CERPEN: Dari Numpang Tidur Jadi Numpang Istri
![]() |
| Khaled, Laila, dan Um Salim (Pic: Meta AI) |
Dan meskipun dunia menuliskan mereka sebagai pengungsi, bagiku mereka tetap pemilik rumah itu
Bab 1: Rumah di Sebelah
Aku bukan siapa-siapa.
Namaku Um Salim, hanya seorang ibu tua yang tinggal di gang sempit di Yerusalem Timur. Tapi aku melihat semuanya.
Di rumah sebelah, tinggal pasangan yang paling harmonis di lingkunganku:
Khaled dan Laila.
Pasangan Palestina yang sederhana, ramah, dan sangat mencintai satu sama lain.
Tiap pagi, Khaled menyapu halaman.
Laila menyiram tanaman sambil mengaji pelan-pelan.
Dari rumah itu selalu terdengar suara adzan lima kali sehari, indah dan damai.
Sampai suatu hari…
⸻
Bab 2: Datangnya Si Tamu
Dia datang dengan koper dan senyum penuh harap. Namanya Yonatan.
Katanya dia dan keluarganya terpaksa mengungsi, tak punya rumah. Ia berdiri di depan rumah Khaled dan Laila dengan tatapan sedih.
“Kami hanya ingin tidur semalam saja… di pojok ruang tamu, tak akan lama…”
Khaled, yang berhati mulia, membukakan pintu.
Laila menyuguhkan teh.
Yonatan duduk di karpet sambil mengelus dinding rumah: “Sepertinya dinding ini dulu milik kakek buyutku…”
⸻
Bab 3: Semalam yang Jadi Selamanya
Esoknya, Yonatan tidak pergi.
Ia malah membawa saudaranya.
Saudaranya bawa anak.
Anaknya bawa sepupu.
Semua tidur di ruang tamu.
Lama-lama, mereka mengatur ulang lemari.
Mengganti arah kiblat.
Bahkan mulai membatasi tamu yang datang ke rumah itu.
Khaled dan Laila… hanya bisa mematung.
⸻
Bab 4: Menjajah Dengan Dalih
Satu hari, Khaled pulang kerja.
Ia terkejut mendapati Yonatan duduk di kursi Laila, membaca puisi cinta milik Khaled untuk istrinya.
“Khaled, rumah ini nyaman ya.
Kami merasa ini memang milik kami sejak dulu.
Dan Laila… dia tampak lebih cocok bersamaku. Aku punya paspor kuat, satelit, dan visa internasional.”
Laila terdiam. Matanya penuh luka. Tapi ia menunduk dan menjawab:
“Rumah ini mungkin kau caplok,
Tapi hatiku… masih berteduh di pelukan suamiku.”
⸻
Bab 5: Perlawanan Halus Tapi Tegas
Khaled tak membawa senjata.
Dia hanya membawa sepucuk surat.
Ia tempel di dinding rumahnya, yang sudah dicat ulang oleh Yonatan.
Isinya:
“Ini rumahku.
Di sini aku menikah.
Di sini anak-anakku belajar membaca.
Di sini suara adzan menyambut fajar.
Kau datang dengan sejarah versimu,
Tapi aku hidup di sini, dengan napas, bukan narasi.”
⸻
Bab 6: Kisah yang Terus Berulang
Tetapi Yonatan tidak pergi.
Ia mengurus sertifikat.
Ia bilang dunia mengakuinya sebagai pemilik rumah itu.
Ia pasang bendera.
Bahkan menuduh Khaled dan Laila sebagai penghuni ilegal.
Dan Laila?
Ia kini tidur di dapur.
Khaled tidur di balkon.
Tapi setiap malam, mereka tetap berbisik:
“Selama kita masih bisa memeluk dalam doa,
rumah ini belum benar-benar hilang.”
⸻
Hari ini, aku masih tinggal di rumah yang sama.
Tetap melihat Laila menyiram tanaman yang tersisa.
Khaled menyapu halaman yang tinggal setengah.
Dan meskipun dunia menuliskan mereka sebagai pengungsi,
bagiku mereka tetap pemilik rumah itu.
Satu-satunya rumah yang tak pernah bisa direbut: rumah yang dibangun dari cinta.
⸻
TAMAT.

Komentar
Posting Komentar