Palestina yang Hilang, Film Pemenang Oscar 2025

 
No Other Land (pic: Monica Schipper/Getty images)

“If I can’t have my land back, can I at least have my childhood back?”



“No Other Land” adalah film produksi kolaborasi Palestina, Prancis, dan Turki, disutradarai oleh Yousef Al-Khatib, seorang sutradara muda asal Gaza yang sebelumnya hanya membuat dokumenter pendek. Ini jadi film panjang pertamanya yang langsung meraih Best Picture di Oscar 2025.


Film ini dianggap sebagai salah satu representasi paling jujur dan brutal tentang kehidupan rakyat Palestina pasca agresi militer tahun 2024.



Sinopsis Singkat


Film ini bukan murni dokumenter, tapi fiksi yang berbasis kenyataan sejarah. Ceritanya mengikuti seorang gadis remaja bernama Rania yang kehilangan seluruh keluarganya dalam serangan udara di kamp pengungsian Jabalia di Gaza Utara.


Dengan latar kehancuran total, Rania melakukan perjalanan seorang diri, menyeberangi puing-puing Gaza dengan harapan menemukan tempat yang aman — “tanah lain” yang bukan sekadar lokasi fisik, tapi juga simbol harapan, keadilan, dan martabat.


Di tengah perjalanan, Rania bertemu dengan karakter-karakter lain:


Abu Tareq: mantan guru sejarah yang kini jadi sukarelawan medis.


Leila: jurnalis lepas yang menyelundup masuk ke Gaza untuk merekam realitas di lapangan.


Yassin: bocah kecil yang terpisah dari orang tuanya dan terus membawa layangan putih bertuliskan “Damai”.



Kenapa Film Ini Meledak di Oscar 2025


- Kekuatan Narasi Humanis


Walau berangkat dari konflik politik dan militer, film ini fokus ke manusia, bukan statistik perang.


Penonton diajak melihat Gaza lewat mata anak-anak, ibu-ibu, dan para guru yang hanya ingin hidup normal.


- Visual yang Realistis dan Menghantui


Pengambilan gambar dilakukan sebagian di kamp pengungsian nyata di Rafah dan Khan Younis.


Efek suara bom, suara drone, dan tangisan korban bukan rekayasa, melainkan suara asli yang diambil langsung selama pengambilan gambar.


- Naskah yang Puitis dan Pedih


Ada banyak monolog dalam film ini, di mana Rania menulis surat imajiner ke adiknya yang sudah meninggal, bercerita tentang mimpinya punya “tanah lain” di mana anak-anak bisa main layangan tanpa takut bom.



Momen Historis di Panggung Oscar


Saat menerima penghargaan Best Picture, Yousef Al-Khatib berdiri sambil membawa kunci rumah keluarganya di Gaza yang sudah rata dengan tanah. Dia berkata:“This is not just a film. This is a scream, a prayer, and a testimony for every child buried under rubble.”



Kategori yang Dimenangkan di Oscar 2025


Meliputi Best Picture, Best Director (Yousef Al-Khatib) Best Original Screenplay, Best International Feature Film, Best Cinematography, Best Supporting Actress(pemeran Rania) semuanya menang. Sedangkan Best Sound Mixing masuk Nominasi.



Respon Dunia


- Dukungan Internasional


Setelah kemenangan “No Other Land”, gelombang solidaritas global meningkat. Banyak bioskop di Eropa, Asia, hingga Amerika Latin memutar film ini secara gratis.


- Kontroversi Politik


Beberapa negara yang pro-Israel sempat memboikot penayangan film ini, menyebutnya sebagai “propaganda anti-Israel”.


Tapi kritikus dunia membela, dengan mengatakan: “This is not propaganda. This is truth, told through the eyes of a child.”



Fenomena Sosial


Muncul kampanye global bertajuk #AnotherLandForPalestine, menuntut pengakuan penuh atas kedaulatan Palestina di PBB.


Di media sosial, kutipan dari film ini viral: “If I can’t have my land back, can I at least have my childhood back?”



Analisis Simbolik


No Other Landsebenarnya bermain dengan dua makna kata ‘Land’:


- Land secara fisik: Palestina yang nyata, tanah yang direbut paksa, dihancurkan, lalu direbut lagi.


- Land secara metaforis: Harapan dan martabat manusia, di mana pun mereka berada. Selama keadilan belum ditegakkan, tanah itu tetap jadi utopia yang tak tergapai.



Di tengah derasnya disinformasi dan framing media mainstream, film ini muncul sebagai suara otentik dari korban langsung.


Palestina bukan sekadar konflik politik — tapi tentang hak hidup, hak pulang, dan hak menjadi manusia seutuhnya.


Lewat sudut pandang seorang anak, “No Other Land” mengajak penonton dunia merasakan kehilangan dan ketakutan yang tak pernah berakhir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?