Bentrok FPI vs Polisi (Opini Masyarakat yang Berbeda)

Pic:scientificamerican.com

Peristiwa bentrok antara anggota laskar pengawal pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dengan personel Polda Metro Jaya di Tol Jakarta-Cikampek, melahirkan beragam opini di masyarakat, yang dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, antara lain :

Masyarakat yang pro FPI

Mereka merasa polisi telah bertindak sedemikian di luar batas dan melanggar HAM, sebab dalam anggapan mereka tidak mungkin enam orang anggota FPI akan tewas  begitu saja seandainya tidak dianiaya terlebih dahulu serta ditembak dengan sadis. Pendapat mereka berdasarkan pemberitaan pertemuan  langsung antara anggota keluarga laskar FPI yang tewas dengan anggota DPR, bahwa terdapat luka-luka lebam bekas penganiayaan disertai tembakan lebih dari dua kali yang mengarah ke jantung. 

Mereka juga mengkhawatirkan barang bukti senjata tajam dan senjata api akan direkayasa untuk memperkuat kejadian itu dengan cara menempelkan sidik jari para anggota FPI yang tewas di senjata-senjata yang dituduhkan.

Masyarakat yang pro kepolisian

Mereka mempercayai bahwa polisi bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, profesional dan berdasar aturan hukum yang berlaku. Apalagi bila mengingat perilaku FPI di era-era terdahulu seringkali bertindak anarkhis dan bertindak semaunya sendiri saat menyikapi sebuah kejadian.

Ketidakhadiran Rizieq Shihab saat dipanggil pihak kepolisian untuk pemeriksaan hingga dua kali, bagi mereka cukup menunjukkan kalau pemimpin FPI ini tidak taat hukum dan tidak mematuhi prosedur hukum negara, karena itulah mereka lebih cenderung mempercayai kepolisian.

Masyarakat yang bingung bersikap

Ingin memihak kepolisian tapi terhalang peristiwa yang terkesan sewenang-wenang bertindak hingga menewaskan anggota FPI, tapi di sisi lain hendak memihak FPI tapi ormas ini terkesan tidak menaati prosedur hukum dan tidak menghormati peraturan hukum negara.

Masyarakat yang netral tapi berpikir kritis

Tidak memihak kedua belah pihak, tidak membenarkan, juga tidak menyalahkan, tetapi selalu berpikir kritis dan jernih tentang akar permasalahan kedua belah pihak, mencari pemecahan masalah tanpa harus turut campur memperkeruh perang opini yang terjadi.

Apapun pilihan opini masyarakat terhadap peristiwa bentrok yang terjadi beberapa waktu lalu, itu adalah hak mereka, hanya satu hal yang wajib menjadi pemikiran bersama, Jika kita hidup, makan, minum, mencari penghidupan di negara ini, mungkinkah kita akan membenci, menginjak-injak, mengkhianati dan menjadi pemberontak di negara sendiri? Belum cukupkah perpecahan, perang saudara, kekerasan dan anak- anak yang menjadi korban di Timur Tengah menjadi pelajaran bagi kita? Akankah ego mengalahkan kita hingga berkeinginan kuat mendirikan negara di atas negara karena merasa pejabat negara tidak becus mengelola pemerintahan akibat banyak korupsi? Benarkah bila ingin menghancurkan sarang tikus dalam sebuah rumah, kita harus membakar rumahnya padahal kita tinggal di salah satu kamarnya?

Merajalelanya koruptor di negara ini, ditambah kelakuan pejabat yang kurang elok adalah sebuah perilaku individu, akan salah besar jika kita menganggapnya sebagai perilaku sebuah negara. Karena merupakan perilaku individu maka cara tepat merubahnya adalah dengan merubah perilaku mental pejabatnya, alangkah lebh baiknya dilakukan sebelum menjadi pejabat, atau bahkan malah saat si individu masih bocah, pemikiran anti korupsi, moral dan agama harus terus menerus ditanamkan seumur hidupnya, agar benar-benar terimplikasi di sanubari dan kelakuan, bukan hanya teori. Sebab jika hanya menjadi teori, bisa jadi saat mahasiswa anti korupsi tapi saat menjadi pejabat malah tergoda.

Demikian juga negara ini, tidak sekejap mata tiba-tiba ada, ada perjuangan, air mata dan darah para pahlawan yang dikorbankan, Akankah sebagai seseorang yang tidak ikut jungkir balik membela negara ini berusaha menutupi dan melupakan semua itu? Salah kaprah menganggapnya tak ada karena tak pernah mempelajari sejarah bangsa ini, bangsa ini tidak bisa dibangun dengan marah dan dendam, tidak bisa dibangun dengan menggerogoti seperti koruptor, kita perlu pemikiran-pemikiran jitu yang akan merubah negara ini lebih bermartabat, dan bukan malah menciptakan negara baru karena membenci pemerintahannya.

Jika ingin merubah negara ini mulailah dari merubah diri sendiri, seandainya seluruh komponen masyarakat mulai pejabat hingga rakyat bawah mau merubah perilaku menjadi lebih baik, maka negara inipun akan berubah menjadi lebih baik, bukankah masih banyak cara yang lebih patut, bermoral, bermartabat, tidak melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan peraturan hukum agar negara ini lebih baik?

Comments