Tenda Jurnalis Jadi Sasaran: Kebetulan atau Sengaja?

Jenazah jurnalis yang tewas dibunuh pasukan Israel (Photo: Mahmoud Ajjour, The Palestine Chronicle)


Ini bukan hanya tragedi kemanusiaan, tapi juga kemunduran besar bagi kebebasan pers global, dan kegagalan komunitas internasional dalam menegakkan etika perang dan melindungi hak-hak dasar manusia



Dalam setiap konflik bersenjata, terdapat satu prinsip fundamental yang tidak boleh dilanggar: perlindungan terhadap warga sipil dan pekerja non-kombatan, termasuk jurnalis. 


Namun, dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina, pelanggaran terhadap prinsip ini tampaknya kian sering terjadi. 


Kasus terbaru adalah serangan udara Israel pada 7 April 2025 yang menewaskan dua jurnalis Palestina dan melukai tujuh lainnya di dekat Rumah Sakit Nasser, Gaza.


Pertanyaannya, apakah tindakan ini sekadar insiden militer atau bagian dari pola sistematis yang melanggar hukum internasional?



Posisi Jurnalis dalam Hukum Humaniter Internasional


Dalam hukum humaniter internasional, khususnya Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I, jurnalis yang meliput konflik bersenjata dianggap sebagai warga sipil. Selama mereka tidak terlibat langsung dalam permusuhan, mereka berhak atas perlindungan penuh.


Serangan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistik dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap hukum humaniter, terutama jika tidak ada pembenaran militer yang sah.



Konteks Serangan 7 April 2025


Menurut laporan dari Al Jazeera dan Kompas TV, serangan Israel terjadi pada dini hari, menghantam sebuah tenda media yang digunakan oleh jurnalis untuk beristirahat dan bekerja. Salah satu korban adalah Helmi al-Faqawi, jurnalis yang dikenal vokal dalam meliput situasi kemanusiaan di Gaza.


Israel tidak memberikan pernyataan resmi mengenai target serangan ini, namun organisasi-organisasi HAM internasional menilai tindakan tersebut sebagai upaya pembungkaman informasi dari zona konflik.



Dampak Etis dan Psikologis


Selain kehilangan nyawa, serangan terhadap jurnalis memberi efek psikologis yang mendalam: membungkam suara kebenaran. Jika jurnalis takut untuk meliput, maka dunia akan kehilangan potret objektif tentang realitas di lapangan.


Lebih jauh lagi, tindakan ini menciptakan iklim impunitas. Ketika tidak ada pertanggungjawaban, pelanggaran akan terus terjadi. Dan pada akhirnya, masyarakat sipil menjadi pihak yang paling dirugikan.



Serangan terhadap jurnalis Palestina pada 7 April 2025 adalah cermin buram dari kegagalan komunitas internasional dalam menegakkan etika perang dan melindungi hak-hak dasar manusia. 


Ini bukan hanya tragedi kemanusiaan, tapi juga kemunduran besar bagi kebebasan pers global.


Sebagai individu yang mencintai keadilan, kita tak boleh tinggal diam. Menyuarakan, menyebarkan fakta, dan memberi tekanan pada otoritas internasional adalah bentuk solidaritas kecil yang bisa kita lakukan. 


Karena sejatinya, peluru bisa membunuh tubuh, tapi kata-kata bisa menyelamatkan kemanusiaan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vera Fernanda SMP Taman Siswa Karyanya Lolos Prestasi Nasional

Trump Bungkam Aktivis! Mahmoud Khalil Ditangkap dengan Tuduhan Absurd

RUU TNI Disahkan: Reformasi atau Kemunduran Demokrasi?