Sampah Plastik, Dosa dan Salah Siapa?

Pencemaran air akibat sampah plastik, sumber: pribadi



 Beberapa waktu lalu dunia pernah dihebohkan berita tentang sedotan plastik yang menyumbat lubang hidung penyu laut, disusul dengan ditemukannya sampah plastik di bagian laut terdalam, yang kemudian dilanjutkan berita heboh saat para ilmuwan menemukan partikel plastik dalam kandungan air, kian nyata sedemikian parahnya plastik memasuki dan meracuni hidup manusia.

Siapa yang salah? 

Sebagian orang menuding kesalahan terbesar berasal dari tidak siapnya prosedur pemilahan sampah yang dikelola pemerintah, sebagian lagi mengatakan kesalahan si pembuang sampah, bahkan ada juga pihak menuding kesalahan bermuara pada pabrik pembuat plastik, hingga tuding menuding ini terus berputar tanpa ujung penyelesaian kepastian.

Kalau kita telusuri satu persatu mungkin memang benar kesalahan si pembuang sampah yang asal buang kemanapun, seperti di daerah Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ada sebagian penduduknya yang membuang sampah di rawa-rawa maupun aliran sungai, mulai dari popok, bungkus makanan, terutama yang mengandung plastik, menimbulkan kekhawatiran kalau kota berjuluk seribu sungai ini akan berganti julukan menjadi kota seribu sampah.

Tudingan kesalahan kedua adalah tidak adanya prosedur pemilahan sampah, campur aduknya sampah basah dan kering menyulitkan pemilahan, bandingkan dengan negara Korea atau Jepang yang rakyatnya sudah memiliki kesadaran sendiri untuk memilah sampah sebelum membuangnya, sehingga sampah-sampah yang masih memiliki daya guna bisa cepat didaur ulang, seandainya di Indonesia melakukan hal serupa, mungkin para pemulung tidak  perlu repot lagi berjibaku dengan busuknya aroma sampah.

Kesalahan ketiga ditujukan ke produsen plastik, dengan asumsi seandainya pabrik tidak memproduksi, maka sampah plastik tidak akan ada, tapi ujung-ujungnya kembali ke konsumen yang juga doyan memakainya, bukankah pabrik memproduksi berdasar permintaan? andai tingkat konsumsi berhenti bukankah otomatis pabrik berhenti berproduksi?

Permasalahan sampah terutama plastik seperti labirin, tak jelas kapan berakhirnya, tapi toh ujung-ujungnya akan kembali ke individu masing-masing, masihkah memakai plastik dan buang sampah sembarangan, ataukah belajar berpikir arif jauh ke depan, kembali sadar diri dengan hati nurani tidak buang sampah sembarangan demi kelestarian bumi dan keselamatan anak cucu.

Comments