Tewasnya Presiden Haiti, Pengawal Kedodoran Atau Kesengajaan?

Mendiang Presiden Haiti Javenel Moise beserta istri (pic: republika.co.id)


Meskipun keseluruhan  pelaku penembakan telah tertangkap dan babak belur dihajar massa pendukung presiden Haiti, namun hal itu tidak akan menuntaskan permasalahan jika aktor intelektual di balik semua tak terungkap 



Kematian Presiden Haiti Jovenel Moise secara tragis dengan 12 luka tembak di tubuhnya menimbulkan tanda tanya besar. Apalagi salah satu mata Moise dicongkel. belum lagi istrinya ikut terluka parah setelah ditembak beberapa kali oleh para tersangka.


Sebelum ditembak mati, pada Februari lalu Moise sempat menghadapi upaya pembunuhan tapi berhasil digagalkan.


Tampaknya upaya pembunuhan keji itu membuahkan hasil setelah Moise ditembak mati dalam serangan Rabu dini hari oleh 28 anggota regu pembunuh yang terdiri dari 26 orang Kolombia dan dua orang Amerika keturunan Haiti, demikian dikutip dari kompas.com (10/7/2021).



Warga negara lain terlibat?


Dua orang yang tewas ditembak polisi Haiti dan 15 lainnya dicurigai adalah eks tentara nasional Kolombia, yang keluar antara 2018-2020, sebagaimana dikutip dari AFP (9/7/2021)


Kementerian Luar Negeri AS mengaku sudah mengetahui ada warganya yang diduga menjadi pelaku pembunuhan Moise, tapi enggan berkomentar lebih lanjut.


Sebuah skenario pembunuhan yang menimbulkan tanda tanya besar sebab warga negara lain ikut campur di dalamnya. Suatu hal yang muskil bila warga negara lain melirik posisi dalam negeri yang tidak mungkin diraih karena mereka warga negara lain, sudah pasti ada pihak yang menginginkan terjadinya peristiwa itu agar dapat mengambil keuntungan, dengan visi dan misi terselubung.


Dikutip dari kompas.com (10/7/2021) Hakim Carl Henry Destin menyebut para pelaku berteriak "operasi DEA" saat memasuki kediaman Moise.

DEA merupakan badan anti-narkoba yang dibentuk oleh AS. Pelaku yang menyamar agen tersebut memiliki aksen Amerika.


Haiti termasuk negara termiskin di dunia, dengan keadaan ekonomi yang labil, belum lagi ditambah kondisi politiknya yang kacau balau akibat dirongrong kerusuhan antar-gang. Kondisi yang sangat rumit dan amburadul ini merupakan situasi tepat bagi mereka yang ingin memancing di air keruh demi memuluskan keinginan, entah turut campur dalam pemerintahan demi tuijuan tertentu, atau mungkin demi income  bisnis persenjataan.


Awal kekacauan sebuah negara miskin adalah banyaknya negara luar yang turut campur urusan dalam negeri demi tujuan tertentu, bahkan dimuluskan dengan mereka yang notabene warga negaranya sendiri demi keinginan merebut kekuasaan.



Perebutan posisi dua perdana menteri


Belum lama berselang setelah kematian tragis presidennya, dua perdana menteri Haiti memperebutkan posisi sebagai pihak berwenang di negeri itu.


Dikutip dari kompas.com (09/7/2021) Claude Joseph perdana menteri Haiti yang telah mengundurkan diri mengklaim masih bertanggung jawab dan menyatakan darurat militer, sementara Ariel Henry juga tak mau kalah sebab merasa sebagai perdana menteri pengganti Joseph yang telah ditunjuk oleh presiden pada pekan lalu meskipun belum dilantik secara resmi.


Namun Pemerintahan Presiden AS Joe Biden menunjukkan sikapnya dengan hanya mengakui Joseph sebagai perdana menteri sementara Haiti yang sah.


Yang menjadi hal aneh, mungkinkah ketidakstabilan sebuah negara miskin membuat keselamatan pemimpin negara tidak menjadi prioritas, hingga keberadaan pengawalnya saat peristiwa terjadi dipertanyakan.



Antipati berubah pro Amerika


Patut menjadi catatan tersendiri, Haiti yang selama sekian waktu antipati pada Amerika, setelah kejadian tragis pembunuhan presidennya, tiba-tiba berubah meminta bantuan pada AS untuk mengamankan negaranya, padahal ada dua warga negara adidaya itu yang tetlibat dalam pembunuhan presidennya.


Meskipun dua warga Amerika yang terlibat merupakan keturunan Haiti, toh tetap bukan warga negara asli. Dengan dalih hanya sebagai penerjemah bagi regu penembak bayaran yang menghabisi presiden Haiti toh tetap menimbulkan tanda tanya besar, kok bisa?


Pembunuhan Presiden Haiti diprediksi akan memicu krisis terburuk di Haiti, sebab negara itu telah babak belur menghadapi intrik politik dan kekerasan antar-gang.


Amerika yang merasa dua warganya terlibat merespons dengan mengirimkan agen Badan Penyidik Federal (FBI) dan pejabat kementerian dalam negeri untuk membantu investigasi. Sedangkan Kolombia, negara yang 26 warganya diduga sebagai pelaku pembunuhan, menugaskan direktorat intelijen untuk mendukung investigasi.


Meskipun keseluruhan  pelaku penembakan telah tertangkap, dan beberapa diantaranya telah babak belur dihajar massa pendukung presiden Haiti, namun hal itu tidak akan menuntaskan permasalahn jika aktor intelektual di balik semua tak terungkap secara gamblang, diperlukan pengungkapan motif dan tujuan dari aktornya.


Dua warga AS yaitu James Solages dan Joseph Vincent ditangkap bersama 15 warga Kolombia lainnya beserta sejumlah barang bukti di antaranya paspor, senjata, dan alat yang dipakai untuk membunuh Presiden Jovenel Moise, sebagaimana dikutipdari  The Sun (9/7/2021).


Dua warga AS keturunan Haiti yang ikut dalam kelompok bersenjata menyebut mereka hanya bertujuan menangkap presiden Haiti, tapi kenyataan di lapangan Moise tewas dengan 12 kali tembakan, apakah yakin sebuah jawaban dari alibi hanya menangkap bukannya menghabisi? Belum lagi istri Moise yang terluka parah, benarkah bertujuan hanya ditangkap ataukah untuk menghilangkan jejak agar tidak ada saksi kunci? Mungkinkah warga AS dan warga Kolumbia hanya sebagai alibi untuk menutupi kudeta yang terjadi?




Dus, peristiwa penembakan tragis Presiden Haiti patut menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua, bahwa negara miskin dengan kekacauan intrik politik dalam negeri sangat rentan diobok-obok negara lain dengan tujuan tertentu.


Negara kita sudah babak belur dihajar pandemi, jika dahulu sempat dinobatkan sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas (middle high) kini harus cukup puas dengan menjadi menengah ke bawah (middle low).


Perlu kewaspadaan serta kehati-hatian dalam mengelola negeri ini, dapat berwujud kewaspadaan terhadap negara lain, atau bisa juga pada intrik politik dalam negeri yang mungkin timbul secara tidak disangka-sangka.


 

Comments