Pemerintah Siap Merevisi Ulang Pasal Karet UU ITE

Presiden Jokowi (pic: detik.com)
Presiden Jokowi bisa meminta DPR untuk melakukan revisi dan menghapus pasal-pasal karet


Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 25 Maret 2008 menerbitkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mencakup tentang globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.


Tetapi sejak kemunculannya, UU ITE sering menyebabkan pro dan kontra di masyarakat, karena salah satu butir dalam undang-undang tersebut dianggap membatasi kebebasan masyarakat dalam menyuarakan pendapatnnya di dunia maya.


Pasal karet penjerat


Pasal yang sering disebut kontroversial adalah pasal 27 ayat 3, yang membahas penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media massa. Butir ini sering digunakan untuk menuntut pidana netizen yang melayangkan kritik lewat dunia maya.


Bunyi pasal tersebut adalah: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."


Sejak diresmikan, Undang-Undang No.11 Tahun 2008, khususnya pasal 27 ayat 3 yang sering dijuluki sebagai "pasal karet" sudah menjerat puluhan orang.


Revisi UU ITE di 2015


Presiden Jokowi bahkan sempat mengajukan revisi terhadap UU ITE kepada DPR Pada Desember 2015 silam, setelah rampung, dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.


Menteri Komunikasi dan Informatika saat tu, Rudiantara meyakini setelah revisi UU ITE ini tak akan ada lagi kriminalisasi kebebasan berpendapat, dan akan memberikan kepastian pada masyarakat.


Pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE


Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto sebagaimana dikutip dari kompas.com, mengungkapkan ada sembilan pasal bermasalah dalam UU ITE, salah satunya masih terkait dengan pasal 27 ayat 3 tentang defamasi, yang disebut dapat digunakan untuk mengekang kegiatan berekspresi warga, aktivis, dan jurnalis, juga mengekang warga untuk mengkritik pihak polisi dan pemerintah.


Delapan pasal-pasal bermasalah lainnya karena rumusan pasalnya tidak ketat (karet) dan multitafsir, yaitu:


Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan. pasal ini bermasalah soal sensor informasi.


Pasal 27 ayat 1 tentang asusila. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.


pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dapat merepresi agama minoritas serta represi pada warga terkait kritik pada pihak polisi dan pemerintah.


Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin lapor ke polisi.


Pasal 36 tentang kerugian. Pasal ini dapat digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi.


Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan hoax.


Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses. Pasal ini bermasalah karena dapat menjadi penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.  


Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat menahan tertuduh saat proses penyidikan. 


Pemerintah siap merevisi ulang


Presiden Jokowi dalam rapat terbatas pada Senin (15/2/2021) sebagaimana dikutip dari antaranews.com, mengatakan bisa saja meminta DPR untuk melakukan revisi dan menghapus pasal-pasal karet, sebab semangat UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia, agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif, sehingga dalam pelaksanaannya harus memberikan keadilan bagi masyarakat.


Jokowi mengungkapkan UU ITE banyak digunakan oleh masyarakat sebagai rujukan hukum untuk membuat laporan ke pihak kepolisian, tetapi dalam penerapannya sering menimbulkan proses hukum yang dianggap beberapa pihak kurang memenuhi rasa keadilan.


Dalam kicauannya di Twitter, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk melakukan revisi terhadap UU ITE.

Comments