalam kekosongan dan fragmentasi dunia postmodern, banyak individu justru kembali kepada spiritualitas dan agama—bukan sebagai sistem dogmatis, tetapi sebagai jalan pencarian makna.


Menurut Zygmunt Bauman (2000), manusia postmodern hidup dalam “masyarakat cair” yang serba tidak pasti, sehingga membutuhkan jangkar eksistensial—dan agama bisa menjadi salah satunya.



Apakah Percaya Agama di Era Postmodern Adalah Irasional?


Tidak. Sejumlah pemikir kontemporer seperti Charles Taylor dan Alasdair MacIntyre membela rasionalitas iman. 


Keyakinan tidak selalu bertentangan dengan nalar; ia bisa menjadi kerangka intelektual yang memungkinkan manusia mengerti eksistensinya secara utuh.



Jika Saya Postmodern dan Percaya Agama, Saya Termasuk Apa?


Termasuk dalam kategori postmodern believer atau faithful postsecular—yaitu orang yang hidup dan berpikir dengan semangat postmodern, namun memilih tetap beriman. 


Anda tidak menolak sains atau pluralitas, tapi anda meyakini ada transendensi dan nilai-nilai sakral yang tak bisa dijelaskan seluruhnya oleh sains.



Keimanan, cinta, bukan sisa zaman lampau. Ia justru refleksi dari keberanian eksistensial di dunia yang meragukan segalanya. 


Jika mencintai yang tak terlihat dianggap sinting, maka para mistikus, penyair, dan pecinta Tuhan pun telah lebih dahulu diseret ke ruang isolasi—dan mereka bahagia di sana.









Referensi

  • Bauman, Z. (2000). Liquid Modernity. Polity Press.
  • Lyotard, J.-F. (1984). The Postmodern Condition: A Report on Knowledge. University of Minnesota Press.
  • Taylor, C. (2007). A Secular Age. Harvard University Press.
  • MacIntyre, A. (2007). After Virtue. University of Notre Dame Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?