Thaumalitas sebagai Bahasa Cinta dan Iman
![]() |
Ilustrasi thaumalitas terhadap Tuhan )Pic: AI Image Generator) |
Thaumalitas cinta kepada Allah merupakan pengalaman spiritual yang akan membawa manusia pada makna hidup tertinggi
Asal kata thauma dalam bahasa Yunani berarti “kekaguman atau keajaiban.”
Ketika diaplikasikan dalam konteks spiritual, thaumalitas menjadi bukan sekadar kekaguman terhadap sesuatu yang indah, tapi kekaguman yang membuka kesadaran akan sesuatu yang agung dan tak terhingga.
Maka, kekaguman pada Allah—Sang Pencipta Segala Keindahan—adalah bentuk thaumalitas yang paling murni.
Cinta Ilahiah sebagai Sublimasi Tertinggi
Ketika hati seseorang dipenuhi rasa cinta pada Allah, itu bukan cinta biasa. Cinta itu membuat manusia menangis dalam doa, tenang dalam pasrah, dan kuat dalam ujian. Ini disebut dalam banyak tradisi sufi sebagai mahabbah ilahiyyah (cinta ilahiah).
Seseorang bisa larut dalam dzikir, dalam renungan atas ciptaan-Nya, dan merasa takjub pada keagungan yang tak bisa dinalar oleh akal. Inilah thaumalitas spiritual—takjub yang membawa kita mendekat, bukan menjauh.
Thaumalitas dalam Al-Qur’an dan Kehidupan Nabi
Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mengajak manusia untuk tafakkur (merenung) agar merasakan kagum pada ciptaan Allah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”(QS. Ali Imran: 190)
Rasa takjub atas ciptaan Allah ini adalah thaumalitas yang mendidik ruh. Para Nabi pun merasakan hal ini—Nabi Ibrahim saat melihat bintang, bulan, dan matahari; Nabi Musa saat berbicara langsung dengan Allah; Nabi Muhammad saat menerima wahyu di Gua Hira dan mengalami Isra’ Mi’raj.
Thaumalitas cinta kepada Allah bukan sekadar kekaguman estetika, tapi adalah pengalaman spiritual yang menggetarkan jiwa, menyentuh langit hati, dan membawa manusia pada makna hidup tertinggi.
Dalam cinta kepada Allah, takjub bukan hanya perasaan… tapi jalan pulang.
Komentar
Posting Komentar