Mengulik Kesadaran Hati Nurani Masyarakat untuk Tidak Buang Sampah Sembarangan

Sampah kotor dan menjijikkan yang dibuang sembarangan

Seperti kemunafikan yang terus menerus terjadi, membuang sampah sembarangan menjadi semacam kebiasaan yang sulit dihilangkan


Bukan hal yang mudah menggugah kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, sebab kesadaran itu harus bersumber dari hati nurani, sehingga kadang tindakan tegas dengan menerapkan aturan hikum berupa sanksi dan denda kadang terabaikan, semacam istilah hangat-hangat tahi ayam, mereka mentaatinya saat hukum terlihat di depan mata, namun ketika petugas penegak hukum kebersihan tidak ada di depan mata, kembali sifat kucing nyolong ikan dibelakang majikan terjadi. 


Semacam kamuflase, seperti kemunafikan yang terus menerus terjadi, karena membuang sampah sembarangan menjadi semacam kebiasaan yang sulit dihilangkan.



Hati nurani tanpa sampah


Membuang sampah pada tempatnya sudah seharusnya menjadi budaya, ditanamkan semenjak bayi dalam kandungan, sehingga menjadi risih bila melihat sampah mengotori pemandangan, rasa tidak nyaman melihat.


Itulah kenapa kesadaran itu diperlukan mulai sejak dini, akan sulit menjawab pertanyaan mulai dari mana, karena sebab dan akibat kejar mengejar serta gigit menggigit tanpa penyelesaian ujung waktu.


Anggaplah dimulai saat mencari pasangan hidup, pernah terpikir melihat sifat pasangan dari pola kebersihannya,? Cara si dia membuang sampah,? Pernah Anda bayangkan kalau dari hal kecil saja sudah sembarangan dan jorok, bagaimana kelak dia akan mendidik dan membesarkan generasi penerus, pastilah akan melahirkan ‘generasi sampah’ berikutnya.


Membuang sampah berkaitan erat dengan hati nurani, ketika melakukan tindakan membuangnya sembarangan, pastilah hati nurani yang bersih akan merasa berlawanan, terlahir rasa tidak enak, merasa berdosa dan terganggu.


Namun jika hati nurani sudah tumpul, pastinya bukan hal aneh jika membuang sampah semau gue.



Penyebab buang sampah sembarangan


Perilaku buang sampah sembarangan bisa dikaitkan dengan beberapa hal :


Rendahnya pengetahuan

Tingkat pengetahuan yang kurang tentang dampak yang terjadi ke depannya, tidak memahami secara mendalam dari perilaku yang diperbuat, yang dipikirkan hanya hari ini, sehingga tidak berpikir mendalam tentang nasib generasi anak cucu yang akan menerima dampak penumpukan sampah.


Kemiskinan

Tidak adanya petugas kebersihan pemungut sampah di daerah-daerah kumuh cenderung membuat prilaku masyarakat yang tinggal didalamnya tidak ada pilihan selain membuang sampah sembarangan, karena tidak tahu cara menanganinya, tidak ada pemikiran untuk daur ulang, sehingga membuang sampah di sembarang tempat sudah menjadi kebiasaan.


Kurang literasi

Jarang atau bahkan tidak pernah berminat mendalami atau membaca dampak negatif sampah, berakibat kurangnya pemahaman masalah sampah, sehingga hal sama terulang kembali.


Tumpulnya kesadaran

Akibat kebiasaan yang terus menerus membuang sampah secara sembarangan, akan menumpulkan kesadaran dari dampak negatif yang ditimbulkannya. Jika terus menerus terjadi, maka hilanglah kesadaran tentang nasib bumi beberapa dekade mendatang.


Egois dan buta empati

Pembuang sampah sembarangan biasanya hanya berpikir ‘gue’, dia tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan orang yang terimbas dengan sampahnya, bahkan karena egois, si pembuang sampah sembarangan ini buta empati, tidak bisa merasakan penderitaan orang lain yang terpaksa mengalah memungut sampahnya karena risih dengan keadaan kotor.



Entah sampai kapan permasalahan sampah akan selesai jika dunia dipenuhi dengan orang-orang egois, buta empati, dan hanya berpikir sesaat tentang sampah yang di buangnya sembarangan.


Sampah yang beragam, mulai organik dan anorganik, namun tak bisa dipungkiri jika di jaman serba praktis ini, sampah yang mendominasi adalah plastik.


Sedikit demi sedikit untuk hal yang baik bukan masalah, tapi bila sedikit demi sedikit untuk hal negatif seperti membuang sampah sembarangan, bisa Anda bayangkan bagaimana nasib bumi beserta penghuninya beberapa dekade lagi,? 


Sebab dari penelitian ilmuwan beberapa waktu lalu, ternyata dalam air minum yang dikonsumsipun ternyata sudah terdeteksi adanya plastik, meskipun ukurannya mikro nano alias super kecil, toh tetaplah plastik, yang jika diminum akan tersalur ke seluruh bagian tubuh, termasuk aliran darah, bersediakah darah kita dicemari plastik.?


Perlu kesadaran hati nurani tingkat tinggi tentang nasib bumi beberapa dekade yang akan datang, sebab apabila perilaku buang sampah sembarangan tetap tak mengalami perubahan, maka betapa mengerikannya jika bukan hanya seluruh pelosok bumi yang dipenuhi sampah, tapi juga aliran darah manusia.






Comments