Menunggu Presiden Mengambil Alih KPK

Illustrasi gedung KPK (pic: suara.com)



Ombudsman mengusulkan Presiden Jokowi agar mengambil alih proses peralihan status 75 KPK menjadi ASN sebab KPK adalah rumpun kekuasaan eksekutif di bawah presiden



Tampaknya 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipecat dari kelembagaannya beberapa waktu lalu akibat tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kini bisa tersenyum lega, sebab Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan banyaknya cacat maladministrasi dalam tes itu, sehingga menyarankan presiden mengambil alih permasalahan tersebut dan mengadakan pembinaan terhadap unsur-unsur terkait.


Ombudsman RI menemukan pelanggaran prosedur dalam pembentukan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021, yang terkait pembentukan dasar hukum tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai KPK, sebagaimana dikutip dari kompas.com (21/7/2021)). 



Alih status harus diperbaiki KPK


Dengan ditemukannya cacat prosedur oleh Ombudsman, maka KPK harus memperbaiki perbuatan-perbuatan hukum yang telah diambil dalam kebijakan alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).


Demikian juga dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dianggap tidak berkompeten dalam melaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan, sebab tidak memiliki instrumen dan asesor untuk melaksanakan alih status pegawai KPK menjadi ASN.


Pelanggaran prosedur tidak hanya dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, tapi juga tiga pimpinan lembaga negara lainnya, yaitu, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo.



Penyalahgunaan wewenang kepala lembaga


Setelah sekian waktu berada dalam keterombang-ambingan nasib yang tidak jelas, belum lagi adanya tudingan tidak pancasilais, talibanisme dan yang lainnya membuat 75 pegawai KPK yang dipecat berada dalam depresi dan ketepurukan mental yang bukan hanya melanda mereka, tapi berimbas pada keluarganya.


Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng sebagaimana dikutip dari kompas.com (21/7/2021) menyebut penyimpangan prosedur terkait kehadiran pimpinan, sesuatu yang tidak ada dan tidak diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM.


Berdasar Permenkumham Nomor 23 Tahun 2018, proses harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Lembaga Pemerintah Non Kementerian atau Rancangan Peraturan dari Lembaga Nonstruktural seharusnya dihadiri oleh Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) tiap lembaga, tapi justru terjadi penyalahgunaan wewenang karena dihadiri langsung oleh para pimpinan lembaga, namun penandatanganan berita acara justru dilakukan oleh pihak yang tidak hadir dalam rapat harmonisasi, yaitu para JPT masing-masing lembaga.


Ombudsman memastikan lembaganya independen dalam menyampaikan hasil pelaporan dugaan malaadministrasi tersebut, karena pihaknya telah menyelesaikan serangkaian proses pemeriksaan dari tiga fokus utama, yakni pembentukan kebijakan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN, dan tahap penetapan hasil asesmen tes wawancara kebangsaan.


Sekarang tinggal kembali kepada presiden, melihat kembali respon dan tindakan yang akan dilakukan terhadap saran Ombudsman yang sudah pasti sangat jelas.


Tes TWK yang dijalani oleh pegawai KPK semata hanyalah sebuah proses peralihan status sebagai aparatur sipil negara (ASN), patut digarisbawahi bahwa proses peralihan bukanlah tes calon ASN, yang pastinya prosedur dan caranya tidak bisa disama ratakan.



Presiden harus mengambil alih


Setelah sekian waktu terpuruk dalam hiruk pikuk proses peralihan yang dipenuhi drama politik, belum lagi adanya tudingan-tudingan miring bahwa 75 pegawai sedang mencari perhatian, kini nasib mereka ditentukan seperti apa langkah dan kebijakan presiden dalam menyikapi temuan Ombudsman ini.


Dikutip dari kompas.com (22/7/2021) Ombudsman Republik Indonesia mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar mengambil alih proses peralihan status 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pegawai aparatur sipil negara (ASN), sebab KPK secara kelembagaan merupakan bagian dari rumpun kekuasaan eksekutif di bawah presiden. 


Ombudsman juga menyarankan Presiden untuk membina pimpinan KPK, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait perbaikan kebijakan dan administrasi kepegawaian yang berorientasi pada asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik. 




Jika selama ini Komnas HAM seakan tak dipedulikan dalam membantu terungkapnya kasus ruwetnya pemecatan 75 pegawai KPK, mungkinkah Ombudsman akan mendapat perlakuan yang serupa?


Mari menunggu Mas Jokowi bereaksi!

Comments