Menulis: Kegilaan Tanpa Obat, Kecanduan Tanpa Sadar, dan Percintaan Tanpa Balasan
![]() |
Menulis sebagai kemerdekaan berpikir (Pic: AI Image) |
Jika kegilaan berarti terus melakukan sesuatu yang dicintai tanpa pamrih, maka menulis adalah kegilaan yang paling indah
Menulis sering dianggap sekadar keterampilan, profesi, atau hobi. Namun, bagi sebagian orang, menulis adalah kemerdekaan berpikir yang mutlak, bahkan lebih dari sekadar pekerjaan atau aktivitas biasa.
Menulis bisa menjadi obsesi, kecanduan, atau bahkan percintaan yang tak menuntut balasan materi.
Lalu, ketika seseorang tetap menulis tanpa peduli pada imbalan finansial, apakah itu kegilaan? Ataukah justru itu adalah bentuk kebebasan tertinggi dalam berekspresi?
Menulis sebagai Kemerdekaan Berpikir
Menulis bukan hanya menuangkan kata-kata di atas kertas atau layar, tetapi juga membebaskan pikiran dari belenggu keterbatasan.
Beberapa alasan mengapa menulis adalah kemerdekaan berpikir:
- Menulis memungkinkan seseorang menyuarakan ide tanpa sensor dan batasan.
- Lewat tulisan, seseorang bisa menembus ruang dan waktu, bahkan hidup lebih lama dari usianya sendiri.
Dalam sejarah, banyak pemikir besar yang menulis untuk memperjuangkan gagasan, bukan demi keuntungan materi.
Menulis sebagai Kesenangan, Ketulusan, dan Kecanduan
Bagi pecinta menulis, kata-kata bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga cara untuk menikmati hidup. Bahkan, banyak penulis rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk merangkai satu kalimat yang sempurna.
Menulis bisa memberikan kepuasan yang lebih dari sekadar uang atau penghargaan.
Ada rasa candu dalam proses menulis, di mana seseorang terus mencari kata-kata yang tepat untuk menggambarkan pikirannya.
Banyak penulis besar yang tetap menulis meskipun mereka tidak mendapatkan keuntungan finansial secara langsung.
Menulis: Antara Kegilaan dan Kewarasan
Banyak orang menganggap mereka yang menulis tanpa imbalan materi sebagai “gila”. Namun, kegilaan ini memiliki makna yang lebih dalam:
Orang yang menulis tanpa henti sering dianggap ‘terobsesi’, padahal mereka hanya menikmati prosesnya.
Ada garis tipis antara kegilaan dan jenius dalam menulis—beberapa pemikir besar dalam sejarah seperti Nietzsche atau Kafka menulis tanpa peduli pada keuntungan, tetapi justru meninggalkan warisan pemikiran yang tak ternilai.
Jika kegilaan berarti terus melakukan sesuatu yang dicintai tanpa pamrih, maka menulis adalah kegilaan yang paling indah.
Menulis adalah bentuk kebebasan, ekspresi, dan cinta tanpa syarat. Bagi sebagian orang, menulis adalah mata pencaharian, tetapi bagi yang lain, menulis adalah panggilan jiwa yang tidak bisa diukur dengan uang.
Jika menulis tanpa mengharapkan keuntungan dianggap gila, maka biarlah kegilaan ini terus hidup, karena dari sanalah lahir gagasan-gagasan yang mengubah dunia.
Jadi, apakah menulis tanpa imbalan materi adalah kegilaan atau kemerdekaan berpikir? Mungkin jawabannya adalah keduanya—dan itulah yang membuatnya begitu menarik.
Komentar
Posting Komentar