“Nakal Berbatas Puisi” sebagai Bentuk Ekspresi Erotisme Estetik dalam Komunikasi Digital
![]() |
| Ilustrasi nakal berbatas puisi (Pic: Meta AI) |
Nakal berbatas puisi bukan sekadar gaya bicara, melainkan praktik komunikasi afektif dan artistik yang bukan sekadar “menggoda”—melainkan mengikat, dalam rima dan makna
Istilah “nakal berbatas puisi” merupakan bentuk ekspresi semiotik yang muncul dalam ruang komunikasi personal dan digital.
Frasa ini merepresentasikan dorongan erotik yang dikemas dalam estetika sastra, menciptakan sebuah ruang aman untuk mengekspresikan hasrat secara implisit namun intens.
Dimensi Linguistik
Secara linguistik, frasa ini mengandung dua dikotomi:
• “Nakal” adalah penanda konotatif terhadap dorongan spontan, erotik, atau playful.
• “Berbatas puisi” menandakan adanya kendali, struktur, serta bentuk ekspresi yang dikurasi dalam estetika bahasa.
Gabungan keduanya menghasilkan frasa paradoxical yang menyiratkan kontrol dalam gairah, atau keteraturan dalam ketidakteraturan, yang sangat khas dalam metafora puisi erotik.
Perspektif Psikologi Komunikasi
Dalam konteks hubungan romantik digital:
• “Nakal berbatas puisi” berfungsi sebagai strategi komunikasi afektif yang menjaga intensitas emosional sekaligus memperhalus hasrat.
• Ini menciptakan keintiman tanpa vulgaritas, yang memungkinkan afeksi tumbuh melalui simbol, bukan eksplisitasi tubuh.
• Psikolog Carl Rogers dan teori komunikasi interpersonal menyebut ini sebagai conditional openness, yaitu keterbukaan yang tetap berada dalam zona aman psikologis bagi kedua belah pihak.
Perspektif Estetika Sastra
Puisi sering digunakan sebagai medium transgresi kultural:
• Ia memungkinkan ekspresi erotis dalam bentuk yang dapat diterima secara sosial maupun budaya.
• Maka, “nakal berbatas puisi” adalah bentuk transgresi lembut—yakni menembus batas norma dengan bahasa yang indah, bukan bahasa vulgar.
“Nakal berbatas puisi” bukan sekadar gaya bicara, melainkan praktik komunikasi afektif dan artistik yang menggabungkan:
• Eksplorasi hasrat,
• Penghormatan terhadap batas komunikasi,
• Dan penyampaian makna melalui keindahan diksi.
Ia bukan sekadar “menggoda”—melainkan mengikat, dalam rima dan makna.
Referensi:
- Lakoff, G. (1987). Women, Fire, and Dangerous Things. University of Chicago Press.
- Rogers, C. (1951). Client-Centered Therapy. Houghton Mifflin.
- Barthes, R. (1977). The Pleasure of the Text. Hill and Wang.
- Bachelard, G. (1964). The Poetics of Space. Beacon Press.
- Suryadi, A. (2016). Erotika dalam Puisi Modern Indonesia. Jurnal Bahasa dan Seni, 44(1), 21–35.

Komentar
Posting Komentar