Reuni atau Bullying Sih?

 

pic:elitecme.com


Di zaman tekhnologi maju seperti sekarang ini, bisa bernostalgia bersama dengan teman-teman di masa lalu bukan hal mengherankan lagi, sebuah kerinduan yang dahulu mustahil terwujud. 

Mulai reuni sekolah, kuliah, atau bahkan reuni sekedar teman say hello di cafe, yang kesemuanya itu pastilah bertujuan hanya satu, menghadirkan dan menggali kembali kenangan-kenangan indah di masa lalu.

Namun yang dikhawatirkan adalah apabila ternyata reuni itu hanya bertujuan untuk sekedar pamer, entah harta kekayaan, anak, jabatan, atau yang paling parah membulli, sebuah sifat yang mungkin pernah melekat pada seseorang di masa lalu, yang seharusnya bisa dihilangkan di masa dewasa tapi ternyata tetap tidak mengalami perubahan.

Pembullian bukan  melulu tentang fisik, bisa juga secara verbal, misal pamer kekayaan pada teman lama yang hidup miskin, pamer anak pada teman yang belum punya anak, membanggakan posisi jabatan pada teman yang masih pengangguran, hal-hal yang dianggap remeh inilah yang sering merusak nilai murni dari reuni, awalnya ingin  mempertemukan semua kenangan Indah, berubah menjadi bencana penindasan dan tekanan mental.

Bahkan tak jarang, sifat sewaktu masa sekolah yang terbiasa sok mengatur teman-temannya, tiba-tiba muncul kembali di ajang reunian grup. Apalagi terpilih menjadi ketua atau admin, mulailah timbul sikap sok membuat peraturan yang segala sesuatunya di bawah kendalinya, sering bersikap maha benar, tiap ada anggota kurang tertib misal becanda kelewatan pasti cepat diberi peringatan keras, macam perusahaan memberi SP 1 pada karyawannya, suasana reuni grup yang tadinya mencair bahagia berubah  menjadi sebuah tekanan dan keterpaksaan.

Cara menegur yang kurang santun, gampang tersinggung, dan kurang cerdas memahami karakter teman-temannya yang menjadi anggota grup merupakan akar permasalahan rumit yang menghancurkan nilai kesakralan sebuah reuni.

Padahal setelah lama tidak bertemu dan sudah sama-sama dewasa, pastinya memiliki karakter dan kepribadian berbeda, mungkin ada teman yang memang sangat agamis, ada juga sangat santai, atau malah suka bercanda, karena memang itulah cara mereka menjalani hidup, tapi hal ini akan sulit dipahami bagi mereka yang arogan dan memiliki emosi labil. 

Akibatnya bisa ditebak, karena merasa terpilih sebagai ketua grup sekaligus admin, maka terjadilah pendepakan teman sendiri hanya karena masalah kecil,padahal seandainya sikap rasionil dan dewasa yang diambil, bukankah bisa dilakukan chath pribadi, membicarakannya secara baik-baik?

Ketika sikap arogan yang menjadi pilihan, main depak sembarangan, yang didepak keluar dari grup merasa harga dirinya dijatuhkan di depan teman-temannya, demikian juga yang merasa ekonominya belum mapan jadi minder ketika bertemu teman-temannya, bukankah main depak sembarangan mirip perilaku boss besar yang secara otoriter memecat anak buah dari perusahaannya?

Padahal grup reuni bukanlah sebuah perusahaan, hanya sekedar perkumpulan, ajang temu kangen, yang seandainya pintar mengelolanya, selain mengundang kebahagiaan silaturahmi, juga dapat mendatangkan dana untuk saling membantu kepentingan bersama.

Mereka yang memilki dana berlebih bisa menyisihkan sebagian keuangannya untuk membantu teman-temannya yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, yang punya jabatan empuk bisa membantu mencarikan pekerjaan teman-temannya yang masih pengangguran, yang banyak kenalan bisa mencarikan jodoh bagi temannya yang kesepian, banyak lagi manfaat reuni yang terkadang jadi hilang karena sikap keegoisan akibat kurang dewasanya sifat yang dimiliki seseorang.

Jadi, main depak sembarangan dari grup adalah suatu reuni atau bully sih?

Comments