Idulfitri Berdarah: Israel Bunuh Anak-Anak Palestina, Apa Tujuan Sebenarnya?

 

Ilustrasi warga sipil Palestina (pic: Reuters/Mohammed Salem)


Serangan Israel di Idulfitri bukan hanya tindakan keji tetapi juga bagian dari strategi yang lebih besar untuk melemahkan perjuangan Palestina dari dalam



Sejarah telah berulang kali menunjukkan bahwa penjajahan tidak hanya dilakukan dengan kekuatan militer, tetapi juga dengan strategi psikologis yang menghancurkan dari dalam. Salah satu strategi yang paling tua namun tetap efektif adalah divide et impera—pecah belah dan kuasai.


Ketika serangan Israel terjadi saat Idulfitri, hari yang seharusnya penuh kebahagiaan bagi umat Islam, kita harus bertanya: apakah ini hanya kebrutalan biasa, atau ada tujuan tersembunyi di dalamnya?



Serangan Israel Saat Idulfitri: Kebrutalan atau Strategi?


Pada Idulfitri 2025, militer Israel melancarkan serangan udara ke Gaza, membunuh puluhan warga sipil, termasuk anak-anak. 


Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan ada 80 orang di Palestina yang tewas dalam 48 jam terakhir (AFP, 1/4/2025).


Peristiwa ini tidak bisa hanya dianggap sebagai kebrutalan tanpa arah. Serangan di momen sakral ini adalah serangan psikologis yang dirancang untuk:


- Menghancurkan moral rakyat Palestina

Saat mereka berkumpul merayakan hari besar keagamaan, serangan ini membawa duka mendalam dan ketakutan.


- Memperkuat kebencian internal

Ketika penderitaan bertambah, warga Palestina mungkin mulai menyalahkan Hamas sebagai pemicu agresi Israel, alih-alih melihat siapa aktor utama di balik kehancuran mereka.



Strategi “Divide et Impera” yang Diterapkan Israel


Sejak dulu, Israel tidak hanya berperang dengan senjata, tetapi juga dengan strategi perpecahan. Ada tiga taktik utama yang digunakan dalam kasus ini:


1. Mengisolasi Hamas secara internasional

Dengan terus menggambarkan Hamas sebagai penyebab utama penderitaan rakyat Gaza, Israel berharap dunia semakin melihat mereka sebagai teroris, bukan pejuang kemerdekaan.


2. Memecah rakyat Palestina dari dalam

Israel memahami bahwa perlawanan tidak akan bertahan lama jika rakyatnya terpecah. Jika warga sipil mulai menyalahkan Hamas atas penderitaan mereka, maka Israel akan semakin mudah menekan Gaza.


3. Menyerang saat momen emosional terbesar

Serangan di hari raya bukan sekadar kebetulan. Ini adalah cara untuk merusak keharmonisan dan memperdalam trauma kolektif rakyat Palestina, agar mereka kehilangan semangat juang.



Peran Amerika Serikat


Setiap bom yang dijatuhkan di Gaza tidak lepas dari peran Amerika Serikat. Dukungan finansial dan militer AS kepada Israel telah memungkinkan serangan demi serangan tanpa konsekuensi berarti. 


Ketika AS mengirim senjata kepada Israel, mereka bukan hanya mendukung perang, tetapi juga membiarkan penjajahan terus berlangsung.



Apa yang Bisa Dilakukan?


Melawan strategi perpecahan bukan sekadar soal perlawanan fisik, tapi juga membangun kesadaran kolektif. Rakyat Palestina harus menyadari bahwa penderitaan mereka bukan semata akibat Hamas, tetapi karena Israel yang terus menciptakan kondisi agar mereka terpecah belah.


Selain itu, dunia internasional—termasuk masyarakat global—harus lebih aktif dalam membongkar narasi yang dibuat oleh Israel dan sekutunya. Jika perpecahan ini terus berlanjut, maka harapan kemerdekaan Palestina akan semakin jauh dari kenyataan.



Serangan Israel di Idulfitri bukan hanya tindakan keji, tetapi juga bagian dari strategi yang lebih besar untuk melemahkan perjuangan Palestina dari dalam. 


Divide et impera sedang dimainkan dengan sangat licik, dan jika dunia tidak menyadari hal ini, maka Israel akan terus memperluas wilayahnya dengan cara yang sama.


Palestina tidak hanya membutuhkan senjata, tetapi juga persatuan. Jika mereka bisa melewati jebakan ini, maka perjuangan mereka akan semakin kuat. 


Sebaliknya, jika mereka termakan strategi Israel, maka perlawanan akan runtuh tanpa perlu satu pun peluru ditembakkan.


Sekarang, pertanyaannya: Apakah mereka akan membiarkan strategi ini terus berhasil?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengupas Deep Learning: AI, Metode Abdul Mu'ti, dan Kurikulum Merdeka di Era Modern

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd