Mengenang Martinus Dwianto Setyawan – Maestro Sastra Anak dan Remaja Indonesia
![]() |
| Lahir di Kota Batu, 12 Agustus 1949 – Wafat di Kota Batu, 1 Juni 2024 |
Oleh : Akaha Taufan Aminudin
Martinus Dwianto Setyawan (1949–2024) adalah salah satu nama penting dalam sejarah sastra anak dan remaja Indonesia. Lahir di Kota Batu pada 12 Agustus 1949, dan berpulang pada 1 Juni 2024, beliau meninggalkan warisan karya yang begitu kaya—lebih dari 80 judul buku cerita dan novel anak yang menyemai imajinasi generasi muda dari era 1980 hingga 2000-an. Karya-karyanya menjadi pintu masuk bagi banyak anak Indonesia untuk jatuh cinta pada dunia literasi.
Dwianto Setyawan bukan hanya penulis produktif, tetapi juga seorang pendidik imajinasi. Cerita-cerita yang ia hadirkan sering kali sederhana, dekat dengan keseharian anak-anak, tetapi sarat nilai moral, semangat kemandirian, serta kecintaan pada budaya lokal. Di tengah arus globalisasi dan gempuran budaya populer, karya beliau menjadi jangkar yang meneguhkan identitas anak Indonesia.
Esai dan puisi yang dihimpun dalam buku *Mengenang Martinus Dwianto Setyawan* ini merupakan bentuk penghormatan dari 65 penulis, penyair, dan pengarang dari berbagai daerah Nusantara. Dari Batu, Surabaya, Tulungagung, Jakarta, Aceh, hingga Kalimantan dan Sumatra, semua menuliskan kenangan, refleksi, dan apresiasi mereka terhadap sosok Maestro Sastra Anak ini. Antologi ini bukan sekadar bunga rampai tulisan, tetapi sebuah mozaik yang menunjukkan betapa luas dan dalam pengaruh karya Dwianto Setyawan di hati pembacanya.
Warisan beliau bukan hanya terletak pada buku-buku yang telah terbit, melainkan juga pada semangat untuk terus menulis, mendidik, dan mencintai anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Itulah sebabnya, antologi ini tidak hanya berfungsi sebagai kenangan, tetapi juga sebagai *lentera literasi* untuk menyemai harapan baru di dunia sastra anak dan remaja Indonesia.
Melalui buku ini, kita belajar bahwa seorang penulis tidak pernah benar-benar pergi. Kata-kata yang ia torehkan akan selalu hidup di hati pembacanya, menyalakan imajinasi, mengajarkan nilai-nilai, dan menginspirasi karya-karya baru.
Selamat jalan, Martinus Dwianto Setyawan. Nama Anda akan selalu terpatri sebagai Maestro Sastra Anak dan Remaja Indonesia, dan karya-karya Anda akan tetap menjadi cahaya bagi generasi setelah kita.
Esai Tematik
Literasi Lokal: Kota Batu dalam Jejak Martinus Dwianto Setyawan
Martinus Dwianto Setyawan lahir dan tumbuh di Kota Batu, sebuah kota kecil yang kini dikenal sebagai kota wisata. Namun, jauh sebelum itu, Batu telah melahirkan potensi budaya dan tradisi literasi yang tak kalah penting. Dwianto adalah bukti bahwa seorang penulis besar bisa lahir dari ruang-ruang sederhana, dari jalan kampung hingga pasar rakyat.
Karya-karyanya mengangkat nilai-nilai keseharian anak-anak, yang akrab dengan alam, sekolah, keluarga, dan masyarakat. Ia membuktikan bahwa inspirasi bisa ditemukan di sekitar kita, tanpa harus menoleh jauh ke pusat-pusat industri budaya. Oleh karena itu, Kota Batu sepatutnya memberi penghormatan khusus, menjadikannya ikon literasi lokal, dan mengabadikan namanya dalam agenda budaya daerah.
Warisan Sastra Anak: Dari Imajinasi ke Pendidikan Karakter
Sastra anak sering kali dipandang sebelah mata dalam tradisi besar sastra Indonesia. Padahal, justru dari bacaan anaklah tumbuh benih-benih kecintaan terhadap literasi. Dwianto Setyawan memahami hal itu. Ia menulis lebih dari 80 buku anak dengan konsistensi, kualitas bahasa yang bersih, dan nilai pendidikan karakter yang kuat.
Buku-bukunya bukan hanya hiburan, melainkan *jendela belajar* bagi anak-anak: tentang kejujuran, persahabatan, kerja keras, dan keberanian. Inilah yang membuat karyanya tidak lekang dimakan waktu. Ia mewariskan teladan: penulis sejati tidak hanya mengejar popularitas, tetapi juga memberi makna bagi generasi yang sedang bertumbuh.
Inspirasi Lintas Generasi: Dari Dwianto ke Penulis Muda
Jejak karya Dwianto Setyawan telah melintasi generasi. Mereka yang membaca karyanya di masa 1980–1990 kini sudah menjadi orang tua, bahkan kakek-nenek. Namun, cerita-cerita itu masih segar, dan tetap bisa dibacakan ulang kepada anak-cucu mereka.
Bagi penulis muda, Dwianto adalah inspirasi tentang dedikasi. Ia menunjukkan bahwa menulis membutuhkan disiplin, ketekunan, dan kesetiaan pada pembaca. Ia bukan sekadar penulis anak, tetapi *arsitek imajinasi* yang membangun pondasi literasi bangsa.
Buku antologi ini adalah jembatan. Dari penulis ke pembaca, dari generasi lama ke generasi baru, dari seorang maestro ke ratusan pengagumnya di seluruh Nusantara. Kehadiran 65 penulis dalam antologi ini menunjukkan bahwa warisan Dwianto Setyawan tidak hanya berhenti di Batu, tetapi bergema ke seluruh pelosok Indonesia.
Dengan hadirnya karya-karya apresiasi berupa puisi, esai, dan puisi esai, kita tidak hanya mengenang sosok pribadi, melainkan juga menyadari betapa pentingnya sastra anak dalam membentuk karakter bangsa.
Martinus Dwianto Setyawan telah pergi, tetapi suaranya tetap ada dalam setiap halaman buku ini. Dan melalui kenangan yang kita abadikan bersama, namanya akan tetap hidup.
Jumat Pahing 12 September 2025
Drs. Akaha Taufan Aminudin
Sisir Gemilang Kampung Baru Literasi SIKAB Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR
#SatuPenaJawaTimur
#HP3NKreatifBatu
#KotaBatuLiterasiSastra


Mantap surantap semangat Sepanjang Masa Bahagia
BalasHapus😁👍
Hapus