Doyan Merekam Orang Mandi, Bukti Tumpulnya Hati Nurani

Illustrasi pria sedang mandi (pic: insider.com)



Dengan alasan dan atas nama kebebasan, pelanggaran norma-norma telah dianggap sesuatu yang berani, sehingga malu dan tabu hanya cerita masa lalu sebab hati nurani telah tumpul


Sudah tahu kejadian merekam orang lain saat mandi dengan gawai secara diam-diam di hotel kapsul Bobobox Jakarta Pusat? Seorang pria sedang mandi tiba-tiba direkam dengan kamera handphone, Pihak hotel merasa bahwa kamar antara pria dan wanita sudah dipisah, tapi setelah diusut ternyata pelaku perekaman adalah sesama pria.


Dikutip dari detik.com Sabtu (15/5/2021), Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Teuku Arsya Khadafi menyatakan, polisi telah  memeriksa dan mendalami apakah ada korban lain dari terduga pelaku, yang merekam aksinya dari celah kamar mandi di sebelahnya.



Motif iseng patut dipertanyakan


Di jaman serba gila ini, tidak ada lagi sekat antar gender, bahkan kecenderungan untuk menabrak norma-norma merupakan pengaruh budaya barat yang telah melebur di arus budaya timur. Jadi tidak heran lagi bila budaya timur yang mengedepankan "tahu malu" sudah rontok secara perlahan.


Demikian pula dengan pola hubungan antar lawan jenis, sudah tidak ada bedanya dengan yang terjadi di belahan dunia barat, semua dipandang sebagai era kebebasan, lepas dari aturan yang dianggap mengekang dan membosankan. Hingga berujung pada jenuh dan suntuk dengan hubungan hanya antar lawan jenis, akhirnya  budaya melenceng menyukai sesama jenispun merembet menggerus budaya timur. Masih ingat dengan kejadian di wisma atlet tentang perilaku cabul sesama jenis antar perawat dan pasien beberapa waktu lalu?


Demikian pula dengan motif perekam cabul merekam sesama pria saat mandi, yang katanya hanya iseng, patut dipertanyakan, sebab hal itu terjadi mungkin karena penyimpangan seksual, menyukai sesama jenis, atau tujuan materi, merekam diam-diam untuk kemudian menjualnya ke situs porno, atau bisa jadi menyalurkan hasrat menyimpang dengan menjadikannya sebagai koleksi pribadi.



Lunturnya budaya malu


Ketika norma-norma ditinggalkan, entah kesopanan, agama, kesusilaan, ataupun hukum, maka para pendamba kebebasan keluar dari aturan, dan hilanglah rasa malu, sebab dianggap sebagai bagian dari kebebasan, meski penerapannya salah kaprah.


Berkaca dari kejadian merekam diam-diam orang lain saat mandi, meskipun sesama jenis, menunjukkan lunturnya budaya timur yang tahu malu dengan pelanggaran norma-norma.

 

Yang  patut menjadi catatan kita bersama, di jaman yang serba gila, dengan alasan dan atas nama kebebasan, pelanggaran norma-norma telah dianggap sesuatu yang berani, malu dan tabu hanya cerita masa lalu sebab hati nurani telah tumpul.


Seandainya hati nurani yang bersumber dari norma kesusilaan masih peka, tentunya ada bisikan rasa bersalah dari hati nuraninya tentang perbuatan yang dilakukan. Bahkan norma agama pun mungkin hanya teori hingga benar-benar ditinggalkan, sebab seandainya hal itu masih dipakai, tentunya si pelaku akan ingat bahwa cctv Tuhan mengikuti langkah dan perbuatannya hingga masuk kubur, hingga kemudian dipertanggungjawabkan di akhirat kelak di hari akhir.



Anggapan hidup hanya sekali saja


Saat norma kesopanan ditabrak tanpa rasa bersalah, hingga tidak pernah berpikir bahwa yang dilakukan melanggar norma kesopanan, sebab merekam orang tanpa ijin saja sudah tidak sopan, apalagi dalam keadaan bugil. Hal ini menunjukkan konsekwensi pemahaman hukum si pelaku amburadul, dia tidak berpikir bahwa risiko di dunia bisa dijerat hukum akibat perbuatan tidak menyenangkan, sedangkan di akhirat hukum Tuhan jelas diperhitungkan.


Namun, ketika semua dinafikkan dan dianggap tidak ada, maka itulah yang terjadi, anggapan hidup hanya sekali saja, jadi kapan lagi? Ditambah tidak yakinnya akan ada pertanggung jawaban di hadapan Tuhan, sebab menganggapnya hanya dongeng sebelum tidur. 


Bisa dibayangkan ketika semua norma dilabrak, maka hukum rimbalah yang terjadi, tak ada kesopanan, tak ada kesusilaan, menafikkan agama, dan hukum dianggap permainan. Seperti apa kehidupan bila tanpa aturan dan pertanggungjawaban? Yakinkah hidup seperti itu? Lalu untuk apa manusia diciptakan bila tidak ada pencipta-Nya? Mungkinkah manusia menciptakan dirinya sendiri? Yakinkah tidak ada hari akhir? Lalu bagaimana dengan sebuah permainan game, yakinkah menarik bila tidak ada pemenangnya? hambar pastinya.




Meskipun dunia sudah banyak menafikkan Tuhan dan mencampakkan norma-norma,  tetaplah berpegang kepada-Nya, sebab Tuhan tidak bisa dipahami secara kasat mata seenaknya. Keterbatasan otak serta pemikiran terkadang membuat kita tidak mudah  memahami seperti apa awal kehidupan saat bumi diciptakan, atau saat setan membuat Adam Hawa terusir dari surga, atau tentang ruh di saat kematian, sebab semua adalah rahasia Tuhan, yang pasti terungkap disaat hari perhitungan nanti. 


Tuhan itu ada, percayalah!



 

Comments