Bahagiakah Menjadi yang Kedua?

Illustrasi mendua (pic: torontosun.com)


Menjadi yang kedua ibarat arena perebutan yang sebetulnya tidak hanya melukai pihak lain, tapi juga diri sendiri jika suatu hari mengalami hal serupa, sedangkan yang pasti bahagia dan tak tersakiti adalah si dia, sebab dia pemenangnya



Jatuh cinta memang tak alang kepalang rasanya, tetapi bagaimana bila yang terjadi adalah cinta yang salah? Mencintai seseorang yang telah meiliki pasangan, menyeruak masuk, hingga menjadi orang ketiga. Bahagiakah dengan kehidupan percintaan seperti itu?


Sepintas memang tak ada yang salah, padahal jika direnungkan lebih mendalam, ada sebuah kesan kebahagiaan yang dipaksakan di atas penderitaan pihak lain, tertawa di atas tangisan orang lain. Namun jika sudah menggebu-gebu, apa yang harus dilakukan?


Kita sering mendengar lagu-lagu yang seakan mengajak menjadi pengusik kebahagiaan orang lain, pernah mendengar syair lagu "Jadikan aku yang kedua", atau "dia tak pantas untukmu", sepintas membuat panas suasana. Padahal kalau dipikirkan secara mendalam, patutkah hal itu dilakukan bila ada hati yang terluka, padahal Tuhan melarang kita menyakiti orang lain, baik dalam bentuk perbuatan verbal ataupun fisik.


Namun saat akal sehat dikalahkan keinginan memiliki, segalanya jadi ditabrak semau gue, semacam merasa puas dan berhasil meraih kemenangan saat berhasil merebut seseorang. Ibarat peribahasa bila cinta sudah melekat tahi kucing rasa coklat. Tetapi percayakah Anda bahwa yang sedang dijalani benar-benar sebuah cinta suci, atau sekedar nafsu sesaat belaka?


Jika saat ini Anda mengalami hal itu, ada beberapa hal yang perlu direnungkan sebelum melangkah tenggelam lebih dalam, antara lain:



Cinta atau nafsu


Saat Anda menjalani perjalanan kebersamaan bersama si dia yang telah memiliki pasangan, coba renungkan, benarkah yang dijalani sebuah cinta murni atau hanya nafsu sesaat?


Saat Anda sangat bernafsu memilikinya, demikian juga dia, dengan mengabaikan segala norma dan perasaan orang lain, berarti itu nafsu, bukan cinta sejati. Menggebu ingin memiliki bisa terjadi karena masih suasana baru, menantang dan menyenangkan, tapi pernahkah Anda pikirkan seiring berjalannya waktu, segala perasaan tertantang memiliki akan menjadi hambar, dan boleh jadi saat itu dia akan ganti menduakan Anda dengan yang lain, sebagaimana dia pernah menduakan pasangannya demi memiliki Anda.



Bahagia hari ini belum tentu hari esok


Yakinkah kebahagiaan yang Anda jalani saat ini akan abadi selamanya? Belum lagi bila dari hasil merebut kebahagiaan pihak lain. Sebab jika itu yang terjadi, maka Anda harus siap dengan segala konsekwensi apabila kebahagiaan yang Anda miliki juga bisa direbut pihak lain dari Anda.



Tipe dia bukan untuk setia


Saat bertemu dengan seseorang yang telah memiliki pasangan, pasti Anda akan dijejali segala macam cerita dan curhatan hati yang membuat terharu biru, hingga melahirkan rasa simpati. Benarkah semua cerita itu? ataukah hanya untuk menarik simpati Anda demi memiliki cinta baru? 


Benar-benar amati dan pelajari, jika Anda tidak cermat dan berhati-hati, suatu hari saat dia menemukan ketidak cocokkan dan sikap kurang menyenangkan yang membuatnya tidak berkenan, bisa jadi dia akan mencari tempat curhat terbaru dengan mengorbankan Anda, sebagaimana dia pernah mengorbankan pasangannya demi keindahan curhat bersama Anda.



Jangan bangga menjadi yang kedua


Pernah mengamati ban serep? Apa fungsi ban serep? dipakai saat diperlukan, saat ban bocor, kempis, bahkan meletus. Namun bila segalanya telah teratasi, maka ban serep bisa jadi tetap disimpan, tapi bisa juga dibuang ke tempat sampah, sebab telah meiliki ban baru yang lebih tangguh.


Demikian juga saat menjadi yang kedua, perasaan bahagia berbunga-bunga karena mendapat curahan perhatian dan kasih sayang berlimpah, hal ini bisa terjadi, karena diperlukan, masih diinginkan. Pernah merenungkan pasangan yang ditinggalkannya? Masihkah ada perhatian dan kasih sayang dari si dia? Bila demikian, mampukah keabadian perhatian dan kasih sayang bertahan jika tak diperlukan lagi?




Jadi sebaiknya bagaimana?


Renungkan kembali jalan cinta Anda, benarkah hal itu sebagai sebuah perjalan cinta sejati, atau hanya nafsu belaka. 


Jika Anda sudah siap dengan segala konsekwensinya, maka jalani saja. Namun bila Anda menginginkan sebuah kehidupan cinta yang tenang tanpa melukai dan merebut kebahagiaan pihak lain, maka sebaiknya Anda lebih mengendalikan keinginan untuk memenangkan arena perebutan yang sebetulnya tidak hanya melukai pihak lain, tapi juga Anda jika suatu hari mengalami hal serupa, sedangkan yang pasti bahagia dan tak tersakiti adalah si dia, sebab dia pemenangnya.


 

Comments