Antara Gaza dan Tarif: Politik Pengalihan Atensi atau Strategi Ekonomi?

 

Ilustrasi penderitaan warga Palestina yang terlupakan karena perang tarif (Pic AI Images Generator)

Kebijakan tarif jika dianalisis secara struktural dan temporal terdapat potensi kuat sebagai bentuk politik pengalihan isu



Data terbaru menurut Kementerian Kesehatan Gaza, hingga awal April 2025, lebih dari 50.846 warga Palestina telah kehilangan nyawa dan korban luka menjadi 113.213 akibat serangan Israel sejak Oktober 2023 (tempo.co, 28/03/2025).


Ketika Presiden Donald Trump kembali ke tampuk kekuasaan di awal 2025, langkah pertamanya yang mengguncang dunia adalah kebijakan tarif impor besar-besaran terhadap berbagai negara. 


Di tengah eskalasi krisis kemanusiaan di Gaza yang menyita perhatian global, kebijakan ekonomi Trump seolah hadir sebagai “guntur di langit yang sudah badai.” 


Pertanyaannya: apakah ini murni strategi ekonomi, atau justru bentuk diversion politics—politik pengalihan atensi?



Teori Pengalihan Isu dalam Politik


Dalam ilmu komunikasi politik, terdapat teori bernama Diversionary Foreign Policy, yaitu strategi pemimpin negara untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah yang lebih besar dengan menciptakan isu lain yang lebih “mendesak”. 


Konflik internasional atau kebijakan ekonomi besar kerap digunakan untuk mengaburkan fokus dari tragedi kemanusiaan atau kegagalan moral negara.



Gaza: Luka Dunia yang Tak Kunjung Sembuh


Krisis Gaza tidak hanya mencabik-cabik kemanusiaan, tetapi juga memecah belah opini publik dan memperburuk citra negara-negara besar yang dianggap tidak berpihak pada keadilan. 


Banyak elemen masyarakat internasional, termasuk mantan agen-agen Mossad, menyerukan penghentian kekerasan. Ketika tekanan moral meningkat, muncul kebutuhan untuk mengalihkan arus narasi publik.



Kebijakan Tarif Trump: Isu Ekonomi Bernarasi Nasionalisme


Kebijakan tarif Trump yang ekstrem (hingga 104% untuk China dan 32% untuk Indonesia) dibungkus dengan narasi “melindungi ekonomi nasional.” 


Ini mengaktifkan emosi nasionalisme dan survival ekonomi masyarakat Amerika—isu yang sangat mudah memicu solidaritas domestik dan mengabaikan konflik eksternal seperti Gaza.



Efek Ganda: Membangkitkan Polarisasi Global


Ketika dunia dihadapkan pada dua narasi besar—membela Gaza sebagai bentuk kemanusiaan atau menyelamatkan stabilitas ekonomi negaranya—maka kekacauan opini pun tak terhindarkan. 


Negara-negara berkembang seperti Indonesia terpaksa fokus pada solusi ekonomi domestik dan cenderung mengurangi tekanan politik terhadap AS soal Palestina. Ini membuat kebijakan Trump seolah memukul dua burung dengan satu batu: memperkuat ekonomi domestik dan melemahkan solidaritas global terhadap Gaza.



Meski tidak ada pernyataan eksplisit dari pemerintah AS bahwa kebijakan tarif ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian dari Gaza, namun jika dianalisis secara struktural dan temporal, terdapat potensi kuat bahwa ini adalah bentuk politik pengalihan isu


Dunia yang terbebani oleh instabilitas ekonomi, mungkin terpaksa melupakan luka Gaza—bukan karena tidak peduli, tetapi karena dipaksa memilih: moral atau perut.



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengupas Deep Learning: AI, Metode Abdul Mu'ti, dan Kurikulum Merdeka di Era Modern

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd