Pengusiran Warga Palestina Bagian dari Undang-Undang Israel

Demonstrasi pro Palestina di Amerika Serikat beberapa waktu lalu (pic: timesofisrael.com)


Penggusuran warga Palestina akan terus berlanjut demi memberi ruang bagi pemukim Israel 



Setelah gencatan senjata  Israel dan Palestina yang diwakili Hamas usai, kini tersirat jelas taktik yang diinginkan negara zionis dari adanya gencatan tersebut.


Menurut kepala Komite Pertahanan Tanah dan Real Estat Silwan Fakhri Abu Diab, sebagaimana dikutip dari kompas.com, Minggu (30/5/2021) pengusiran warga Palestina akan terus berlanjut demi memberi ruang bagi pemukim Israel.

Bahkan kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyebut bahwa pengusiran yang tertunda adalah bagian dari undang-undang Israel, termasuk undang-undang khusus yang memfasilitasi pengambilalihan properti untuk pendirian permukiman. 



Otoritas Palestina tidak bisa berbuat apapun


Andai Palestina kompak bersatu pastilah mereka mampu memenangkan wilayahnya kembali, tidak akan terpecah seperti saat ini, wilayah Gaza dikuasai Hamas, sedangkan Tepi Barat dikuasai Fatah. Dari hal ini saja sudah dapat dipahami bahwa negara ini berbagi wilayah, yang apabila kita runut sejarahnya pastilah ada biang kerok di balik semua itu, namun mereka tidak memahami karena dikuasai ambisi masing-masing.


Bahkan kabarnya rakyat Palestina sudah sedemikian putus asa pada Otoritas Palestina yang tidak bisa berbuat apapun, apalagi Komunitas internasional tidak mampu menekan Israel, akibatnya rakyat Palestina mengambil tindakan sendiri.

Hanya Hamas yang dianggap memiliki taring untuk menghadapi tindakan Israel yang "semau gue".


Dilansir dari AFP, Selasa (25/5/2021), Hamas mengambil alih wilayah Gaza sejak tahun 2007, akibatnya Israel segera menerapkan blokade terhadap Gaza dengan alasan mengisolasi Hamas, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh banyak negara Barat.


Seandainya cita-cita dan cara perjuangan bangsa Palestina sama, dan dapat dipertemukan dengan menyimpan ego masing-masing, pastilah bukan hal sulit untuk melawan pendudukan Israel, namun entah mengapa mereka tidak menyadarinya.



Devide et impera


Indonesia sebagai bangsa yang pernah terjajah, dengan merunut sejarah ke belakang, pastilah memahami bagaimana tidak mudahnya melawan imperialisme penjajah, namun dengan berbagai kegigihan dan akal cerdas bin cerdik bangsa kita, dan tentunya pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa, kita dapat meraih kemerdekaan itu.

Berbagai taktik dan strategi, seperti perang gerilya, Bandung lautan Api, serta beragam taktik perang yang lainnya, hingga kemudian tersadar dengan adanya Sumpah Pemuda, kesadaran bahwa kunci kemenangan hanya satu, kekompakan tanpa ada keegoisan primordialisme dan ambisi kekuasaan.


Disebut pahlawan ataupun penjahat tergantung dari siapa yang menyebut, misalnya Pangeran Diponegoro, kita menyebutnya pejuang, pahlawan pembela negara kita, namun Belanda akan menyebutnya berbeda dalam buku sejarahnya sebagai penjahat perang, padahal kalau kita baca lagi sejarahnya, bahwa justru Belandalah yang dengan licik menipu Pangeran Diponegoro dalam segala perjanjiannya.


Demikian juga dengan Hamas, yang oleh rakyat Palestina disebut pejuang, pahlawan, namun di sisi Israel akan beda penyebutannya sebagai teroris, atau istilah kasarnya penjahat, karena berbeda kepentingan.


Taktik cerdik yang sedang dijalankan oleh negara zionis tanpa disadari oleh Palestina, semboyan yang sama seperti saat Belanda menjajah Indonesia, devide et impera (pecah belah dan jajahlah), hingga kerajaan-kerajaan di Indonesia saling berperang menghancurkan, sementara Belanda tinggal ongkang-ongkang kaki menonton tanpa harus lelah berperang ria.



Sumbangan AS bertujuan tertentu


Bantuan kemanusiaan dari Amerika Serikat (AS) untuk Palestina demi pemulihan negara itu, sepintas memang sangat mulia dan mengagumkan, sebuah tanggung jawab akibat penyerangan anak emasnya, Israel. Dan satu hal yang sudah bisa ditebak, meskipun dalam gencatan senjata antara Israel dan Palestina diwakili Hamas, namun dalam hal bantuan kemanusiaan hanya melalui Perdana Menteri Mahmoud Abbas, sebab Hamas dianggap organisasi teroris yang tidak mewakili Palestina. Namun ajaibnya saat gencatan senjata keberadaan Hamas justru diakui, jangan-jangan saat itu Israel sangat gentar dengan serangan roket-roket Hamas yang gila dan membabi buta?


Bahkan AS melalui Menteri Luar Negerinya Antony Blinken sebagaimana dikutip dari Middle East Eye, Kamis (27/5/2021) menyatakan bahwa penggunaan bantuan kemanusiaan ke Gaza Palestina sebagai alat untuk melemahkan Hamas. 


Sementara Hamas sebelumnya pernah menyebutkan, tidak akan menyentuh sedikitpun bantuan internasional untuk membangun kembali Jalur Gaza yang terkepung setelah Israel membombardir daerah kantong itu selama 11 hari.


Penyebutan Mahmoud Abbas oleh AS sebagai wakil negara resmi Palestina yang tak dianggap di negaranya sendiri menyiratkan aroma adu domba, menimbulkan kesenjangan antara Hamas dan PA, yang jika tidak dipahami dengan bijak, pastilah Mahmoud Abbas berpikir akan menyingkirkan Hamas yang selalu merongrong wibawanya, sedangkan di pihak Hamas akan berpikir bahwa Mahmoud Abbas pengkhianat, menerima bantuan antek penjajah tanpa mengajak diskusi terlebih dahulu pada mereka. Sementara AS dan anak emasnya duduk manis menonton sambil kipas-kipas....... angin angin...... kini bisa dimengerti bagaimana kisah awal  Irak, Afganistan, dan Libya sebelum akhirnya amburadul tak berdaya.




Sekarang semua kembali kepada Palestina, apakah bijaksana menyikapi atau setidaknya menyadari strategi yang sedang berjalan ini, atau jangan-jangan malah menganggapnya aman-aman wae tanpa kewaspadaan, malah justru mengedepankan semboyan "aku rapopo"?


Di jaman egois, hedonis, dan materialistis, masih yakin ada makan siang yang gratis? 


 

Comments