Negara YONO, Ketika Hemat Jadi Absurd
![]() |
Ilustrasi negara YONO (pic: Meta AI) |
Di sebuah negeri bernama Antah Berantah, belakangan ini ada satu istilah yang mendadak viral: YONO.
Bukan nama tokoh, bukan juga nama merek dagang, melainkan akronim dari “Yang Ono-Ono Wae”—sebuah istilah satir yang lahir dari kegemasan rakyat melihat kebijakan hemat ala pemerintah yang sering kali lebih konyol ketimbang masuk akal.
Asal Usul YONO
Awalnya, YONO muncul dari himbauan agar masyarakat dan instansi pemerintah berhemat energi.
Entah kenapa, hemat yang disarankan itu levelnya nyaris tidak masuk akal. Misalnya:AC kantor wajib diatur di suhu 27 derajat ke atas, lampu ruangan dinyalakan setengah saja, mandi dianjurkan cukup pakai dua gayung, air minum galon dibatasi, jadi kalau haus ya tahan. Dan rapat dianjurkan online, tapi sinyal kantor ngadat tiap jam.
Hemat memang perlu, apalagi kalau tujuannya menjaga sumber daya dan mengurangi pemborosan. Tapi yang bikin rakyat garuk-garuk kepala, hemat ala YONO ini hanya menyasar rakyat kecil dan pegawai level bawah.
Sementara di level atas? Mobil dinas masih ganti tiap tahun, perjalanan dinas ke luar negeri lancar jaya, dan anggaran proyek-proyek absurd tetap lolos.
Hemat yang Pincang
Di Negeri YONO, hemat itu seperti aturan sepihak. Rakyat diminta berhemat dengan cara lucu, sementara pejabat menikmati fasilitas mewah yang dibayar dari pajak rakyat sendiri.
Bayangkan: AC diminta panas-panasan, tapi rapat-rapat elite di hotel bintang lima, air galon dibatasi, tapi anggaran pengadaan jamuan makan mewah tetap mengalir. Rakyat disuruh mandi hemat dua gayung, tapi pejabat spa mewah berjam-jam.
Lama-lama rakyat sadar, ini bukan hemat, tapi sekadar simbolisme murahan yang ujungnya cuma jadi guyonan.
Lahirlah istilah YONO: kebijakan yang ada-ada saja, absurd, nggak efektif, dan cuma buat lucu-lucuan.
Hemat atau Pencitraan?
YONO mencerminkan ketidakadilan struktural yang dibalut imbauan manis bernama efisiensi. Rakyat kecil diminta berkorban atas nama hemat negara, padahal boros yang sebenarnya ada di level kebijakan dan elitnya.
Bahkan dalam beberapa kasus, kebijakan hemat ala YONO ini cuma akal-akalan untuk menutupi kegagalan pengelolaan anggaran. Dana yang seharusnya bisa dialokasikan lebih cerdas malah dibakar buat proyek nggak penting. Ketika anggaran jebol, rakyat lagi yang disalahkan, dibilang tidak mau hidup hemat.
Negeri YONO dan Warisan Absurd
Jika terus dibiarkan, Negeri YONO akan masuk sejarah sebagai contoh negara yang gagal memahami konsep hemat yang sesungguhnya. Generasi mendatang akan belajar, bahwa pernah ada masa di mana hemat berarti mandi dua gayung, sementara korupsi miliaran cuma dijawab “kan udah dikembalikan”.
YONO bukan sekadar lucu-lucuan TikTok. Ia adalah potret realitas tentang betapa jauhnya jarak logika rakyat dan logika penguasa. Sebuah ironi yang entah harus ditangisi atau ditertawakan.
Kalau hemat ya yang masuk akal. Jangan suruh rakyat hidup seperti zaman penjajahan, sementara para pengambil kebijakan hidup mewah atas nama fasilitas negara. Kalau mau hemat beneran, mulai dari atas. Potong fasilitas mewah, kurangi plesiran pejabat, dan yang paling penting: hentikan korupsi.
Kalau mau bikin rakyat hemat dengan suka rela, berikan teladan, bukan sekadar imbauan absurd ala YONO.
Komentar
Posting Komentar