Divide et Impera Gaza: Hamas Diprotes, Israel Diuntungkan?

Warga Palestina berunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan anti-Hamas, di Beit Lahiya, Jalur Gaza utara, 25 Maret 2025. (Pic: REUTERS/Stringer/tempo.co)


Kompleksitas konflik di Timur Tengah, di mana faktor internal dan eksternal saling berinteraksi, seringkali dengan konsekuensi yang merugikan bagi masyarakat sipil



Jalur Gaza, wilayah yang telah lama menjadi pusat konflik antara Palestina dan Israel, kini menghadapi dinamika internal yang kompleks. 


Baru-baru ini, terjadi gelombang protes dari warga Gaza yang menentang Hamas, kelompok yang memegang kendali di wilayah tersebut sejak 2007(detik.com, 27/03/2025).


Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mengenai penyebab protes tersebut dan apakah ada keterlibatan strategi devide et impera yang diterapkan oleh pihak eksternal, khususnya Israel.



Latar Belakang Protes Anti-Hamas di Gaza


Sejak 25 Maret 2025, ratusan warga Palestina di Gaza Utara dan Tengah menggelar demonstrasi menuntut Hamas untuk mundur dari kekuasaan dan mengakhiri perang yang berkepanjangan dengan Israel. 


Para demonstran meneriakkan slogan-slogan seperti “Hamas keluar” dan “Kami ingin hidup,” mencerminkan kelelahan mereka terhadap konflik yang tak kunjung usai dan kondisi kehidupan yang semakin memburuk (Reuters.com, 27/03/2025).


Protes ini merupakan yang terbesar sejak perang Gaza dimulai, menandakan perubahan signifikan dalam sentimen publik terhadap Hamas. 


Warga Gaza merasa lelah dengan konflik yang berkepanjangan dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari mereka. (kompas.com, 28/03/2025).



Tanggapan Hamas dan Media Lokal


Hamas mengakui hak warga untuk berdemonstrasi, namun memperingatkan agar protes tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki agenda tertentu, terutama yang sejalan dengan kepentingan Israel. 


Beberapa kelompok militan Palestina bahkan mengeluarkan peringatan keras terhadap individu yang dianggap membantu tujuan Israel melalui protes tersebut.


Menariknya, media-media utama Palestina, termasuk Al-Jazeera, cenderung mengabaikan pemberitaan mengenai protes ini. 


Meskipun protes tersebut signifikan, liputan media lokal sangat minim, menimbulkan pertanyaan tentang independensi dan objektivitas media dalam melaporkan isu-isu sensitif yang melibatkan Hamas(theaustralian.co.au, 28/03/2025)



Indikasi Strategi Devide et Impera oleh Israel


Strategi devide et impera, atau politik pecah belah, telah lama digunakan dalam konteks geopolitik untuk melemahkan lawan dengan memecah belah kekuatan internal mereka. 


Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pernah menyatakan bahwa aliran dana ke Hamas merupakan bagian dari strategi untuk menjaga perpecahan antara Hamas dan Otoritas Palestina, sehingga melemahkan posisi Palestina secara keseluruhan (jpost.com, 12/03/2019).


Selain itu, Israel diduga menjalankan taktik devide et impera di Gaza dengan membangun infrastruktur yang membagi wilayah tersebut, seperti pembangunan jalan besar yang memotong Gaza menjadi bagian utara dan selatan, serta pembangunan pelabuhan di Gaza utara oleh Amerika dan Israel untuk mendatangkan bantuan dari Pelabuhan Siprus (portal-Islam.id, 13/03/2024).


Langkah-langkah ini dapat dilihat sebagai upaya untuk memecah belah dan mengendalikan populasi Gaza.



Protes anti-Hamas di Gaza mencerminkan kelelahan dan frustrasi warga terhadap konflik yang berkepanjangan dan kondisi kehidupan yang semakin sulit. 


Meskipun protes ini muncul dari dinamika internal, tidak dapat diabaikan kemungkinan adanya pengaruh strategi devide et impera yang diterapkan oleh Israel untuk melemahkan persatuan Palestina. 


Situasi ini menyoroti kompleksitas konflik di Timur Tengah, di mana faktor internal dan eksternal saling berinteraksi, seringkali dengan konsekuensi yang merugikan bagi masyarakat sipil. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?