Israel Mengusir, Indonesia Menampung: Solidaritas atau Perangkap?
![]() |
Pengungsi Palestina (Pic: aa.con.tr/Mohammad Sio) |
Penerimaan pengungsi bisa jadi justru membantu agenda terselubung yang ingin mengosongkan Palestina dari rakyatnya
Konflik Israel-Palestina bukan hanya soal wilayah dan identitas, melainkan telah menjadi panggung geopolitik global yang rumit.
Dalam situasi terkini yang memperlihatkan krisis kemanusiaan mendalam di Jalur Gaza, Indonesia menyatakan niat menerima pengungsi Palestina.
Sebuah pernyataan yang terdengar mulia, namun memicu berbagai analisis kritis: Apakah ini murni sikap kemanusiaan? Ataukah bagian dari strategi politik luar negeri dalam menghadapi tekanan dan peluang global, seperti negosiasi ekonomi dan hubungan dagang, terutama dengan Amerika Serikat?
Indonesia dan Posisi Historis terhadap Palestina
Sejak era Presiden Soekarno, Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat terhadap perjuangan rakyat Palestina. Tidak mengakui Israel dan mendukung Palestina dalam forum internasional menjadi simbol konsistensi tersebut.
Namun, sikap ingin menerima pengungsi Palestina adalah langkah baru yang secara nyata melibatkan konsekuensi domestik dan global.
Analisis Kepentingan Humaniter vs Strategi Geopolitik
Penerimaan pengungsi sering diposisikan sebagai bentuk simpati dan tanggung jawab moral terhadap korban perang.
Tetapi dalam diplomasi, tindakan ini bisa mengandung maksud tersembunyi:
- Manuver diplomatik terhadap negara-negara besar
Mengingat posisi Indonesia yang tengah melakukan lobi terhadap kebijakan tarif Amerika Serikat, terutama pasca era Trump, tindakan ini bisa dibaca sebagai tawaran goodwill—sinyal kepada Barat bahwa Indonesia adalah negara moderat, terbuka, dan bersedia ‘bermain’ dalam narasi kemanusiaan internasional.
- Konsolidasi posisi dalam G20 dan ASEAN
Dengan menjadi aktor regional yang aktif merespons krisis global, Indonesia memperkuat posisinya sebagai negara berpengaruh di Asia Tenggara.
- Taktik devide et impera dari pihak asing
Israel dan sekutunya bisa jadi justru diuntungkan ketika rakyat Palestina tersebar ke luar wilayah—membuat klaim tanah mereka melemah karena secara fisik dan demografis tak lagi dominan di tanah sendiri. Maka, menerima pengungsi bisa tanpa sadar mempercepat strategi kolonial modern ala Israel.
Masalah Implementasi dan Dampak Domestik
Menghadirkan pengungsi dalam jumlah besar memunculkan banyak persoalan:
- Isu keamanan dan radikalisasi
Akan ada kekhawatiran terhadap infiltrasi kelompok garis keras dalam barisan pengungsi.
- Beban sosial dan ekonomi
Negara harus menyediakan fasilitas pemukiman, pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan—yang saat ini masih terbatas untuk warga negara sendiri.
- Ketegangan identitas nasional
Dalam masyarakat yang plural, kedatangan pengungsi bisa memicu gesekan horizontal, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Niat Indonesia menerima pengungsi Palestina seakan berdiri di dua kaki: antara niat luhur kemanusiaan dan strategi politik luar negeri yang cermat.
Di satu sisi, langkah ini memperlihatkan empati dan solidaritas global, namun di sisi lain tak bisa dilepaskan dari kalkulasi geopolitik dan kepentingan diplomasi dagang, terutama dengan kekuatan besar seperti Amerika Serikat.
Penerimaan pengungsi—jika tidak hati-hati—bisa jadi justru membantu agenda terselubung yang ingin mengosongkan Palestina dari rakyatnya.
Maka, keputusan ini harus ditimbang matang dengan analisis dampak jangka panjang, baik secara nasional maupun internasional.
Komentar
Posting Komentar