Dalam Pelukan Senja: Sebuah Puisi Esai tentang Ibu Siti Fatimah dan Griya Lansia Malang
Oleh: Akaha Taufan Aminudin
Lagi ada 4 anak kandung di Surabaya buang ibunya di griya lansia. Bila meninggal empat anak tak perlu di kabari. (Selasa 15 Juli 2025)
Dalam sebuah dunia
yang terus bergegas,
kisah tentang Ibu Siti Fatimah
dan perjalanannya bersama
keempat anaknya—Faizal, Warda, Robet,
dan Lukman Arif—membuka tabir sebuah realita yang sering tersembunyi:
bagaimana kita
merawat akar
dan bahu yang menopang
hidup kita.
Dengan latar Griya Lansia Malang, tempat di mana wajah-wajah penuh kasih dan profesional bertemu, tercipta sebuah narasi lembut namun kuat tentang cinta, tanggung jawab, dan makna keluarga.
Ketika senja mulai menyingkap lukisan langit,
Di sebuah rumah yang bukan lagi rumah yang dulu,
Tergurat wajah: Ibu Siti Fatimah—tunas kehidupan yang telah menopang ranting-ranting masa depan.
Wajahnya adalah peta, tiap garisnya cerita; tiap kerutnya sejarah,
Tentang empat bintang kecil yang dulu mengepak di langitnya: Faizal, Warda, Robet, dan Lukman Arif.
Siapa yang menyerahkan?
Bukan Lukman Arif, si anak kelahiran Surabaya, 22 Februari 1986, Tapi cinta itu turut melintang di antara rasa, harap, dan logika yang tak mudah dipetakan.
Adalah Faizal, Warda, dan Robet—yang dengan tangan terbuka, meletakkan tanggung jawab itu di pundak Griya Lansia Malang,
Sebuah tempat di mana waktu diperlambat, dan jiwa-jiwa renta menemukan kedamaian baru.
Griya Lansia Malang, di Dukuh Baran, Desa Wajak, membawa cahaya lembut seperti lentera dalam gelap,
Melayani lebih dari sekadar tubuh yang menua, tapi menjaga ruh yang masih ingin bermimpi,
Memaafkan sunyi, merengkuh kenangan, dan meniti harapan di ujung hari.
Mereka yang pernah merawat Triamah di Magelang tahu,
Betapa tiap lansia adalah nusantara
kisah yang harus dijaga.
Mengapa melepaskan?
Pertanyaan itu bukan sekedar logika,
tapi wajah rasa yang mendidih dalam kalbu.
Di saat tangan mulai gemetar
dan langkah pun kehilangan irama,
Mungkin cinta terbesar adalah memberi ruang,
Memberi pilihan terbaik bagi sang ibu yang telah memberi segalanya.
“Perlis Selatan 6, Surabaya,” sebuah alamat yang kini jadi jejak kenangan,
Selasa 15 Juli 2025, momen di mana bab baru mulai ditulis—dengan tinta harapan dan keberanian.
Dalam diamnya, kehangatan Griya Lansia Malang memeluk setiap detik yang tersisa,
Mengabdi tanpa lelah, merawat tanpa syarat, seperti anak-anak yang tak pernah lelah menyemai kasih.
Dalam dunia yang kadang abai,
ada kisah kecil seperti ini
yang memanggil kita
untuk merenung:
Apa arti cinta
jika bukan juga melepaskan
dengan penuh kepercayaan?
Apa artinya keluarga
jika bukan jaring pengaman
di antara derasnya arus kehidupan?
Pada akhirnya, tak ada yang lebih abadi daripada bekal cinta yang kita turunkan,
Dan rumah, di mana pun kita berdiri, adalah tempat hati berlabuh.
Griya Lansia Malang bukan sekadar institusi, tapi sebuah hamparan kasih,
Tempat dimana Ibu Siti Fatimah bisa melukis senjanya dengan tenang,
Di bawah tetes kasih anak-anaknya
dan genggaman hangat para perawat
yang menjadi keluarga kedua.
Di dunia yang terus
mengaburkan makna ‘rumah’,
Kisah Ibu Siti Fatimah
mengingatkan kita agar selalu
menjaga akar,
Meski ranting-ranting itu kadang
harus tumbuh dengan jarak dan cara
yang berbeda.
Dalam setiap pilihan, ada niat tulus
yang menyelimuti,
Dan dalam setiap langkah,
ada puisi kehidupan
yang menunggu untuk ditulis.
Sedang merawat orang tua? Cari tahu lebih lanjut tentang layanan Griya Lansia Malang yang berpengalaman membantu lansia dengan sepenuh hati. Karena dalam pelukan senja, setiap jiwa berhak merasakan kehangatan cinta yang abadi.
Kota Batu, Rabu 16 Juli 2025
Akaha Taufan Aminudin
Komunitas Puisi Esai Jawa Timur
SATUPENA JAWA TIMUR
Catatan:
Video Laporan Griya Lansia 15 Juli 2025

Komentar
Posting Komentar