Satire dan Sunyi Inkubator: Etika Kejahatan Kolektif dalam Krisis Bayi Prematur Gaza

Ilustrasi bayji-bayi prematur Gaza (Pic: Meta AI)

Ketika bayi prematur mati karena pompa oksigen berhenti, itu bukan hanya tragedi Gaza. Itu kegagalan kita sebagai spesies


Kematian bayi prematur di Gaza akibat pemutusan aliran listrik dan blokade bahan bakar oleh Israel menandai babak paling kelam dalam sejarah kemanusiaan modern. 


Di balik kemelut geopolitik dan legitimasi perang, ironi tragis tercipta: dunia memosisikan bayi-bayi tak berdosa sebagai korban dari narasi yang tak pernah mereka ucapkan. 


Tulisan ini mengupas bagaimana kejahatan sistemik dilakukan melalui infrastruktur, bagaimana tubuh-tubuh kecil menjadi sandera, dan bagaimana satire mampu mengungkap kebusukan moral global.



Ketika Inkubator Jadi Kuburan


Dalam situasi normal, inkubator adalah simbol kehidupan.

Tapi di Gaza 2025, ketika bahan bakar habis dan listrik padam, inkubator berubah fungsi: dari ruang harapan menjadi tempat kematian yang diam.


Israel memblokade akses energi atas dalih keamanan nasional. Dunia menekan, tetapi tidak bertindak.


Dan ketika lebih dari 100 bayi prematur menghadapi risiko kematian, kita harus bertanya: Apakah perang bisa dibenarkan ketika yang dibunuh bahkan belum sempat memilih hidup? 



Politik Blokade sebagai Alat Genosida Struktural


Blokade bukan sekadar strategi militer. Ia adalah:

Mekanisme strangulasi sipil,

Senjata sunyi yang mematikan lebih banyak dari peluru,

Cara licik untuk “membunuh tanpa terlihat membunuh.”


Ketika rumah sakit kehabisan solar untuk generatornya, itu bukan kegagalan teknis. Itu keputusan politis.



Satire: Senjata Retoris dari Kekasaran yang Tak Terucap


Sarkasme seperti “Pasti bayi prematur itu anggota Hamas” adalah respons emosional terhadap absurditas moral.


Ia menyuarakan:

Kemunafikan media internasional,

Kebisuan lembaga multilateral,

Logika ‘siapa musuh siapa teman’ yang meniadakan nilai hidup manusia.


Satire bukan penolakan empati. Ia adalah ekspresi frustasi terdalam terhadap dunia yang terus gagal bersikap adil.



Etika yang Dihilangkan: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kematian Bayi?


Apakah Hamas? Apakah Israel? Apakah PBB?

Ataukah kita semua—yang terlalu nyaman menonton dari layar kaca?


Ketika bayi prematur mati karena pompa oksigen berhenti, itu bukan hanya tragedi Gaza. Itu kegagalan kita sebagai spesies.



Konklusi: Satu Inkubator, Seribu Tanda Tanya Moral


Satu inkubator yang mati karena listrik padam bisa lebih nyaring daripada seribu ledakan:

Karena ia mengguncang nilai manusia, bukan sekadar tubuh manusia.


“Bayi prematur itu bukan ancaman. Mereka hanya hidup. Dan itulah yang membuat mereka dibunuh.”









Referensi

  • Al Jazeera (2025). More than 100 premature babies at risk in Gaza as hospitals run out of fuel.
  • United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), Gaza Humanitarian Update, July 2025.
  • The Lancet Global Health (2024). Attacks on Health Infrastructure as Structural Violence: Gaza in Protracted Crisis.
  • Butler, J. (2009). Frames of War: When is Life Grievable?
  • Žižek, S. (2008). Violence: Six Sideways Reflections.
  • Al Jazeera, “Premature babies at risk as Gaza hospitals run out of fuel” (10 Juli 2025)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengupas Deep Learning: AI, Metode Abdul Mu'ti, dan Kurikulum Merdeka di Era Modern

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd