Tahanan Anak dan Hukum Internasional: Kematian Remaja Palestina Sorot Praktik Represif Israel
![]() |
| Anak-anak Palestina dalam tahanan Israel (Pic: Abed al Hashlamoun/EPA) |
Tulisan ini murni lahir dari nilai kemanusiaan universal, dari nurani yang menolak kekejaman dan penindasan, bukan berdasar sentimen agama, ras, atau keberpihakan sempit, sebab keadilan tidak mengenal warna kulit, paspor, atau kepercayaan
Dalam konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina, terdapat dimensi lain yang sering kali luput dari sorotan publik dunia: praktik penahanan administratif yang dilakukan oleh otoritas Israel terhadap warga Palestina, termasuk anak-anak dan remaja.
Pada bulan Maret 2025, dunia dikejutkan oleh kematian Walid Ahmad, seorang remaja Palestina berusia 17 tahun, yang wafat di Penjara Megiddo setelah enam bulan ditahan tanpa dakwaan (theguardian.com, 01/04/2025).
Tragedi ini membuka kembali luka lama sekaligus menuntut kita untuk bertanya—di mana letak keadilan bagi mereka yang tidak diberi kesempatan untuk membela diri?
Penahanan Administratif dan Praktik Represif
Penahanan administratif adalah bentuk penahanan tanpa dakwaan resmi yang dapat diperpanjang tanpa batas.
Praktik ini dianggap melanggar prinsip due process (proses hukum yang adil), terutama ketika dilakukan terhadap anak di bawah umur.
Menurut laporan berbagai organisasi HAM seperti Addameer dan Human Rights Watch, Israel secara rutin menggunakan mekanisme ini terhadap warga Palestina dengan dalih keamanan (apnews.com, 06/04/2025).
Kasus Walid Ahmad: Fakta-Fakta Penting
![]() |
| Walid Ahmad (Pic: english.wafa.ps) |
- Identitas: Walid Ahmad, 17 tahun, berasal dari wilayah pendudukan.
- Status: Ditahan sejak enam bulan sebelumnya tanpa dakwaan resmi.
- Kondisi di Penjara: Laporan autopsi menyebutkan adanya malnutrisi parah, pemborosan otot, peradangan usus, dan skabies. Ini mengindikasikan pengabaian medis sistematis.
- Penyebab Kematian: Diduga kuat karena kelaparan dan dehidrasi akibat buruknya kualitas makanan serta perawatan kesehatan yang tidak memadai.
- Respon Institusi: Layanan Penjara Israel menyatakan telah memberikan perawatan sesuai hukum, namun laporan independen membantahnya.
Pelanggaran Hak Anak dan Hukum Humaniter Internasional
Konvensi Hak Anak PBB (1989) menyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan hukum, pengadilan yang adil, dan tidak boleh disiksa atau diperlakukan tidak manusiawi.
Penahanan tanpa dakwaan, apalagi menyebabkan kematian karena pengabaian, adalah pelanggaran berat terhadap konvensi tersebut.
Selain itu, praktik ini bertentangan dengan hukum humaniter internasional (Geneva Conventions), yang mengatur perlakuan terhadap tahanan, termasuk di masa konflik.
Reaksi Global dan Desakan Pengembalian Jenazah
Keluarga Walid menuntut jenazah dikembalikan untuk dimakamkan secara layak. Namun hingga kini belum ada kejelasan dari otoritas Israel.
Dunia internasional mengecam praktik-praktik ini sebagai bentuk dehumanisasi sistematis, dan menyerukan akuntabilitas.
Kematian Walid Ahmad bukan hanya tragedi kemanusiaan, tapi juga potret dari kegagalan sistem hukum untuk melindungi yang paling rentan.
Penahanan tanpa dakwaan, terlebih kepada anak, tidak hanya mencederai keadilan, tetapi juga memperpanjang siklus kekerasan, trauma, dan kebencian di Palestina.
Walid Ahmad bisa saja seorang anak dari bangsa mana pun—tetapi saat hak hidup dan perlindungannya diabaikan, maka kita semua punya tanggung jawab moral untuk bersuara.
Keadilan tidak mengenal warna kulit, paspor, atau kepercayaan. Ia hanya mengenal kebenaran, dan dalam kasus ini, kebenaran itu jelas: seorang anak telah mati dalam penahanan tanpa dakwaan, dan dunia wajib peduli.
Dunia tidak boleh tinggal diam terhadap bentuk kekerasan yang berlangsung dalam sel yang sepi, tersembunyi dari kamera dan sorotan publik.
Ini saatnya menyerukan penghentian praktik penahanan administratif, serta memastikan akses keadilan dan perlindungan HAM bagi semua tahanan, terutama anak-anak.


Komentar
Posting Komentar